Dokter berlari diiringi perawat menuju kamar dimana Rio dirawat, aku dan Kenzo kaget bukan main. Apa yang terjadi padanya? Kenzo merangkulku, mencoba tetap tenang dan berharap kalau Rio baik-baik saja. "Kenapa dengan Rio, Ken?" tanyaku khawatir. Dia lebih mengeratkan rangkulannya."Gak papa, sayang.""Kamu sudah tak dendam padanya, Ken?""Gak, dia sudah mendapatkan balasannya."Alhamdulillah, Kenzo dah beneran berubah. Semoga saja dia bisa istiqomah. "Buat keluarga pasien bernama Muhidi, mohon masuk ruangan dikarenakan pasien baru saja meninggal dunia," kudengar pengumuman itu dari pengeras suara. Innalillahi wainnailaihi roji'un... semoga husnul khatimah. Ya Allah jangan sampai aku mendengar nama Rio disebut perawat dalam keadaan tak bernyawa. Semoga dia masih bisa menghirup aroma kopi hitam kesukaannya, semoga masih bisa dia nikmati diksi diksi dari aksara di tiap puisiku. "Rio itu kuat, semoga bisa melewati masa kritisnya," hibur Kenzo sambil mengusap kepalaku. Tegang, suasana
Kenzo duduk di sebelahku, sebelum memulai obrolan dia menghela nafas panjang. Mungkin dia ragu untuk memulai dari mana dulu percakapan yang akan dia utarakan. Yang jelas aku tahu dia akan membahas soal pekerjaan haramnya, yang seorang bandar narkoba. Kehidupan yang sangat keras, penuh tantangan juga berpotensi masuk dan terjerat di penjara. Uang dia berlimpah ruah, tapi resiko dari pekerjaannya sangat berbahaya. Namun, Kenzo memang menikmati meski kulihat dia sekarang ingin berubah. "Ta, menurutmu, nanti kita tinggal di mana?" tanyanya. "Aku ikut kemana suami mengajak, asal tidak bertentangan dengan syariat."Jawabku sambil menatap wajah tampan sang calon imam. " Kamu yakin terhadapku, Ta?""Pilihan orang tuaku insyaallah tidak akan salah,""MasyaAllah, Ta, aku semakin merasa tak pantas,""Maka kupinta pantaskan dirimu, Ken,""Aku hanya punya cinta, untukmu,""Cinta?""Ya, dua bulan dari awal perjodohan kita, aku mulai nyaman dan aku berani bertaruh kalo rasa itu cinta."Aku terper
"Lu kenapa, Ta?" tanya Rio kaget melihatku menangis. Segera kuhapus air mata di pipi."Mata gue kena debu,Yo." Masih terus mencoba menyembunyikan kesakitanku."Lu kira gue buta, hah,""Gak, Yo,""Sini." Rio menarik tanganku paksa."Gue tau, lu ada masalah kan? cerita ma gue siapa yang dah bikin lu nangis?"Tak tertahan lagi, air mata terus keluar dari sudut netraku. Terisak aku sambil mencoba mengeluarkan kata-kata."Kenzo, Yo," jawabku."Dia kenapa?"Aku tak langsung menjawab tanyanya, air mata masih terus berkejaran. Sakit teramat sangat, aku."Tita, jawab!""Kenzo menghamili pelacur." Rio malah tertawa kencang, akupun berhenti menangis karena melihat dia tertawa seperti mengejekku."Tita ... Tita, gue kenal Kenzo itu sudah lama. Dia anti perempuan, makanya gue heran napa sama elu dia mau,""Maksud lu apa?""So sorry, maksudnya ya yang gue tau cuma sama lu doang dia sayang,""Napa lu belain dia, Rioooooooo ...," teriakku kencang."Berisik , Tita." Rio menutup mulutku dengan telapak
"Silahkan," pedagang ketoprak itu menaruh dua piring di atas meja panjang."Terima kasih, Mas," koor kami. "Duh mentang-mentang penganten baru, co cweet." Kang ketoprak ngakak. Aku menginjak kaki Rio di bawah meja dan berbisik, "Gegara elu, nih."Rio terkaget, dia malah ikutan ketawa. Ponselnya berbunyi, dia menatapku seperti minta izin untuk mengangkat telponnya. Aku mengangguk iya karena ku tahu Kenzo yang telpon, aku tak merespon pesan dan telpon dia maka dia hubungi Rio."Ya, Bos, gimana?"["Lu masih sama, Tita?"] kudengar suara Kenzo karena Rio sengaja mengeraskan suara yang diloudspeaker."Masih, lu mau ngomong?"["Yes, kasihin ke dia,"]"Apa, Ken? lu mau nyusul ke sini bareng Maya?" tanyaku sinis.["Sayaaang, please deh. Dia bukan siapa-siapa gue."]"Bulshit,"Klik, kututup percakapan itu. "Gak sopan, lu," cela Rio."Bodo,""Heh, tetap jadi orang baik meski orang jahat ke elu,""Dih, so bijak,""Lu yang ngajarin,Ta,"Aku terdiam, ya Allah salahkah aku?"Dah makan dulu, nanti
"Kenzooooooo,""Apasi, kan aku calon suamimu.""Ya gak gitu,""Dikit doang ah, pelit amat si,""Laporin umi, nih,""Dih, maen lapor. Dasar Childis,""Bodo,"Aku mencubit lengan Kenzo, dia bergeming. Lupa, dia ditonjok orang saja gak apa-apa."Ta,""Iya,""Nikah yuk!""Kamu yakin sama aku?""Jiakh, aku justru takut kamu nolak aku,""Maya?""Jangan bikin mood ambyar deh, Sayang.""Ya kamu bilang sama Ayah-ibu sana,""Serius, Sayang?"Aku mengangguk iya, apa ini tidak terlalu cepat? Dia serius padaku kulihat dari netranya yang indah. Kudengar ada notif pesan masuk di ponsel Kenzo, tapi dia tetap fokus menyetir mobilnya."Coba liat siapa yang chat?" kata Kenzo memberiku kepercayaan membuka pesan yang masuk."Serius, Yank?""Iya, Sayang."Gegas kuambil handphone Kenzo di atas dashboard. Hmm, dari no tak dikenal.Arti Sebuah RinduRindu itu sunyi ....Tak perlu ada bunyi.Cukup resapi di dalam hati.Berharap di pertemukan kembali.Tak perlu ada drama yang menghiasi hari-hari.Cukup saling m
"Maya?" tanyaku. Perempuan itu sinis mentapku, namun aku berusaha tetap tersenyum ramah padanya."Lu siapa?" balik tanyanya."Dia calon istri gue!" jawab Kenzo ketus."Saya Tita." Kuulurkan tangan padanya, dia tetap sinis dan enggan menerima. Aku masih tetap tersenyum."Lu kalo gak hargain Tita, pergi saja sana. Inget ya lu hanya perempuan murahan, beda jauh level lu dengan Tita," cerocos Kenzo, aku meraih tangannya lalu kugenggam, kugelengkan kepala memberi kode agar tidak dengan emosi."Gue cuma mau lu, Ken," rengek Maya."Bisa kita bicara berdua?" tanyaku menyela."Siapa sih lu, resein gue terus." Dia mendorongku kasar. "Maya," plak! Kenzo menamparnya dengan kesal. Kemudian membangunkan aku yang jatuh didorong Maya."Kenapa kamu sekasar itu?" "Diam lu, anjing!""Heh Bangsat, pelacur! Lu dah keterlaluan ya, dia calon istri gue, setan!" Kenzo menendang kaki Maya, lalu dia menggandengku paksa memasuki mobil."Kita pulang, Sayang." Aku tak habis pikir, ada apa dengan Maya. Mengapa d
Kulihat jam di ponselku pukul 19.03 wib. Kenzo belum datang juga ke sini. Nomor handphone nya tak aktif, kemana dia?"Bu, Kenzo belum ke sini?" tanyaku pada ibu yang menungguiku di rumah sakit. Beliau menggeleng, ummi menghampiri"Kenapa sayang? kangen ya? baru aja beberapa jam bukan beberapa hari loh," goda ummi. Aku dan ibu tersenyum. Mereka semua menunggui aku di rumah sakit, ayah dan Abi di mushola rumah sakit sedang solat isya. Ku coba menghubungi Rio dengan mengirim pesan.[Yo, lagi sama, Ken, gak?][Kenzo sama bang Kobra, lagi intimidasi orang suruhan Maya,][What's? susul dia suruh pulang.][Gak mungkin, Ta, lu diem aja istirahat. gosah mikir yang berat. Maya urusan kita,][Lu yakin, Kenzo, baik-baik saja?][Iya, Tita. Sudahlah lu istirahat sebentar lagi kita ke rumah sakit.][Iya,]***Menginjak pukul 23.00 wib Kenzo baru nyampe rumah sakit. Punggungku mulai terasa perih dan sakit yang teramat. "Keenn," panggilku merengek, kedua orang tuaku dan Kenzo sudah pulang. Saat ini h
Kenzo terlihat begitu tenang, dia diapit umi dan Abi. Rio ikut menyaksikan ritual sakral kami, bang kobra berjaga di depan pintu kamar rumah sakit."Sudah siap, Sayang?" tanya umi.Aku dan Kenzo mengangguk, kami malu-malu untuk saling tatap. Kenzo gagah dan ganteng memakai jas hitam itu."Mari, kita mulai," seru pak penghulu."Saya nikahkan engkau Kenzo Alfarizi bin H. Abdul Hafiz dengan Tita Shanum binti Muhammad Ali dengan maskawin emas seberat dua puluh gram,""Saya terima nikah dan kawinnya Tita Shanum binti Muhammad Ali dengan maskawin tersebut tunai,""Sah?""Sah ...,""Barakallah,""Alhamdulillah,"Resmi sudah aku menjadi istri dari seorang Kenzo. Ayah dan Ibu memelukku, begitupun umi dan Abi. Mereka sangat sayang padaku."Selamat ya, Ken, Ta,"kata Rio memberi selamat pada kami."Cepet nyusul lah, nak Rio," seru Abi diiyakan semuanya. Suasana rumah sakit begitu khidmat dan luar biasa bahagia. Masya Allah, hari ini aku menjadi seorang istri."Love you, my life." Kecup Kenzo mes