"Aku pasti akan menandatangi berkas ini, tetapi aku yang akan mengajukan gugatan cerai dan menalaknya. Aku yang akan mencampakannya bukan dia," ujar Hendriyanto geram, dihempaskan kertas di tangannya ke atas meja.
Sudut mata Edi menangkap raut wajah Sarah, selintas Edi melihat perempuan itu tersenyum puas, namun seketika wajahnya kembali menyamar menjadi begitu sedih. Edi menyadari perempuan di dekatnya bukan hanya pandai bersandiwara, namun di balik wajah polos dan tulus Sarah, ada serinai kebalikan dari itu, bahkan mungkin lebih bengis. "Baiklah, Mas ... Mas Hendri harus mengontrol emosi, jangan terlalu tertekan, tidak bagus untuk kesehatan spikologimu," ucap Sarah dengan nada lembut penuh perhatian."Yah, untung ada kamu, Sarah. Aku menjadi tidak terlalu tertekan," ucap Hendri, tatapannya yang garang jadi melunak."Kalau begitu saya permisi dulu, Pak." Edi segera keluar dari ruangan bosnya, dia muak melihat pasangan itu saling memberikan perhatian. Bosnya itu benar-benar sudah buta, dia bahkan mengabaikan Mira selama dua hari di rumah sakit, dia justru selalu menemani Sarah. Perasaan Edi benar-benar dongkol sekarang, dia tahu dengan nyata siapa perempuan yang bersama bosnya itu, tetapi dia tidak bisa memberitahukan pada atasannya itu. Dia tidak berhenti mengutuki kelemahannya. Waktu itu dia hanya bisa menyaksikan Mira diintimidasi oleh Sarah, Edi hanya bisa bungkam dan bersembunyi, padahal dia ingin sekali menghajar perempuan itu setelah mendengar apa yang dia katakan.Waktu itu Mira sudah tidak tahan dengan kelakuan Hendri yang selalu mengacuhkannya, sehingga dia tidak tahan untuk berbicara dengan Sarah, sebagai psikolog pribadi suaminya, Mira masih berpikir positif kepada Sarah, mungkin Sarah bisa mengembalikan kondisi suaminya. Mereka janjian di sebuah kafe, Edi mengantarkan Mira ke pertemuan itu, namun dia tidak duduk bergabung dengan mereka, dia mencari tempat yang tersembunyi, namun masih dapat mendengar pembicaraan mereka "Apa yang kau mau, Mira?" tanya Sarah dengan nada yang tidak mengenakkan."Kaukan psikolog Mas Hendri, Sarah, bisakah kau membujuk agar Mas Hendri mengatakan apa alasannya dia selalu mengacuhkanku? Tolong Sarah, tolong kamu bujuk Mas Hendri," ujar Mira."Kenapa aku harus menolongku?" Mira tercekat mendengar tanggapan Sarah, diapun berkata, "Apakah kau tidak ingin melihat temanmu hidup rukun dan bahagia dengan istrinya?" "Jelas aku ingin Hendri bahagia, tetapi aku tidak ingin dia menghabiskan hidup bersamamu, seharusnya kau sadar Mira, dari awal Mas Hendri itu milikku."Mendengar perkataan Sarah, sudah pasti Mira terlihat shock, apalagi Mira sebagai istrinya Hendri, Edi saja begitu terkejut."Sarah ... rupanya selama ini kau memiliki rencana tersembunyi," ujar Mira tersenyum miris menatap Sarah."Aku tidak akan sembunyi-sembunyi darimu, Mira. Aku akan berterus terang, aku akan merebut milikku kembali." Sarah tersenyum sinis menatap meremehkan Mira."Kau sadar, Sarah? Mas Hendri itu suamiku, kapan mas Hendri pernah menjadi milikmu?" Suara Mira tampak bergetar, dia berusaha untuk tenang menghadapi wanita di hadapannya."Kalau begitu cepat kau lepaskan dia. Mas Hendri juga sudah membencimu, baginya kau hanya sebagai pengganggu." Sarah mengatakan itu dengan santai, seolah dia tidak melakukan perbuatan salah."Kenapa mas Hendri tiba-tiba sangat membenciku? Apa yang sudah kau lakukan padanya? Kau pasti sudah melakukan sesuatu padanya, kan?" "Mira, pikiran manusia itu bisa dibolak-balik, untuk mengubah cinta jadi benci itu mudah bagiku."Edi tersentak dari lamunannya, ketika wanita yang kini dipikirkannya baru keluar dari ruangan Hendriyanto, buru-buru Edi menghindari wanita itu, Sarah, berjalan dengan anggun melewati tempatnya berdiri. Edi bergidik menatap wanita itu, siapa yang menyangka wanita yang begitu lembut dan anggun itu pernah mengatakan hal kejam pada Mira. Dia sengaja membuat bosnya membenci istrinya.****Hendriyanto menarik napas dalam setelah Sarah dan Edi keluar dari ruangannya, kembali dipandangi surat gugatan cerai isrtinya, kenapa ada perasaan tak rela melepaskan Mira? Padahal jelas-jelas dia sangat membenci perempuan itu. Dipikirannya, dia hanya mencintai Sarah, gadis yang telah menyelamatkannya ketika dia masih remaja dulu. Apalagi mendengar dari Darmawan dan Waluyo bagaimana Sarah berada diposisinya sekarang, dia bertambah ingin melindungi dan mencintai Sarah seorang di masa depan."Hendri, siapa yang kubawa ini?" Darmawan berteriak senang ketika mengunjungi kantornya sebulan yang lalu."Sarah?" Hendriyanto terperangah menatap gadis yang sudah lebih lima tahun menghilang tanpa jejak itu. Beberapa detik dia merasa kosong, tidak tahu harus berbuat apa. Dia sangat terkejut melihat wanita itu."Kami sengaja membawanya kemari, kau sedang membutuhkan psikolog kan? Sarah seorang psikolog, dia baru pulang dari luar negeri melanjutkan program pendidikan megisternya," sambung Waluyo."Aku benar-benar terharu, Hend. Ternyata motivasi Sarah menjadi psikolog itu karena dia ingin menyembuhkan penyakit traumatis yang kau alami semasa di SMA dulu." Darmawan antusian membicarakan gadis di sampingnya."Benarkah itu?" Hendriyanto tidak menyangka dengan yang didengarnya, apalagi alasan itu begitu mengejutkannya. Kedatangan wanita itu benar-benar membuatnya terkejut berkali-kali."Hendriyanto? Lama tidak bertemu kudengar penyakitmu kambuh lagi," Sarah menatap Hendriyanto dengan wajah sumringah.Hendri menghembuskan napas berkali-kali, segera di letakkan surat gugatan cerai ke dalam brankas dan menguncinya. Perasaannya benar-benar kacau melihat surat itu, dia benar-benar merasa sedih. Merasa sedih? Kenapa hatinya selalu tidak sinkron dengan pikirannya? Jelas-jelas pikirannya mengatakan jika dia hanya mencintai Sarah. Tetapi kenapa dia sedih dan ingin menangis ketika dia tahu akan berpisah dengan Mira? Ah, dia harus mengunjungi Mira di rumah sakit untuk meyakinkan perasaannya, mungkin setelah melihat wanita itu dia yakin jika dia memang membencinya."Edi, kemarilah ...," panggil Hendriyanto melalui telpon."Ikut aku," kata Hendri setelah Edi berada di hadapannya."Mau ke mana, Pak?" "Aku ingin melihat kondisi Mira di rumah sakit," katanya sambil berjalan ke luar kantor.Edi tertegun mendengarnya, hampir saja dia spontan akan mengatakan jika Mira tidak ada di rumah sakit, tetapi wanita itu sudah pergi ke luar negeri. Untung saja dia segera tersadar, jika dia ungkapkan semua itu, tidak dapat dipungkiri pasti Hendriyanto curiga jika dia sudah membantu istrinya. Itu tidak boleh terjadi, sebisa mungkin Hendriyanto jangan sampai tahu ataupun curiga jika diam-dian Edi membantu Mira, jika Hendriyanto tidak curiga, Edi akan bisa membantu Mira terus di masa depan.Sesampainya di rumah sakit, Edi menunjukkan kamar rawat Mira yang ternyata sekarang dalam keadaan kosong. Edi segera menghubungi perawat jaga untuk menanyakan keberadaan istri majikannya."Maaf, Pak. Ibu Mira sudah keluar dari rumah sakit tiga hari yang lalu," kata perawat jaga memberi informasi."Tiga hari yang lalu? Kenapa dia tidak pulang ke rumah?" Hendriyanto seoalah bertanya pada diri sendiri, karena orang di sekitarnya juga tidak tahu jawabannya."Edi!""Iya, Pak.""Segera cari informasi, di mana Mira sekarang berada," kata Hendriyanto terlihat gusar."Baik, pak."Bagi Edi mencari informasi keberadaan Mira sekarang bisa di berikan dalam hitungan detik, namun dia harus menunda-nundanya, seolah-olah dia tidak tahu menahu keberadaan wanita itu.Hingga malam hari dia baru mengabarkan pada Hendri."Pak, setelah saya cek keberangkatan di bandara tiga hari yang lalu, saya menemukan data paspor atas nama Mirayanti Sukma melakukan penerbangan ke luar negeri.""Ke luar negeri? Ke mana?""Ke Rusia, Pak.""Apa? Rusia?" Kenyataan itu cukup membuat Hendri terbengong, Rusia? Kenapa wanita itu ke Rusia? Hendri sering bepergian ke luar negeri terutama ke Eropa, tapi dia sama sekali belum pernah ke Rusia.Leo menjemput Mira di stasiun, dengan memakai pakaian casual, lelaki itu tampak lebih macho dari yang dilihat Mira enam bulan yang lalu. Tubuhnya yang tinggi nampak begitu menjulang di hadapan Mira, wajahnya dihiasi jenggot tipis dan sedikit cambang menambah aura maskulinnya begitu kentara."Hai, Kakak Ipar! Bagaimana perjalananmu?" sapa lelaki itu dengan wajah gembira."Hai ...." Mira merasa canggung dengan lelaki di hadapannya, rasa gugup terlihat jelas di matanya, bagaimana tidak? Dia baru sekali bertemu dengan adik suaminya, maaf ralat, mungkin sudah menjadi mantan suaminya saat ini. Berkomunikasi jarak jauh lewat sambungan Vidio call juga cuma sekali ketika Hendri mengabarkan kehamilannya dengan gembira, selanjutnya hanya menelponnya ketika dia berencana untuk pergi dari sisi Hendri. Mira hanya tahu jika lelaki ini selalu melanjutkan studi, belum pernah menginjak dunia kerja, tetapi sering melakukan berbagai penelitian di dunia sains dan teknologi, wajar saja jika diusianya ke
Hari itu Mira benar-benar kelelahan, sehingga dia memutuskan istirahat seharian di apartemennya, padahal dia rencananya akan berbelanja pakaian bersama Leo. Kondisinya yang sedang hamil muda membuatnya sering muntah dan tidak enak badan. "Sebaiknya kau istirahat saja, biarkan aku saja yang membelikan pakaian dan keperluanmu," ujar Leo setelah melihat kondisi Mira."Tidak perlu, Leo. Nanti merepotkan mu. Setelah aku sembuh, aku akan membeli semua keperluanku." Mira merasa sungkan selalu merepotkan pria ini."Sebaiknya mulai sekarang kau tidak usah mengatakan seperti itu, karena berani datang padaku, kau harus menerima resikonya, kau harus menerima semua pemberianku dan menerima jika aku mengatur semua kebutuhanmu," ujar Leo dengan arogan.Mira mengatupkan bibirnya mendengar perkataan lelaki itu, dia melihat sisi lain dari seorang Leo. Jika seperti ini, Leo tampak mirip dengan Hendri, apakah semua pria di keluarga Kusuma selalu bersikap demikian? Ya, mungkin saja, Meraka kan memiliki g
Sarah datang lagi mengunjungi Hendri di kantornya, tidak ada yang bisa menghentikannya. Walaupun ketika Mira masih di sini, wanita itu akan bebas melenggang menemui Hendri di kantornya. Sudah menjadi rahasia umum bagi karyawan di kantor Hendriyanto jika Sarah mutlak menjadi penyebab keretakan rumah tangga bosnya. Para karyawan di kantor ini telah menjadi saksi bagaimana kisah cinta antara bos dan karyawan ini, bagaimana bos mereka mengejar Mira dengan menyingkirkan rasa malu dan meruntuhkan keegoannya.Awal pertemuan mereka sebenarnya bencana yang tidak disengaja bagi Mira. Sudah satu tahun menganggur setelah lulus kuliah, dan berjibaku mencari kerja, mengesampingkan rasa malu setiap saudara atau tetangga akan menanyakan, kerja di mana? Berpendidikan tinggi-tinggi akhirnya nganggur juga. Pada awalnya Mira tidak menggubris cemoohan yang tertuju padanya, namun sejak ayahnya mengidap penyakit gagal ginjal, Mira terpacu mencari kerja menggantikan ayahnya mencari nafkah. Hari itu Mira be
Mira berkunjung ke apartemen Leo di sore hari. Tujuannya sebenarnya mencari bibi Marni, dia selalu merasa pusing, sehingga tidak selera makan. Dia ingin bibi Marni memijit punggungnya yang sakit. Leo tidak masalah jika Mira selalu berkunjung, lelaki itu justru gembira dengan kedatangannya. Saat Mira berkunjung ternyata Leo sedang makan malam sendirian. Melihat apartemen Leo, Mira begitu terpukau, ternyata ruangannya lebih luas dari apartemennya, memiliki tiga kamar namun dua kamar berada di ruang atas. Di bawah tangga dijadikan rak buku yang berjajar rapi, membuat Mira benar-benar terkesan, Leo memang seorang pembelajar yang pintar."Apartemenmu ternyata tingkat, ya?" seru Mira membuka obrolan di ruang makan."Ya," jawab Leo singkat sambil menyuap makanan."Aku akan sering ke mari untuk membaca semua koleksi bukumu, ada buku-buku novel tidak?" tanya Mira antusias."Sayangnya tidak, buku itu semua buku non fiksi," ujar Leo."Dari buku sebanyak ini gak ada buku novel? Ah, sayang sekali
Tiga bulan sudah Mira berada di negeri Adolf Hitler ini, musim gugur telah tiba, membuat daun maple berserak di setiap sudut jalan. Mira sedikit was-was karena nanti dia akan melahirkan ketika musim dingin datang. Dia sudah menyiapkan sebuah nama untuk putrinya kelak yang berhubungan dengan musim dingin. Salju, winter, mantel? Mira tersenyum geli jika membayangkan itu semua, tetapi jika mengingat Leo ada di sini, rasa cemasnya sedikit berkurang.Malam hari Mira akan mengajak Leo makan malam bersama, makan masakan rumahan yang dibuat Bibi Marni sudah cukup, dia juga tidak tahan dengan udara dingin di luar."Kau akan pergi?" tanya Mira setelah melihat Leo sudah bersiap dengan mantel abu-abunya dan mengenakan sepatu kulit."Ya.""Padahal aku ingin makan malam bersamamu," keluh Mira."Kalau begitu ikutlah denganku, di sana juga ada acara makan-makan," ajak Leo."Acara apa? Memangnya boleh ngajak orang lain?""Terbuka untuk umum. Sebaiknya segera pakailah mantelmu, jangan lupa memakai syal
Tiga bulan sudah Mira berada di negeri Adolf Hitler ini, musim gugur telah tiba, membuat daun maple berserak di setiap sudut jalan. Mira sedikit was-was karena nanti dia akan melahirkan ketika musim dingin datang. Dia sudah menyiapkan sebuah nama untuk putrinya kelak yang berhubungan dengan musim dingin. Salju, winter, mantel? Mira tersenyum geli jika membayangkan itu semua, tetapi jika mengingat Leo ada di sini, rasa cemasnya sedikit berkurang.Malam hari Mira akan mengajak Leo makan malam bersama, makan masakan rumahan yang dibuat Bibi Marni sudah cukup, dia juga tidak tahan dengan udara dingin di luar."Kau akan pergi?" tanya Mira setelah melihat Leo sudah bersiap dengan mantel abu-abunya dan mengenakan sepatu kulit."Ya.""Padahal aku ingin makan malam bersamamu," keluh Mira."Kalau begitu ikutlah denganku, di sana juga ada acara makan-makan," ajak Leo."Acara apa? Memangnya boleh ngajak orang lain?""Terbuka untuk umum. Sebaiknya segera pakailah mantelmu, jangan lupa memakai syal
Zachary selesai menyerahkan proposal desertasinya kepada profesor Zigler. Di lorong kampus dia bertemu Leo, lelaki itu tampak tampan dengan mantel abu-abu silver. Segera Zachary menghampiri Leo."Assalamualaikum, Brother.""Walaikumsalam, Ustaz Zachary.""Bagaimana, jadi ikut kajian nanti malam? Syekh Salman nanti yang akan mengisi materinya," ujar Zachary mensejajari langkah Leo."Insyaallah, Ustaz. Kenapa bukan Ustaz yang mengisi kajiannya?" "Saya tidak bisa datang awal, saya ada penelitian, saya akan mengisi kajian besok sore untuk para akhwat," ucap Zachary.Leo sekarang sedang semangat mengikuti kajian. Dia juga sering bertemu dan mengajak diskusi Zachary seputar keagamaan terutama ilmu fiqih dan muamalah. Sebagai lulusan magister ilmu kajian Dakwah universitas Madinah, Zachary memiliki kapasitas ilmu yang mumpuni."Ustaz, aku memiliki kasus, apakah kau bisa membantuku?" ucap Leo."Tentu, jika bisa aku pasti membantumu.""Sepupuku seorang pria di Jakarta, memiliki kakak laki-l
Sepulang berbelanja, hati Mira menjadi murung. Zahira sengaja membuatkan susu hamil sebelum mereka beranjak untuk istirahat. Awalnya Mira tidak selera untuk meminumnya, namun setelah dibujuk Zahira dengan alasan anak dalam kandungannya dia meminumnya."Zahira, tidurlah bersamaku. Suasana hatiku sedang tidak baik." Zahira dengan senang hati mengabulkan permintaan Mira. Dia tidak akan mengabaikan temannya dalam kondisi hamil dan lemah. Zahira tahu, temannya itu tidak baik-baik saja. Siapa yang akan baik, dalam kondisi hamil diabaikan oleh suaminya."Ayo tidurlah, hari sudah malam," kata Zahira setelah melihat Mira tidak juga memejamkan mata, padahal malam sudah begitu larut."Aku tidak bisa tidur Zahira, akhir-akhir ini banyak kejadian yang mengingatkan aku pada Hendri." Mira menghembuskan napasnya kasar."Untuk apa lagi kau mengingat laki-laki brengsek itu, sudahlah lupakan dia. Kau mengingatnya sampai tidak bisa tidur, di sana lelaki itu setiap malam tidur di pelukan wanita lain. Kua