Edi menemani Hendriyanto ke dokter Pamungkas, klinik mereka ada di lantai satu, Edi memang selalu mengikuti Hendriyanto kontrol, karena segala jenis surat menyurat dan tagihan rumah sakit Edi yang mengurusnya. Ketika mereka selesai pemeriksaan, dokter mengambil sperma Hendriyanto dan akan mengeceknya di labolatorium, hasil kemarin tidak ada masalah pada kesuburan lelaki itu, tetapi kenapa kejantanannya tidak bisa ereksi? Ketika keluar dari ruang dokter, tidak sengaja melihat Mira yang akan menuju ke kasir pembayaran, mata Mira memicing menatap lelaki yang masih jadi suaminya itu keluar dari ruang praktek dokter andrologi. Hendri yang melihat Mira tentu mendengus kesal, dari tadi ditungguin kenapa wanita ini malah berada di sini. Ditelpon tidak diangkat, di kirimi pesan juga tidak dibalas, boro-boro dibalas, dibaca saja tidak. "Mas Hendri, kenapa kau keluar dari ruang praktek dokter andrologi? Apa anu-mu bermasalah?" Wajah Hendri langsung menegang mendengar pertanyaan Mira, sedangk
Mirayanti Sukma kembali membuka tirai, dipandangi halaman rumah lewat jendela. Hari sudah jam sepuluh malam tetapi suaminya belum juga pulang. Dua hari yang lalu lelaki yang telah hidup bersamanya selama enam bulan ini juga tidak pulang, alasannya kunjungan kerja ke luar daerah. Huh, omong kosong! Dia tahu Hendriyanto tidak ada kunjungan kerja. Sebagai CEO sebuah CV kontraktor, Hendriyanto memang biasa mengunjungi pengerjaan proyek di daerah, tapi kali ini Mira yakin, Hendri hanya beralasan.Mira mendongak ketika melihat cahaya sorot lampu memasuki halaman rumahnya, seorang pria berperawakan tinggi, berbadan tegap, dengan wajah tampan turun dari mobil. Aura kebangsawanan seolah memancar dari raut wajah pria itu, dengan kulit coklat maskulin, Hendriyanto Kusuma seperti seorang model. Lelaki itu, sampai saat ini masih membuat hati Mira bergetar, hati Mira benar-benar sudah habis diberikan pada lelaki itu, Namun entah kenapa Tuhan masih mengujinya seperti ini."Baru pulang, Mas?" sambut
Dengan terburu-buru Edi datang ke rumah sakit setelah di telepon bosnya. Dia belum tahu ceritanya seperti apa, sebagai asisten pribadi Hendriyanto, Edi Setiadi paham betul apa yang terjadi dengan rumah tangga atasannya itu. Lima tahun menempel terus dengan Hendriyanto dia tahu seluk beluk kehidupan Hendriyanto, bahkan bahasa tubuh lelaki itu hanya dia yang paling memahami. Namun satu bulan terakhir, bosnya ini benar-benar sudah berubah."Apa yang terjadi, Pak?" tanya Edi hati-hati."Mira mengalami pendarahan, dokter masih menanganinya," ujar Hendri dengan suara dingin, nampak kesedihan di matanya.Tiba-tiba datang seorang wanita berambut panjang dengan tahi lalat di bawah dagu, wajahnya yang lembut dan polos tengah berkaca-kaca, dia menghampiri Hendriyanto dengan terburu-buru."Apa yang terjadi Hendri? Mendapat telpon darimu aku langsung panik dan kemari," ujar wanita itu, suaranya begitu lembut."Sarah, kenapa kau kemari?" Hendri kaget melihat kehadiran wanita itu."Bagaimana aku tid
Mira sudah berada dalam pesawat kelas bisnis malam ini, Leo yang telah memesankan tiketnya. Adik iparnya itu tahu cara menghargainya yang tengah hamil muda, Mira tidak bakal tahan melakukan penerbangan panjang di bangku ekonomi. Walau sebenarnya Mira mampu membeli tiket pesawat sendiri, dia adalah anak tunggal, ayahnya telah memberi warisan yang tidak sedikit dalam bentuk investasi saham dan deposito. Setiap bulan deviden saham akan masuk ke rekening khusus, hasil deposito juga dibuatkan rekening khusus. Sejak ayahnya meninggal enam bulan yang lalu, dia tidak pernah memakai uang di rekening itu sama sekali, karena ada suaminya yang memenuhi kebutuhannya.Suaminya? Sekarang lelaki bermata almond itu bukan lagi suaminya, Mira sudah menandatangani surat gugatan cerai tadi pagi. Semoga saja Edi dan Hasbi dapat mengurusnya, sehingga dia bisa lepas dari Hendriyanto ..."Hendriyanto ...," bisik Mira menyebut nama lelaki itu, dadanya terasa sesak, masih ada kerinduan yang mendalam di lubuk ha
"Aku pasti akan menandatangi berkas ini, tetapi aku yang akan mengajukan gugatan cerai dan menalaknya. Aku yang akan mencampakannya bukan dia," ujar Hendriyanto geram, dihempaskan kertas di tangannya ke atas meja.Sudut mata Edi menangkap raut wajah Sarah, selintas Edi melihat perempuan itu tersenyum puas, namun seketika wajahnya kembali menyamar menjadi begitu sedih. Edi menyadari perempuan di dekatnya bukan hanya pandai bersandiwara, namun di balik wajah polos dan tulus Sarah, ada serinai kebalikan dari itu, bahkan mungkin lebih bengis. "Baiklah, Mas ... Mas Hendri harus mengontrol emosi, jangan terlalu tertekan, tidak bagus untuk kesehatan spikologimu," ucap Sarah dengan nada lembut penuh perhatian."Yah, untung ada kamu, Sarah. Aku menjadi tidak terlalu tertekan," ucap Hendri, tatapannya yang garang jadi melunak."Kalau begitu saya permisi dulu, Pak." Edi segera keluar dari ruangan bosnya, dia muak melihat pasangan itu saling memberikan perhatian. Bosnya itu benar-benar sudah bu
Leo menjemput Mira di stasiun, dengan memakai pakaian casual, lelaki itu tampak lebih macho dari yang dilihat Mira enam bulan yang lalu. Tubuhnya yang tinggi nampak begitu menjulang di hadapan Mira, wajahnya dihiasi jenggot tipis dan sedikit cambang menambah aura maskulinnya begitu kentara."Hai, Kakak Ipar! Bagaimana perjalananmu?" sapa lelaki itu dengan wajah gembira."Hai ...." Mira merasa canggung dengan lelaki di hadapannya, rasa gugup terlihat jelas di matanya, bagaimana tidak? Dia baru sekali bertemu dengan adik suaminya, maaf ralat, mungkin sudah menjadi mantan suaminya saat ini. Berkomunikasi jarak jauh lewat sambungan Vidio call juga cuma sekali ketika Hendri mengabarkan kehamilannya dengan gembira, selanjutnya hanya menelponnya ketika dia berencana untuk pergi dari sisi Hendri. Mira hanya tahu jika lelaki ini selalu melanjutkan studi, belum pernah menginjak dunia kerja, tetapi sering melakukan berbagai penelitian di dunia sains dan teknologi, wajar saja jika diusianya ke
Hari itu Mira benar-benar kelelahan, sehingga dia memutuskan istirahat seharian di apartemennya, padahal dia rencananya akan berbelanja pakaian bersama Leo. Kondisinya yang sedang hamil muda membuatnya sering muntah dan tidak enak badan. "Sebaiknya kau istirahat saja, biarkan aku saja yang membelikan pakaian dan keperluanmu," ujar Leo setelah melihat kondisi Mira."Tidak perlu, Leo. Nanti merepotkan mu. Setelah aku sembuh, aku akan membeli semua keperluanku." Mira merasa sungkan selalu merepotkan pria ini."Sebaiknya mulai sekarang kau tidak usah mengatakan seperti itu, karena berani datang padaku, kau harus menerima resikonya, kau harus menerima semua pemberianku dan menerima jika aku mengatur semua kebutuhanmu," ujar Leo dengan arogan.Mira mengatupkan bibirnya mendengar perkataan lelaki itu, dia melihat sisi lain dari seorang Leo. Jika seperti ini, Leo tampak mirip dengan Hendri, apakah semua pria di keluarga Kusuma selalu bersikap demikian? Ya, mungkin saja, Meraka kan memiliki g
Sarah datang lagi mengunjungi Hendri di kantornya, tidak ada yang bisa menghentikannya. Walaupun ketika Mira masih di sini, wanita itu akan bebas melenggang menemui Hendri di kantornya. Sudah menjadi rahasia umum bagi karyawan di kantor Hendriyanto jika Sarah mutlak menjadi penyebab keretakan rumah tangga bosnya. Para karyawan di kantor ini telah menjadi saksi bagaimana kisah cinta antara bos dan karyawan ini, bagaimana bos mereka mengejar Mira dengan menyingkirkan rasa malu dan meruntuhkan keegoannya.Awal pertemuan mereka sebenarnya bencana yang tidak disengaja bagi Mira. Sudah satu tahun menganggur setelah lulus kuliah, dan berjibaku mencari kerja, mengesampingkan rasa malu setiap saudara atau tetangga akan menanyakan, kerja di mana? Berpendidikan tinggi-tinggi akhirnya nganggur juga. Pada awalnya Mira tidak menggubris cemoohan yang tertuju padanya, namun sejak ayahnya mengidap penyakit gagal ginjal, Mira terpacu mencari kerja menggantikan ayahnya mencari nafkah. Hari itu Mira be