Share

Cinta di hati suamiku
Cinta di hati suamiku
Penulis: Nainamira

1. Pupus sudah ikatan cinta kita

Mirayanti Sukma kembali membuka tirai, dipandangi halaman rumah lewat jendela. Hari sudah jam sepuluh malam tetapi suaminya belum juga pulang. Dua hari yang lalu lelaki yang telah hidup bersamanya selama enam bulan ini juga tidak pulang, alasannya kunjungan kerja ke luar daerah. 

Huh, omong kosong! Dia tahu Hendriyanto tidak ada kunjungan kerja. Sebagai CEO sebuah CV kontraktor, Hendriyanto memang biasa mengunjungi pengerjaan proyek di daerah, tapi kali ini Mira yakin, Hendri hanya beralasan.

Mira mendongak ketika melihat cahaya sorot lampu memasuki halaman rumahnya, seorang pria berperawakan tinggi, berbadan tegap, dengan wajah tampan turun dari mobil. Aura kebangsawanan seolah memancar dari raut wajah pria itu, dengan kulit coklat maskulin, Hendriyanto Kusuma seperti seorang model. Lelaki itu, sampai saat ini masih membuat hati Mira bergetar, hati Mira benar-benar sudah habis diberikan pada lelaki itu, Namun entah kenapa Tuhan masih mengujinya seperti ini.

"Baru pulang, Mas?" sambut Mira menyongsong suaminya.

"Ya." 

Hendriyanto langsung menuju kamar tanpa menoleh, perasaan Mira sudah berkecamuk tidak karuan. Dia ingin berteriak menumpahkan semua ganjalan di hatinya.

"Mas! Berhenti, kita perlu bicara!" ucapan Mira ditekan dengan dalam, air mukanya sudah begitu keruh.

"Ada apa sih?" jawab lelaki itu acuh tak acuh.

"Dari mana saja, kau? Jawab jujur, Mas."

"Jujur, ya? Aku baru saja pergi makan malam bersama Darmawan dan Waluyo," jawab Hendri tanpa menoleh pada Mira, entah kenapa dia benar-benar membenci wanita itu.

"Dengan Sarah juga, kan? Sekarang ceraikan saja aku, Mas. Jika kau mau bersama Sarah, aku ikhlas, tapi tolong ceraikan aku."

Sudut mata Mira sudah mengembun, hatinya bergetar, benarkah pria yang dulu selalu cemburu buta terhadapnya akan mampu menceraikannya, dia ingin membuktikan, seberapa berubah lelakinya ini. 

"Kamu gak usah cemburu buta seperti itu, aku mengenal Sarah sudah lebih dari sepuluh tahun, sedangkan mengenalmu tidak sampai sepuluh bulan. Aku banyak hutang budi padanya. Kau sedang hamil, mana mungkin aku ceraikan," ujar lelaki itu dengan tatapan kejam.

Mira tergugu mendengar ucapan suaminya, kenapa dia masih juga tidak mau menceraikannya. Batas kesabaran Mira juga ada batasnya.

Tiba-tiba ponsel Hendri berdering, mata lelaki itu membulat, segera dia angkat panggilan itu.

"Halo, ya Sarah, ada apa?"

Suara itu, begitu lembut dan merdu, berbeda sekali  jika bicara dengan Mira. Hati Mira kembali berdenyut, rasanya terasa sakit.

"Apa? Ya, kamu tenang saja, aku akan menanganinya," ucap lelaki itu setelah mendengarkan panggilan itu, entah apa yang dibicarakan perempuan jalang itu di telpon.

Mata Hendri begitu nanar menatap Mira, jika tatapan bisa membunuh, mungkin kini Mira sudah mati berkali-kali. Lelaki itu menutup telponnya dengan gusar. 

"Apa yang kau katakan pada Sarah?" tanya Hendri dengan suara ditekan.

"Apa? Apa yang dia katakan padamu?" Mira bertanya balik dengan suara bergetar.

"Kau tadi bertemu Laras dan memaki-makinya. Kau juga memaki-maki Sarah," ucap Hendri dengan nada marah.

"Dia dulu yang cari gara-gara denganku, bagaimana aku tidak memakinya," jawab Mira acuh tak acuh.

"Aku tidak suka ada orang yang mengusik Sarah, begitu juga keluarganya. Laras itu adiknya Sarah, dia juga seperti adikku. Sekarang kau telpon Laras, minta maaf padanya!" perintah Hendri dengan suara keras.

Mira membeku, seolah suhu disekitarnya berubah menjadi es. Musim panas yang gerah seperti ini tidak terasa panas baginya, dia justru menggigil kedinginan mendengar perkataan lelaki yang telah berjanji suci di depan ayahnya di saat terakhir dalam kehidupan lelaki yang dikasihinya itu di rumah sakit. Hendri mengucapkan ikrar dan berjanji akan membahagiakannya seumur hidupnya.

"Apa kau bilang? Aku tidak akan meminta maaf pada wanita jalang itu ataupun orang yang mendukungnya. Lebih baik aku mati saja daripada meminta maaf!" teriak Mira

Kilatan amarah terpancar dari tatapan mata Mira, matanya memerah, dia tidak peduli lagi dengan segala hal tentang Sarah. Dia sudah mati rasa sekarang, perkataan suaminya yang seperti belati itu, akan dia lawan, walaupun pihaknya akan menjadi kalah dan pesakitan.

"Aku membencimu, pergilah kau dari hadapanku!" bentak lelaki itu.

 

Dipandangi perempuan dihadapannya dengan tatapan nyalang, tiba-tiba hatinya mendadak terasa sakit, namun otaknya tetap mengatakan dia sangat membenci perempuan di hadapannya.

 

"Aku akan pergi, Mas. Sekarang ceraikan saja aku," seru Mira menatap wajah lelaki itu dengan serius, hatinya berdenyut nyeri, walau lama-lama terasa kebas, sakit tak berdarah itu sudah dapat dia tekan.

 

"Aku tahu, tapi kau sedang mengandung anakku, jika bayi itu sudah lahir, pergilah dari kehidupanku. Anak itu akan diasuh oleh Sarah."

 

"Aku ibunya, Mas. Ini anakku, aku tidak akan membiarkan kau berikan pada perempuan itu, kenapa kau tidak memiliki anak sendiri bersamanya!" 

 

"Aku tidak ingin dia menanggung sakit karena melahirkan."

 

"Hendri, kau bukan manusia!" Mirayanti Sukma mengatupkan giginya dengan geram, amarahnya sudah tidak bisa ditahan, dia tidak menyangka pengaruh hipnotis perempuan jalang itu sudah sejauh ini.

 

"Terus terang, wanita yang kucintai sekarang adalah Sarah. Bagaimana aku bisa menikah dengan wanita seperti dirimu."

 

Plakk

 

Hendri menatap nanar perempuan dihadapannya. Berani wanita ini menamparnya? Dia adalah Hendriyanto Kusuma, Bos besar pemilik poperty terbaik di kota ini. Wajah lelaki itu memerah menahan amarah. 

 

"Kau berani menamparku?" 

 

"Semoga dengan tamparan itu bisa menyadarkanmu, Hendriyanto Kusuma! Bagaimana kau bisa menikah denganku? Aku juga tidak akan sudi menikah denganmu jika kau tidak mengejar-ngejar diriku."

 

"Aku mengejarmu? Omong kosong apa yang kau katakan itu."

 

"Kau sekarang sudah muak denganku, kan? Mari kita bercerai!"

 

Mira melangkah kearah nakas dan membawa secarik kertas, lengan kirinya meraih pena di laci, dengan tegar berjalan ke arah suaminya.

 

"Sekarang, kau tanda tangani ini. Aku sudah membumbuhi tanda tanganku di sana." Mira menyodorkan kertas itu dengan kasar.

 

"Kau sudah menyiapkan semua ini? Kau benar-benar ingin bercerai dariku? Aku sudah katakan, aku akan menceraikanmu jika bayi dalam kandunganmu itu sudah lahir." 

 

Kepala Hendri tiba-tiba berdenyut melihat  secarik kertas itu, sudut hatinya terasa sakit, dia tidak tahu mengapa seperti ini, bukankah dia begitu membenci Mira, kenapa melihatnya meminta cerai dengan serius perasaannya menjadi gusar?

 

"Aku tidak akan menunggu selama itu, aku bisa gila. Aku ingin secepatnya bebas dari dirimu, agar kau puas memadu kasih dengan cinta pertamamu itu."

 

Mata Mira yang nyalang dan tegas, membuat perasaan Hendri bertambah buruk. Dia benar-benar tidak menyukai jika wanita di depannya memiliki ketegaran, seolah-olah Hendri tidak berarti lagi dalam hidupnya, apa? Hendri menggelengkan kepala, harusnya dia mengabaikan semua hal tentang perempuan ini. Dia membenci wanita ini, cintanya hanya untuk Sarah.

 

"Aku bilang tidak, ya tidak! Aku pasti menceraikanmu, tapi nanti setelah bayi itu lahir." Hendri segera meraih kertas yang disodorkan Mira dan merobeknya menjadi beberapa bagian.

 

"Hendriyanto, kau manusia durjana! Kau sungguh kejam! Aku tidak akan menyerahkan anak ini, kau dengar itu!" 

 

Mira benar-benar marah, dengan kalap dia menyerang Hendri dengan cakaran dan pukulan, segores luka cakar menghiasi wajah tampan itu tanpa ampun. Hendri segera meraih kedua tangan Mira, sekuat apapun serangan Mira, dia tetap kalah jauh dari tenaga lelaki itu. Mira masih memberontak dengan berteriak histeris, usia kandungannya yang baru menginjak trimester pertama membuatnya selalu merasa kesulitan, dia tidak selera makan, selalu mual dan muntah. Beratnya beban kehamilan ini masih juga ditambah kelakuan suaminya yang selalu menggoreskan luka bathin, membuat Mira semakin tertekan.

 

"Lepaskan aku!" teriak Mira, lengannya terasa sakit di pegang dengan kuat oleh Hendri.

 

"Kau ingin meminta cerai sekarang? Itu hanya mimpi!" hardik Hendri.

 

"Kau ingin menguasai anak ini? Itu juga mimpi!" balas Mira.

 

Mendengar perkataan Mira yang selalu melawan akhir-akhir ini membuat Hendri bertambah marah, mata Mira yang seolah tidak takut pada apapun membuatnya ingin melumpuhkan kesombongan wanita itu. Tanpa Hendri sadari, dia mendorong Mira dengan kuat hingga jatuh terjerembab ke lantai. Mira berteriak melolong kesakitan dan memegangi bagian perutnya. 

 

Tanpa perasaan Hendri melangkah pergi, dia merasa Mira hanya bersandiwara kesakitan, namun alangkah terkejutnya dia, ketika melihat bercak darah membasahi gaun Mira yang berwarna putih.

 

"Hendri, keparat kau! Kau ingin membunuh bayi kita, Ha? Arggg ...." Mira terus mengumpat dan mengerang, rasa sakit sudah tidak tertahan.

 

Hendri panik, ia segera meraih Mira, menggendongnya ke dalam mobil, dengan gemetar dia pacu mobinya menuju rumah sakit. Sepanjang jalan Mira terus berteriak kesakitan membuat Hendri bertambah panik, dia ingin menenangkan wanita itu, tapi dia tidak tahu caranya, karena yang menyebabkan semua itu juga dirinya. Dia hanya memacu mobilnya lebih cepat agar segera sampai rumah sakit, aura dingin menyergap jiwanya.

 

'Apa yang kulakukan? Kenapa aku mendorong Mira?' Sepanjang jalan rasa sesal menyelimuti hati lelaki itu.

 

****

 

 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
laki "bejat dan kejam ntar klu sdh sehat langsung henkang ssja ana
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status