Jamuan makan malam amal keluarga Lastana selalu menjadi sorotan di kalangan orang-orang kaya Kota Selayu. Setiap tahunnya bisa mengumpulkan donasi hingga ratusan miliar.Tema jamuan makan malam tahun ini adalah "Suara Bunga Mekar". Penggalangan dananya akan digunakan untuk membangun sekolah dan membeli buku untuk anak-anak perempuan di daerah tertinggal.Agar setiap anak perempuan menerima program wajib belajar, mengikuti suara hati, dan mengejar cahaya dalam hati mereka.Jamuan makan malam diadakan di lantai atas Hotel Royal, dihadiri kalangan sosial orang-orang kaya dan berkuasa di sana.Kakek Susilo sebenarnya tidak harus hadir, tetapi dia datang demi melindungi Rara kecilnya.Alhasil, seluruh keluarga Lastana semuanya keluar, kecuali Felix Lastana yang masih di luar negeri.Yara melihat Tanto ditemani oleh seorang wanita, tapi bukan Rita. Entah siapa dia.Begitu rombongan turun dari mobil, orang-orang jadi sangat ramai.Kakek Susilo hari ini menggunakan kursi roda dan meminta Yara
Melanie menatap Yudha dengan tatapan memelas.Yudha mengerutkan keningnya. "Tentu saja.""Kalau begitu, jangan tunggu lama-lama. Berapa lama kamu ingin terus bersama Yara?"Wajah Agnes berubah dingin. "Karena kamu sudah memutuskan untuk menikah dengan Melly, hari ini cuma untuk memberi kesempatan biar semua orang nggak kaget.""Tapi Kakek ...." Yudha jelas masih sangat enggan."Kakek bukan anak kecil. Menangani urusanmu sendiri dengan baik saja sudah berbakti namanya."Agnes mengeluarkan sisi kerasnya dan berbalik pergi sebelum Yudha sempat bicara lagi."Yudha ...." panggil Melanie ragu-ragu, menarik lengan baju Yudha dengan hati-hati.Yudha merunduk dan memberi tatapan yang menunjukkan amarah."Yudha, kali ini memang ibumu yang memintaku, bukan karena permainanku."Melanie hampir menangis. "Kalau kamu nggak mau, biar aku bilang ke ibumu.""Nggak perlu." Yudha berkata dengan suara dingin, "Nggak masalah kamu menari dengan siapa saja."Tak lama, acara dimulai.Setelah pembawa acara memb
"Hei, kebetulan sekali. Nyonya Lastana?""Ada apa? Bukannya kamu harus menari dengan Tuan Lastana untuk membuka acara?""Oh, maaf, aku lupa. Semua orang tahu kamu mendapatkan identitas itu dengan cara yang memalukan. Nggak ada yang menganggapmu serius. Tuan Lastana sedang berdansa bersama pujaan hatinya."Mereka adalah dua sahabat baik Melanie, Judy dan Winona.Sejak Yudha menggandeng tangan Melanie, mereka selalu memperhatikan Yara.Mereka awalnya mengira Yara akan bersembunyi bersama Kakek Susilo. Tak disangka, wanita tidak tahu malu ini berani keluar mempermalukan dirinya sendiri.Yara menatap mereka dingin. "Minggir."Mereka berdua seperti tidak mendengar dan masih berdiri bersama menghalangi jalan, memandang Yara seakan menantang."Memangnya siapa kamu, main perintah-perintah? Kamu kira, kamu ini benar-benar Nyonya Lastana?""Kalau kamu punya otak, cepat-cepatlah bercerai dan beri jalan untuk Melly.""Yara, atau jangan-jangan kamu pergi ke ranjang Kakek Lastana juga? Kenapa dia sa
Dia menyentuh kepalanya yang menerima pukulan dari Winona. Untung cuma sedikit berdarah.Dia membasuh bagian tubuhnya yang kotor dengan air bersih dan menata rambutnya sebelum keluar.Semakin mereka berharap dia menghilang begitu saja, semakin tidak ingin dia mengabulkan harapan mereka itu."Bagaimana keadaanmu?" Suara di luar pintu mengagetkan Yara.Dia berbalik dan melihat ternyata itu Tanto."Paman, kenapa nggak pergi berdansa dengan pasanganmu? Kamu ingin mendapat kursi paling depan melihatku dipermalukan?"Tanto mendesah ringan. "Kamu masih bisa bercanda, sepertinya kamu baik-baik saja."Dia berjalan perlahan di belakang Yara dengan tangan di belakang punggung."Paman, aku baik-baik saja. Pergilah berdansa bersama pasanganmu.""Jangan khawatir. Wanita seperti dia cuma mencari tiket masuk ke pesta semacam ini. Siapa pun pasangan dansanya, dia nggak peduli sama sekali."Benar saja, Yara melihat dari kejauhan wanita yang baru saja membantunya sedang memeluk pria lain dan menari denga
Semua orang menengok.Ekspresi di wajah Yara sedikit berubah. Dia tidak menyangka Silvia akan datang.Logikanya, Silvia tidak akan diundang ke acara seperti ini. Kecuali ... dia datang sebagai ibu mertua Yudha.Benar saja, Agnes maju menyambutnya."Bu Silvia, Ibu mertua Yudha, selamat datang!"Jika Yara tidak salah ingat, ini pertama kalinya Agnes menyebut Silvia seperti itu."Bu Agnes, lama nggak ketemu." Silvia tampak penuh rasa terima kasih.Yara tidak tahu trik apa yang coba dimainkan Silvia dengan kemunculannya sekarang. Dia menatap Melanie dan melihat senyuman tipis di bibir Melanie.Setelah Silvia menyapa Agnes, dia menoleh ke arah Kakek."Pak Susilo, saya nggak bisa menerima uang 1 triliun ini, tolong ambil kembali."Kakek Susilo mengerutkan keningnya. "Uang ini bukan untukmu."Tanpa diduga, Silvia justru berlutut di depan semua orang. "Pak Susilo, Bu Agnes, kejadian tahun itu karena kesalahan saya dan Rara. Saya minta maaf kepada keluarga kalian."Seluruh ruangan menjadi gempa
Matanya berangsur-angsur semakin dingin. "Silvia Damara!"Begitu membuka mulut, dia memanggil Silvia dengan namanya secara langsung."Mau bikin masalah apa lagi kamu?"Silvia merasa tidak enak. Mungkinkah Yara berani putus hubungan dengannya di depan banyak orang?Yara sudah tidak takut malu?"Bukan aku yang membuat masalah, tapi kamu, yang seharusnya ibuku."Yara tersenyum pahit. Suaranya sedikit lebih keras."Entah itu kejadian tahun lalu atau hari ini, wanita yang mengatasnamakan dirinya ibuku ini nggak pernah menanyakan keinginanku.""Setahun yang lalu, dan bahkan sejak dulu, aku menanggungnya dengan lapang dada karena dia adalah ibuku.""Tapi sekarang aku sadar, nggak ada ibu yang akan menyakiti anaknya seperti ini. Jadi ....""Hari ini, dengan kesaksian Kakek Susilo, semua orang dari keluarga Lastana, dan semua orang yang hadir. Aku, Yara Lubis, dan Silvia Damara, telah memutuskan hubungan antara ibu dan anak."Bisikan-bisikan terus terdengar. Tidak ada yang mengira akan terjadi
"Kakek." Yudha jelas tidak ingin menjelas. "Aku sudah memutuskan untuk masalah ini, jadi jangan bertanya lagi."Ekspresi Kakek Susilo berubah. "Ya sudah, aku nggak akan tanya lagi."Perlahan dia merebahkan tubuhnya, memunggungi Yudha. "Kalian pergilah, pindah dari rumah ini besok.""Kakek ....""Pergi!"Yudha hanya bisa keluar dulu dan kembali ke kamarnya.Setelah Yara mandi, dia merasa luka di kepalanya semakin sakit. Jadi, dia duduk di depan cermin rias dan membuka-buka rambutnya, ingin membersihkan lukanya.Begitu menemukan lukanya, dia mendesis kesakitan. Yudha tiba-tiba membuka pintu dan berjalan masuk.Yara spontan merapikan rambut dan menutupi lukanya, melihat ke cermin rias dengan wajah kaku.Meski cintanya kepada Yudha begitu rendah diri, dia tidak ingin Yudha melihat lukanya.Dia tidak tahan menerima tatapan kasihan dari Yudha.Yara bangun hendak pergi tidur, tapi tak disangka Yudha menahan bahunya."Kamu mau apa?" tanya Yara gugup.Yudha tidak berkata apa-apa dan mengulurkan
Yudha hanya menatapnya, seolah menunggu dia mengatakannya sendiri.Namun, sebagai seseorang yang akan bercerai dengannya besok, apa lagi yang bisa Yara katakan? Untuk apa?Dia memalingkan mukanya dan tidak menatap Yudha lagi. "Lupakan saja."Yudha seperti ingin mengatakan hal lain, tetapi tiba-tiba terdengar ketukan cemas dari luar pintu.Keduanya merasa jantung mereka berdebar kencang pada saat yang bersamaan.Yara segera pergi membuka pintu dan melihat perawat Kakek Susilo di luar."Pak Yudha, Bu Yara, Pak Susilo ...." Perawat itu sangat cemas hingga tidak dapat bicara dengan jelas. Air matanya mengalir tanpa henti. "Bawa ke rumah sakit, cepat ...."Yudha bergegas berlari keluar seperti angin.Kakek Susilo terkena serangan jantung dan pingsan.Yudha segera membawanya ke dalam mobil."Aku ikut." Yara spontan mengikutinya."Masuk." Mobil mewah itu keluar dari garasi bawah tanah. Yudha menginjak pedal gas dan melesat keluar.Agnes segera menelepon Tanto, meminta sopirnya membawa mobil l