Baru kali ini dia melihat yang jelas-jelas nama panggilan dekat, seperti Rara.Dia mengembalikan ponselnya kepada Felix. "Hapus saja dia. Nggak perlu terlalu nama kontak yang terlalu sayang-sayang begitu.""Kenapa langsung ditutup?" Felix tidak peduli sedikit pun pada perkataan Yudha dan justru pergi ke teras untuk menelepon Yara kembali.Yudha menatap punggungnya, merasa jengkel entah kenapa.Pada saat itu, Melanie berjalan ke sisinya. "Bagaimana, Yudha? Paman Tanto sudah bisa dihubungi?"Yudha mendengus jijik. "Mungkin main-main sama si Siska lagi.""Benarkah? Kenapa?" Melanie berpikir sejenak. "Bukankah Paman selama ini menganggap Siska sebagai pelampiasan? Apa mungkin Siska yang nggak mau melepaskan?"Dia membatin dalam hati, jika Liana tahu tentang hal ini, Siska tidak akan bisa hidup tenang."Dia mungkin sedang mengandung anak Paman." Yudha tidak habis pikir apa yang sedang dilakukan Tanto."Hah?" Melanie benar-benar terkejut."Jangan ungkit masalah ini di depan Tante Liana," kat
Mencari seseorang, terlebih lagi orang yang tidak sengaja ingin menyembunyikan diri, adalah hal yang sangat mudah bagi Felix.Dia menatap orang yang perlahan mendekatinya itu.Tanto tidak menyangka Felix ada di sini. Setelah rasa terkejutnya mereda, dia segera menenangkan diri.Keponakannya yang satu ini bukan orang yang suka ikut campur."Siska di dalam?" tanya Felix langsung.Tanto mengangguk. Dia tahu akhir-akhir ini Felix sangat dekat dengan Yara dan Siska, bahkan sampai membantu mereka pindah.Namun, kenapa?Hanya karena ayahnya sayang kepada Yara?Saat melihat Felix berjalan menuju kamar, dia mengingatkannya dengan suara yang dalam, "Dia sedang tidur.""Aku tunggu di depan pintu!" ucap Felix tanpa menoleh ke belakang.Seperti dugaannya, Felix tidak bertanya apa-apa lagi.Tanto tidak jauh lebih tua dari Felix dan hanya memiliki sedikit kenangan tentang keponakannya ini.Yang tidak akan pernah dia lupakan adalah tekad Felix saat pergi ke luar negeri. Memikirkannya lagi setelah dia
"Kenapa kamu di bawah?" Ekspresi Felix semakin lebih buruk ketika melihatnya.Siska turun dari mobil dan bergegas memeluk Yara. "Rara, maaf sudah membuatmu khawatir."Dia mengirim tatapan memohon kepada Felix. Pria ini dari tadi terlihat seperti ingin membunuh seseorang."Cepat naik," desak Felix."Iya." Siska mengangguk-angguk, menarik Yara menuju lift."Kak Felix, kamu juga cepat-cepat pulang dan istirahat." Yara melambaikan tangannya pada Felix sebelum masuk bersama Siska.Setelah sampai di dalam rumah, Siska memeluk Yara. "Rara, apa yang harus aku lakukan? Apa yang harus aku lakukan?""Ada apa? Apa yang terjadi?" Yara menepuk-nepuk punggungnya penuh rasa pilu. "Kamu ... pergi ke pesta pertunangan tadi?"Siska melepaskan Yara, menundukkan kepalanya dan berbisik, "Bukannya aku pergi ke sana, tapi Tanto ... menyeretku ke Hotel Royal.""Mau apa dia?" Yara tak kuasa menahan amarahnya. "Siska, tahu nggak? Pesta pertunangannya dibatalkan."Siska mungkin bisa menebaknya, tetapi saat itu, T
Yara duduk di tempat tidur beberapa saat sebelum akhirnya pulih.Dia pergi keluar kamar dengan wajah lelah dan melihat Siska sudah menyiapkan sarapan."Kenapa kamu pucat sekali? Nggak bisa tidur nyenyak?" Siska berjalan ke arahnya dengan raut wajah khawatir."Nggak, aku cuma mimpi agak panjang." Yara tersenyum kecil, lalu dia menyadari Siska sudah berpakaian lengkap. "Kamu mau keluar? Nggak sarapan dulu?"Siska menyerahkan ponselnya.Yara melihat ada sebuah pesan teks. Di bawahnya tertulis nama Liana."Liana minta ketemu?"Siska mengangguk. "Dia mungkin tahu apa yang terjadi kemarin, jadi dia ingin menyelidikinya.""Kenapa? Dia ingin mempertanyakan kamu?" Instingnya sebagai seorang wanita tahu bahwa Liana pasti datang dengan niat buruk. Yara berbalik dan kembali ke kamarnya. "Aku ikut.""Nggak usah." Siska menariknya, tertawa kecil. "Dengan kekuatanmu sekarang, kalau ingin berkelahi juga, mungkin aku masih harus melindungimu.""Nggak peduli, pokoknya aku ikut." Meski bukan perseteruan
Ternyata, Tanto tidak peduli apa pun. Jadi, dia kemarin ...Kata-kata Liana membuyarkan lamunan Siska."Bertahun-tahun lamanya, Perusahaan Lastana mendanai banyak panti asuhan. Ayah angkatku membawaku ke keluarga Lastana saat aku berumur lima tahun. Waktu itu, Tanto masih tiga tahun. Dia masih kecil dan belum mengerti apa-apa."Siska menatapnya, menunggu dia melanjutkan."Kami tumbuh bersama dan saling menjaga satu sama lain. Saat itu, Perusahaan Lastana sedang dalam masa penuh tantangan. Kami sering ditinggal ayah kami selama beberapa bulan.""Aku selalu menganggap dia sebagai adikku. Aku sudah membalas semua kebaikan yang diberikan ayahku dan keluarga Lastana untukku. Mereka sangat berharga bagiku, jauh lebih berharga dari hidupku sendiri. Aku kaget setelah mengetahui ternyata Tanto jatuh cinta kepadaku."Kuku Siska menghunjam kuat di telapak tangannya."Aku sudah menolaknya, lalu dia menyakiti diri sendiri dan melukai sekujur lengannya. Dia membiarkan dirinya jatuh, mulai merokok da
Yara belum pernah melihat Siska seperti ini sebelumnya. Hatinya benar-benar dilanda panik."Siska, kamu kenapa? Liana bilang apa? Jangan menangis, jangan menangis."Siska tidak ingin Yara khawatir, tetapi dia sama sekali tidak bisa membendung air matanya. Dia hanya bisa berkata dengan suara lirih sambil sesenggukan, "Rara, nggak ... nggak apa-apa. Biarkan ... biarkan aku menangis sebentar.""Menangislah, menangislah." Yara memeluk Siska dan menepuk-nepuk punggungnya.Mereka berdiam di tempat sepi itu selama hampir setengah jam sebelum akhirnya Siska bisa mengendalikan dirinya lagi."Rara, aku sudah memutuskan, aku ingin pergi dari Selayu.""Pergi?" Yara juga baru-baru ini memikirkannya. Setelah menceraikan Yudha, dia pasti harus menyembunyikan kehamilannya, jadi, tentu saja dia harus pergi.Dia hanya tidak menyangka Siska juga ingin pergi. "Kalau begitu, ibumu ...""Aku ingin membawanya pulang ke kampung halaman." Siska tampak sudah memikirkan banyak hal selama setengah jam terakhir. "
Logikanya, Yara seharusnya tidak bisa hamil. Apa yang terjadi?Teresa berusia sekitar 40 tahun, memakai kacamata tanpa bingkai, dengan mata penuh keagungan.Dia menatap Melanie dan menyerahkan berkas pasien di tangannya. "Baik apanya? Dengan kondisinya, nggak perlu berharap untuk bisa hamil."Mata Melanie langsung berbinar saat mendengar hal ini. Dia membalik-balik berkas di tangannya dan menemukan bahwa Yara hanya melakukan pengobatan rutin saja.Teresa melanjutkan, "Kalau bukan karena dipercayai seorang teman, saya sudah ingin meyakinkan dia untuk berhenti membuang-buang waktu.""Bu Dokter, saya minta maaf sudah merepotkanmu." Melanie merasa sangat gembira di dalam hatinya.Namun, begitu dia meninggalkan kantor, Teresa langsung menelepon seseorang."Felix, ada perempuan yang mengaku sebagai sepupu Yara baru saja datang ke sini. Dia tanya-tanya soal kehamilan Yara."Wajah Felix menggelap.Teresa melanjutkan, "Aku memberinya catatan medis palsu seperti yang kamu minta waktu itu. Aku bi
Yudha dapat melihat wajah Felix memucat, jadi dia berhenti bicara.Setelah beberapa saat, Felix perlahan bertanya, "Apa hubungannya ... dengan Melanie?""Kak." Yudha menegaskan, "Melly adalah gadis yang waktu itu.""Mana mungkin? Kamu pasti keliru." Felix jelas tidak setuju."Kak, saat aku keluar dari rumah sakit, aku meletakkan liontin milikku di tangannya," jelas Yudha dengan sangat yakin. "Liontin itu ada di tangan Melly sekarang."Felix ragu-ragu sejenak. "Gadis kecil itu nggak sadarkan diri waktu itu. Mungkin ... liontinnya diambil orang lain?"Yudha menggelengkan kepalanya. "Nggak diambil orang lain. Gadis itu memang benar Melly. Ada hal lain yang kamu nggak tahu."Dia menghela napas dalam-dalam. "Waktu itu, aku dengar yang dikatakan dokter. Dokter itu bilang, gadis itu nggak akan bisa lagi menjadi seorang ibu."Dia berkata dengan mantap, "Karena itulah, aku pasti akan menikah dengan Melly.""Hanya karena ini?" tanya Felix bimbang. "Bagaimana dengan Rara? Apa kamu nggak punya sed