Share

DISESATKAN NYA

"Apa sebelum kesini, kamu pernah buka, atau mimpi baca Doa kayak, mantra gitu?"

"Nah, baru inget!"

"Sehari, sebelum berangkat. Aku mimpi dibacain mantra, sama sosok nenek-nenek!"

Mendengar ceritaku, Bianca, dan Zio, terkejut. Aku menceritakan semuanya. Namun, saat sedang bercerita, sesuatu terjadi.

"Lari!!!"

"Lari, ada air bah" teriak Zio, sambil menarik tanganku, dan Bianca.

Kami benar-benar ketakutan, kami berlarian, tanpa memikirkan barang, yang kami bawa.

"Jangan pisah, jangan pisah!" Teriak Zio, sambil terus, memegang tangan kami.

Namun sayang, air bah begitu deras, dan menerjang kami semua. Kami terbawa, entah berada dimana kami, sekarang.

Aku terbangun, aku ketakutan setengah mati. Aku melihat Bianca, dan Zio, yang sama-sama ketakutan, setengah mati.

"Kita bakal mati, disini" 

"Kita harus kuat, kita bisa pulang" aku berusaha menenangkan.

"Kita pasti bisa, ayo kita harus turun, sekarang"

"Sebelum kita, benar-benar kehabisan tenaga" Zio, memberikan arahan.

Kami saling menguatkan, satu sama lain.

Di setiap perjalanan, kami merasa aneh. Bukan kah tadi, ada air bah? Tapi mengapa, keadaan sekitar tetap sama, tidak ada yg rusak.

"Rasanya aneh, air bah menerjang kita, begitu dahsyat. tapi, keadaan alam tetap sama, seperti sebelumnya" Ungkap Bianca.

"Benar, Apa barusan kita mimpi?" Tanyaku.

"Entahlah, ayo kita harus tetap fokus turun"

Disini, kita paham. Kita, telah membuat penghuni marah.

Suara cekikikan terdengar jelas, ditelinga kami semua. 

"Siapa? Siapa yang cekikikan itu?" Bianca bertanya. namun, tidak ada dari kami bertiga, yang cekikikan.

"Itu mereka, jangan dihiraukan. Tetap fokus, pada jalan" Zio terus bicara, untuk tidak menghiraukan, apa yang terjadi.

Disepanjang jalan, kami terus berdoa. Suara cekikikan itu, terdengar sangat keras, dan jelas. 

Setelah beberapa lama, suara cekikikan itu hilang. Kami merasa sedikit lega.

"Aku lapar, aku haus" 

"Sama Fir, ayo kita cari sungai sama makanan, kalo ada buah kita petik"

"Iya, kalian jalan duluan, biar aku yang dibelakang" 

Begitu lama kami mencari makanan, dan sungai. Namun, tidak ada tanda-tanda, keberadaan sungai.

"Udah berapa lama kita nyari, gak ketemu"

"Jangan nyerah Fir, yuk semangat!"

"Eh denger?, Kayak suara arus sungai" 

Mendengar ucapan Bianca, kami sangat senang. Kami menelusuri, ke tempat suara itu berasal. Dan ya!

"Hore, kita gak akan mati" 

"Sudah ku bilang, kita pasti bisa"

Kami sangat senang, dan juga disana, terdapat pohon mangga, yang begitu lebat.

"Lihat tuh!"

"Ada buah mangga juga, Di sana"

"Biar aku yang petik, kalian diam disini saja" Zio lalu pergi, untuk memetik beberapa mangga.

"Beruntung banget, Zio ada bersama kita"

"Iya, bener"

"Aku bakal cari botol, buat ngisi air, biar nanti diperjalanan gak haus" 

Selagi menunggu Zio, kami mencari botol, lalu mengisinya dengan air, dengan harapan air itu cukup, untuk menghilangkan dahaga, disaat perjalanan nanti.

Zio, sudah kembali. Ia membawa enam buah mangga, yang begitu menggoda.

Kami memakannya, kami sangat bersyukur.

"Ayo, habiskan, habiskan"

"Mangganya manis!"

"Aku sudah kenyang, mau lanjut jalan?"

"Istirahat bentar, aku capek"

Disaat itu, suara cekikikan terdengar, kembali.

"Ayo cepet, kita harus pergi" Zio terburu-buru, dan mulai perjalanan.

"Mereka tidak membiarkan, kita tenang sedetik pun."

"Jangan liat kanan kiri, inget!"

"Iya, Zi"

Suara cekikikan itu, menjadi sangat menakutkan. Karna, suara-suara ngauman, ikut meramaikan teror ini.

"Waduh, aku bener-bener takut, ngerasa di belakang ada, yang ngikutin"

"Tenang Bi, ada aku" Ucap Zio, berusaha menenangkan.

Brughh!!!

"aduh kenapa berhenti, Fir?"

"Tolong, tolong"

"Zio, Bianca, tolong aku" Aku merengek, ketakutan.

"Kenapa, Fir"

"Ada apa? Istigfar, baca doa, Fir"

"Ada kepala didepanku" 

"Tolong, kepalanya Hancur" aku terus menangis

"Gak ada, Fir. Sadar"

Bianca, dan Zio, terus berdoa. Berharap kepala itu, bisa cepat pergi, dari hadapanku.

Aku terus menangis, histeris.

"Dia gak mau pergi, dia cekikikan" 

"Ya Allah. aku berdoa padamu, singkirkan makhluk ini dari, hadapanku" 

Ditengah itu, Bianca, dan Zio, mereka memeluk, dan terus membaca doa.

Akhirnya, makhluk itu menghilang. 

"Kamu gak apa-apa?"

"Aku, gak apa-apa, lanjut jalan"

"Istirahat dulu, kamu pasti shock"

Ya, aku sangatt shock. tapi, aku berusaha untuk terus turun, supaya bisa cepat, pulang.

Baru saja kami, berjalan beberapa langkah. suatu, kembali terjadi. hujan darah, ya!.

"Darah?, berlindung!"

"Berlindung, dibalik dedaunan"

Darah yang turun, begitu amis. kami hampir mati, mencium aromanya. 

"Cepat kita lari saja, sepertinya di depan tidak ada, hujan darah ini"

Kami berlari, dan benar, hanya ditempat itu saja. Aku dan Bianca, muntah-muntah karna, tak tahan bau amis dan juga busuk.

"Minun dulu" Zio memberikan botol minum, yang sudah kami isi, di Sungai tadi.

"Sudah enakan?"

"Udah, ayo lanjut lagi, udah gak tahan pengen pulang"

"Baik, ayo hati-hati, jangan dengerin suara-suara, kecuali arahan dari aku" kata Zio.

Belum melupakan teror barusan, teror baru kembali menganggu kami. tak habis pikir, sebenarnya kesalahan apa, yang telah kami perbuat, sampai mereka tidak mengampuni, kami semua.

"Berhenti, ada pendaki disana, syukurlah kita bisa minta bantuan sama mereka" 

"Benar, ayo kita datangi mereka"

"Boleh kah kami meminta sedikit, makanan?"

Namun, mereka tidak mendengarkan kami, kami berusaha bicara lagi.

"Hallo kak, bisa kami mendapatkan sedikit, air dan makanan?"

"Sebenarnya, kami terbawa air bah, lalu kami tersesat, semua barang yang kami bawa hilang"

"Apakah itu ulah mereka?" Tanya nya.

"Ehm, mungkin"

"Kesalahan apa, yang kalian perbuat?"

"Hm"

"Baik, maaf kan aku karna menanyakan, itu"

"Sebentar, aku akan mengambil beberapa makanan"

"Baik, terima kasih kak"

"Allhamdulillah, mereka baik" 

"Bi, gimana luka mu?, Udah gak sakit?"

"Udah mendingan kok, Fir"

Pendaki itu datang, dengan membawa beberapa kotak makan.

"Silahkan dinikmati, kalian terlihat sangat lapar"

"Ahha, kami hanya makan mangga"

Saat kami membuka kotak makan, betapa terkejudnya kami!

Tidak ada makanan, hanya ada sekumpulan belatung, ulat, tanah, dan daging, yang berlumuran darah. 

"Apa-apaan ini?, jika kalian tidak mau menolong kami, tolong jangan seperti ini!" aku marah pada, pendaki itu.

"Hentikan, Fira. Bianca, apa kau berfikiran sama sepertiku?" 

"Iya Zio, aku berfikir sama seperti mu"

Para pendaki itu, bukanlah manusia. mereka berubah, menjadi sosok hitam besar, yang memiliki banyak bulu.

"Lari!!!!"

"Terus baca doa, minta pertolongan sama Allah" kami berlari secepat mungkin.

Sosok itu terus mengejar kami, seperti dalam film. langkahnya begitu besar, kami hampir tertangkap. ditengah itu, suara cekikan muncul lagi, membuat kami semakin ketakutan.

"Jangan berhenti, kita pasti bebas"

Brugh!

"Tolong, tolong aku, ada seseorang yang memegang kakiku, aku tidak bisa berjalan" Bianca terjatuh.

Aku, dan Zio, berusaha menarik Bianca, tapi benar-benar sulit. ditambah, makhluk itu hampir dekat, dan suara cekikikan, membuat kami begitu panik, dan pasrah.

"Sudah, kalian pergi saja, tinggalkan aku" Bianca sudah mulai, pasrah.

"Tidak, kita akan selalu bersama, kekuatan kita lebih besar, daripada ketakutan kita bukan" aku, dan Zio terus berusaha, menarik Bianca.

"Kalian tidak akan pernah, bisa lolos!" Suara-suara seperti itu terdengar jelas

Keadaan begitu rusuh, mereka ada dimana-mana. sosok hitam berbulu itu, dia ada pas, dihadapan kita.

"Kita akan mati," dan brugh, kami tidak percaya ini, barusan kami berada di keadaan, yang begitu menakutkan. namun, itu hanya mimpi. kami terkejut ketika, melihat sedang berada di sisi Sungai tadi!

"Apa? Kita berada di Sungai ini?, Apakah kita bermimpi?"

"Sial, sampai kapan kalian akan seperti ini" Aku, dan Bianca terus menangis.

"Aku sudah lelah, rasanya aku ingin mati saja" 

"Tolong hentikan, kita pasti bisa pulang dengan selamat, Allah, akan melindungi kita"

"Ya Allah, tunjukan lah kekuasaan mu"

Kami terus berdoa, dengan mata yang bengkak, dan mengeluarkan banyak air mata. tubuh kami sudah kotor, penuh luka, dan tanah.

"Kalian tinggalkan saja aku, aku sudah putus asa, aku tidak bisa berjalan lagi" Bianca, putus asa.

"Jangan bicara seperti itu, jika kau tidak bisa berjalan, aku akan menggendongmu"

"Tidak Zio, aku sudah membebani mu"

"Tidak masalah, aku tidak keberatan, aku hanya ingin, kita bertiga pulang dengan selamat, tidak ada yang tertinggal. kita pergi bersama, pulang pun harus bersama" 

"Tapi Zio?"

"Apa kau, tidak percaya padaku, Bi?"

"Sungguh beruntung, Zio ada bersama kami, jika tidak mungkin, aku dan Bianca sudah berbeda alam, sekarang" batinku.

"Baiklah, jika kalian belum siap untuk berjalan, aku akan mencari kayu bakar, kita akan masak singkong, itu lihat?"

"Aku takut kalo, singkong itu berubah menjadi sekumpulan belatung, dan ulat"

"Ya sebelum makan, baca doa dulu, insyaAllah itu gak bakal terjadi"

Aku hanya tersenyum, mendengar jawaban Zio. ia pergi, mencari kayu dan memasak makanan, seadanya.

"Nah, udah nyala apinya, kalian pasti kedinginan kan"

"Zi, kamu jangan mikirin keadaan kita terus, kamu juga harus, mikirin keadaan kamu sendiri"

"Tenang aja, aku gak apa-apa!"

"Enak nih singkong, yo dimakan"

Kami pun menyantap makanannya, begitu nikmatnya makanan ini, meskipun sekedar singkong bakar, tapi ini bisa membuat kami menjadi kuat.

"kita harus optimis, bentar lagi pasti kita pulang"

Zio, terus berkata yang sama, dia meyakinkan kita pasti pulang, dengan selamat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status