Share

5. Aku di Mana

“Ibuuu … Ibuuu … jangan tinggalkan Reina, Bu. Reina sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi selain Ibu. Ibu … Reina ingin ikut bersama Ibu ….”

Lareina berteriak histeris. Dia menangis dengan sangat memilukan. Siang itu, ibunya sudah dimakamkan di pemakaman umum, yang terletak tidak jauh dari rumahnya.

Para pelayat memenuhi rumah terakhir untuk ibu Lareina. Pemakaman tersebut dilakukan secara Islam. Sebab di desa itu memang mayoritas Muslim. Karena penduduk di desa tersebut merupakan pendatang dari Negara Albania, yang merupakan satu-satunya negara Muslim di Eropa.

Para tetangga Lareina berusaha menenangkan gadis tersebut agar berhenti menangis, dan agar berhenti berteriak histeris. Namun, Lareina justru semakin histeris.

Sementara Liceo dan Damian, mereka berdiri tak jauh dari makam. Tiba-tiba, mata Lareina tertuju pada kedua pemuda tampan itu. Dia menatap nyalang pada Liceo. Secepat kilat dia berlari ke arahnya.

“Laki-laki iblis kau! Kau yang menyebabkan ibuku tiada. Kau jahat. Kau kejam. Aku sangat membencimu! Mengapa kau tidak membunuhku saja agar kau puas?!”

Lareina memukul-mukul dada Liceo. Dia benar-benar sudah lepas kontrol. Dadanya sesak dan bergemuruh. Air mata sudah kering. Matanya bengkak, suaranya parau. Namun, Liceo hanya diam saja menerima perlakuan Lareina. Dia menyadari kesalahan terbesar dalam hidupnya.

Sementara para warga yang masih ada di tempat tersebut, mereka menatap Liceo tanpa berkedip. Jauh di lubuk hati mereka bertanya-tanya, siapakah lelaki tampan itu?

Mengapa sejak tadi malam Lareina selalu mencaci makinya dengan kata-kata kasar? Karena selama ini mereka tahu bahwa Lareina adalah sosok gadis yang baik, ramah, sabar, lemah lembut dalam bertutur kata terhadap siapapun. Namun, mengapa kini dia berubah menjadi sosok gadis yang kasar dan pemarah?

Damian menyadari arti tatapan mereka. Lalu, dia menghampiri warga tersebut dan mengajak mereka untuk kembali ke rumah. Dia akan menjelaskan tentang dirinya dan sang bos agar para warga tidak menduga-duga saja.

Akhirnya mereka pun pulang. Dan kini hanya tinggal Lareina dan Liceo saja di pemakaman tersebut. Lareina masih terus memukuli dada dan bahkan wajah Liceo. Dia tetap berteriak dengan mencaci maki Liceo dengan sumpah serapahnya.

“Aku sangat membencimu. Membencimu. Bunuh saja aku, sudah tidak ada gunanya lagi aku hidup. Hidupku sudah hancur, kehormatanku sudah hancur, masa depanku sudah hancur.”

“Aku sudah tidak memiliki masa depan lagi. Aku sudah tidak suci lagi, aku sudah ternoda, aku kotor. Tidak akan ada lagi laki-laki yang mau menerima diriku yang sudah kotor ini.”

“Bunuhlah aku. Aku sangat membencimu. Membencimu. Aku membenci —”

Suara Lareina menghilang, tubuhnya merosot ke bawah. Liceo yang menyadari itu segera menahannya. Dia memeluk tubuh sang gadis yang sudah terjatuh di tanah. Lareina kembali tak sadarkan diri.

Liceo menatap wajah gadis malang tersebut yang semakin memucat. Perasaannya sungguh tak menentu. Dia memejamkan mata. Dia bingung harus berbuat apa karena pikirannya sedang kalut sehingga tidak bisa berpikir dengan jernih.

“Nona Lareina, tolong bangunlah. Tolong maafkan aku. Aku mengaku salah, tapi aku berjanji akan bertanggung jawab. A-aku a-akan menikahimu. Aku —”

“Bos, ayo, kita pulang. Nona Reina pingsan lagi?”

Tiba-tiba suara Damian sudah berada di belakang Liceo. Liceo terhenyak, dia melihat ke arah sumber suara. Matanya yang merah membuat sang asisten iba dan tak tega.

Damian pun melangkahkan kaki menuju sang bos. “Bos, tolong maafkan aku. Semua ini salahku, berawal dari diriku yang salah mengambil tindakan. Aku kira tidak akan berakibat fatal seperti ini.”

Damian menghela napas. “Aku pikir Nona Reina akan mudah diperdaya dengan uang. Aku pikir dia akan sama dengan kebanyakan gadis pada umumnya, yang akan dengan mudah menyerahkan kesuciannya dan ditukar dengan uang.”

“Ternyata aku salah besar, salah menduga. Karena ternyata Nona Reina adalah gadis yang memiliki prinsip hidup. Dia ternyata gadis yang baik, dan berbakti pada ibunya. Aku menyesal, Bos, sungguh menyesal.”

Damian terduduk sambil menundukkan wajah. Bahunya terguncang. Ya … Damian menangis karena dia sangat menyesali perbuatannya yang sangat ceroboh. Hingga berdampak pada nyawa dan mental seseorang.

Liceo memandang sang asisten dengan iba. Dia yang awalnya menyalahkan Damian, tapi kini merasa tak tega terhadap sang asisten. Karena semuanya tidak akan terjadi jika tidak berawal dari permintaannya yang memerintahkan Damian untuk mencarikannya seorang gadis.

Menyesal pun tiada berguna. Karena semuanya telah terjadi. Liceo menarik napas dan mengeluarkannya dengan berat. Dia memejamkan mata, tapi otaknya tengah berpikir keras atas peristiwa yang kini sedang menderanya.

“Dam, semuanya sudah terjadi. Kita menyesal pun sudah tak ada gunanya. Nanti kita pikirkan dan bicarakan lagi masalah ini. Sekarang, bagaimana caranya kita menyelesaikan urusan kita di desa ini?" Liceo berbicara seraya menatap Damian.

Damian mendongakkan wajah dan membalas tatapan Liceo. “Baik, Bos. Kau tenang saja karena aku sudah menjelaskan pada warga desa ini bahwa kita adalah orang yang memiliki hubungan khusus dengan Nona Lareina.”

“Apa maksudmu, Dam?” Liceo bertanya dengan mengernyitkan dahi.

Damian terlihat membisikkan sesuatu di telinga Liceo. Liceo pun mengangguk-anggukkan kepala. Lalu setelah itu, mereka pun meninggalkan pemakaman dan menuju rumah Lareina. Liceo membopong tubuh gadis cantik tersebut.

*****

“Ibu … di mana ibuku? A-aku ada di mana? Apakah aku sudah ada di surga bersama ibuku?”

Lareina meracau setelah terbangun dari tidur panjangnya. Matanya menatap sekeliling ruangan yang sangat luas dan mewah. Ruangan kamar berwarna gold, dengan ranjang king size yang berwarna gold juga. Semua perabotan di dalam kamar tersebut berwarna emas.

Gadis tersebut mengernyitkan keningnya seraya menatap lekat seluruh yang ada di ruangan itu. Dia tidak mendapati sang ibu di tempat tersebut. Namun, matanya terhenti pada dinding yang terdapat foto keluarga.

Foto itu menampakkan pemandangan keluarga harmonis. Sepasang suami istri yang terlihat masih sangat muda sedang menggendong seorang anak laki-laki berusia 3 tahun.

Lareina bertanya-tanya, foto siapakah itu? Dan saat ini dia sedang berada di mana? Berjuta pertanyaan memenuhi benaknya. Dia pun menatap ke tubuhnya yang kini sudah berbalut pakaian mewah. Dia kembali berpikir, siapa yang mengganti pakaiannya?

Belum usai pertanyaan demi pertanyaannya yang belum mendapatkan jawaban, kini dia dikejutkan dengan kehadiran 5 orang maid yang mengenakan seragam hitam dan putih, dan kini sedang berjalan menghampirinya.

Lareina sempat berpikir, apakah ke lima perempuan muda dan cantik-cantik itu adalah bidadari surga? Namun, mengapa ibunya tidak terlihat sejak tadi? Ke mana ibunya jika memang mereka sedang berada di surga bersama?

“Nona, Anda sudah bangun? Mari, ikut kami ke kamar mandi, kami akan memandikan Nona. Setelah itu, Nona makan.” Salah satu maid membuka suara seraya memegang tangan Lareina.

Lareina beringsut mundur. Sungguh dia tidak merasa nyaman mendengar ucapan maid tersebut yang akan memandikannya. Di benaknya benar-benar sedang bertanya-tanya, dia menjadi kebingungan sendiri.

Belum selesai kebingungan melandanya, kini dia dikejutkan oleh kedatangan seseorang yang berjalan ke arahnya dengan tatapan yang sangat sulit diartikan.

“Kau —”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status