Share

Bab 3

Aku langsung berlari menyusul Riris yang masih meminta ampun karena Mas Azmi belum saja melepaskan tangannya dari telinga Riris.

"Cukup, Mas!" kutampik tangan Mas Azmi agar segera melepaskan tangannya.

Seketika Riris memelukku dengan tangis dan tangan memegangi telinga. Bahkan kulihat sudah sangat merah telinga Riris.

"Jaga dan didik anak itu baik-baik! Makanya jangan dimanja jadi ngelunjak saja!" geram Mas Azmi. Memang apa yang telah dilakukan Riris.

Aku segera membawa Riris masuk, kulewati Ibu Mertua dan Mbak Ratih yang terlihat memiringkan bibirnya. Mungkin tengah mengejek pada Riris. Berbeda dengan Bu Ijah yang terlihat iba.

"Riris bantu ibu saja ya!" ucapku sambil mengelus kepalanya ketika dia sudah mulai agak tenang. Dia menganguk pelan.

Kupapah dia menuju meja, dimana tepung dan semua keperluan kueh sedang kusediakan.

"Nanti Riris bantu ngadon donat ya, Bu?" aku menganguk setuju. Dia kembali ceria dengan senyum mengembang. Sedikit kuselingi dengan candaan. Menempelkan tepung ke pipinya. Kami tersenyum dan tertawa bersama.

"Tadi kenapa Bapak sampai semarah itu? Apa yang Riris lakukan?" tanyaku pelan. Aku ingin memastikan bahwa Riris melakukan kesalahan apa hingga membuat Mas Azmi begitu geram.

"Tadi aku main sama Amanda, dia punya sepeda baru dan aku dikasih pinjam, Bu."

Amanda? Kalau tak salah dia anaknya seorang pengusaha dikomplek tempat Mas Azmi berjaga.

"Kamu main kesana?"

"Iya, Bu. Riris di ajak Amanda ngikut keperumahan setelah bertemu dengan dijalan. Dia habis dari minimarket dan Riris di ajak kesana. Mamanya baik banget loh sama Riris. Riris dibeliin jajanan buanyak setelah itu kita main sepeda disekitar komplek dan mainnya bergantian. Terus bapak lihat dan aku langsung di seret pulang. Kata bapak aku meminjam paksa sepeda baru Amanda. Padahal sungguh, Bu. Aku nggak minjam paksa tapi memang Amanda yang meminjamkannya. Ibu bisa tanya langsung sama Ibunya!"

Tak terasa air mata ini mengalir lagi, aku sangat yakin Mas Azmi hanya mencari alasan karena tak ingin melihat Riris bermain disekitar komplek perumahan dimana Mas Azmi bekerja.

"Aku percaya kok sama Riris. Lain kali mainnya sekitar sini saja ya!" Riris mengangguk, kemudian melanjutkan membantuku untuk menyelesaikan pesanan kueh.

"Nah... Selesai, terima kasih, Sayang. Akhirnya kita.menyelesaikannya juga. Ini lebihnya bisa kamu makan!" aku menyodorkan sepiring donat padanya.

Dia begitu antusias akan mengambilnya ketika tiba-tiba Ibu Mertua datang.

"Wah ini lebihan ya? Ibu mau!" secepat kilat dia mengambil piring berisi donat bahkan yang sudah digengam Riris sekalipun tak luput ia rebut.

"Bu...!" panggilku ketika ibu membawa sepiring donat itu, "Biarlah Riris makan satu saja!"

Bukannya ia memberi dia justru melegos berlalu pergi.

"Ngga papa, Bu. Riris bisa makan besok lagi kalau Ibu bikin." aku mengangguk setuju, ternyata Riris punya hati yang luas. Ah! Kelak engkau akan temukan kebahagianmu, Nak. Tumbuhlah jadi anak yang membanggakan.

****

"Aduh! Kenapa ini mesin cuci. Mogok lagi kah?" gumamku subuh-subuh sebelum ada orang yang bangun. Memang sudah sering sekali ini mesin mogok, mungkin minta dipensiunkan karena memang usianya yang sudah tua.

Akhirnya kupindahkan saja kedalam bak dikamar mandi. Nanti akan aku cuci setelah pulang mengantar pesanan, itu pikirku!

Segera beranjak untuk mengambil jajanan yang sudah kutata rapi sejak semalam. Kukeluar rumah dan langsung menuju jalan, langkahkan kaki cepat agar cepat sampai dan juga cepat pulang.

Setelah selesai mengantar pesanan, matahari sudah muncul di ufuk timur. Bergegas aku berjalan ketika seorang memanggilku dari jauh.

"Mbak Aisyah!" seketika aku hentikan langkah kaki seribuku.

"Iya, Buk." aku menyahut panggilan dari Bu Nila--ibunya Amanda.

"Maaf ya kemarin ada kejadian yang membuat saya merasa tak enak!"

"Maksud Ibu?" tanyaku menyempitkan mata.

"Iya kemarin entah kenapa Pak Azmi marah-marah sama Riris saat bermain dengan sepeda. Sungguh semua itu bukan Riris yang salah. Kami tak pernah membedakan status sosial manusia. Namun sepertinya Pak Azmi tak memperbolehkan Riris bermain dengan Manda, padahal Manda sangat senang bermain dengan Riris, terlebih Riris bakat sekali mengambar dan menari!"

Aku tercengang, sejak kapan Riris pandai menari? Benarkah apa yang dikatakan Bu Nila?

"Nggak papa kok, Bu. Memang begitu sikap Mas Azmi. Dia takut Riris merusak sesuatu yang kami tak bisa membelinya." aku tersenyum.

"Saya harap Riris nggak kapok bermain dengan Amanda. Saya justru senang kalau Manda dan Riris main bersama. Ini ada jajanan untuk Riris. Sampaikan salam untuknya ya!" aku menerima satu kantong plastik dan mengucapkan terima kasih setelah itu pamit pulang.

Aku masuk kerumah, yang pertama kutuju adalah kamar Riris. Kamar kecil yang berada dipojokkan. Namun ternyata sudah tak ada Riris disana. Aku memanggilnya beberapa kali tapi tak ada sahutan.

"Yang bersih, gosok itu bagian kerahnya!" dari arah kamar mandi dapat kudengar teriakan Ibu Mertua. Siapa yang sedang disuruh mencuci? Jangan-jangan... Segera aku berlari kekamar mandi.

Ya Allahhh...!

===!!!===

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status