Share

Bab 5. Ciuman Pertama Bunga

Suara ponsel Bryan berdering di pukul 2 pagi dan membuat Bunga terbangun. Ia pun hendak beranjak dari tidurnya, tetapi Bryan tiba-tiba terbangun dan meraih ponselnya.

"Halo, Sayang," ujar Bryan sambil mengucek kedua matanya. "Kenapa kamu telepon aku di jam-jam segini? Kamu gak tidur kah?"

'Kamu gak suka ya kalau aku telepon?' tanya Cassandra dengan suara yang terdengar ngambek. 'Apa jangan-jangan kamu habis melakukan malam pertama sama babu itu?' cecarnya dengan banyak pertanyaan. 'Ayo ngaku!'

Dahi Bryan pun langsung mengernyit mendengarnya. "Malam pertama apa maksud kamu sih?" tanya Bryan sambil mengucek kedua matanya. "Aku lagi tidur sendirian kok di ranjang aku. Sementara, dia di sofa. Lagian, siapa juga yang mau menyentuhnya? Dia saja bau bawang gitu."

Bunga yang mendengar ucapan Bryan secara refleks mencium bau tubuhnya. 'Apa aku sebau itu, ya?' batinnya. 'Padahal aku sudah pakai tawas di ketiak dan sering minum jamu. Aku bahkan sering ganti pakaian dan pakai parfum.'

'Bohong!' ucap Cassandra kepada Bryan yang terdengar sangat ngambek kepadanya. 'Kamu pasti bohong sama aku!'

Bryan pun menarik nafas panjang. "Ngapain aku bohong sama kamu sih?" tanya Bryan. "Kamu butuh bukti kah?" lanjutnya.

'Iya!'

Bryan pun segera mengganti metode telepon menjadi video call. Lalu, dia menunjukkan video call-nya ke arah Bunga yang tengah tidur pulas di atas sofa. "Tuh, lihat saja babu itu. Dia saja tidur di sana. Sekarang kamu percaya kan sama aku?"

Raut wajah Cassandra pun berubah ceria. Pipinya mengembang dan bibirnya tersenyum lebar. 'Iya, aku sekarang percaya sama kamu,' ucapnya. 'Awas aja ya kalau kamu sampai suka sama babu itu dan selingkuhin aku,' ancamnya kepada Bryan.

"Iya, tenang saja, Sayang, mana mungkin sih aku suka sama gadis yang jelek itu. Mana dia bau bawang, bodoh, dan yang pasti tidak selevel sama aku," ucap Bryan meyakinkan Cassandra meski dengan cara menghina Bunga. "Aku itu cintanya sama kamu doang."

'Iya, aku percaya kok sama kamu.'

Tiba-tiba, pandangan Bryan teralihkan pada gagang pintu kamarnya yang seperti sedang dibuka paksa dari luar. Ia pun segera beranjak dari tidurnya dan mengeceknya dari ranjangnya.

'Sayang? Kamu kenapa?' tanya Cassandra.

"Sayang ...," ujar Bryan. "Aku matikan dulu telepon kita ya, sepertinya ada orang yang hendak masuk ke kamarku." Ia lalu menunjukkan bukti itu kepada Cassandra. "Aku takut itu adalah maling. Iya kalau beneran maling, kalau ternyata kakek, bisa berabe kita!"

Cassandra pun mengangguk. 'Iya, Sayang.'

"Oke, nanti aku telepon kamu lagi ya."

Sambungan telepon pun langsung terputus. Bryan segera mematikan ponselnya dan meletakkannya di atas laci kamarnya. Dengan perlahan dia beranjak dari ranjangnya dan menuju ke arah pintu kamarnya. Lalu dia mulai berjongkok dan melihat isi luar kamarnya dari celah bawah pintunya. Ia melihat sandal yang biasa dipakai oleh Baskoro. Bahkan, kakinya pun mirip seperti milik Baskoro. 'Itu kan kaki kakek. Ngapain kakek di depan kamarku? Terus satunya punya siapa?' batinnya yang dipenuhi dengan banyak pertanyaan. Lalu, Bryan mendekatkan telinganya ke arah celah pintu itu dan mencoba menguping pembicaraan di luar.

'Waduh, gimana ini Tuan? Kunci duplikatnya banyak banget, dari tadi gak ketemu-ketemu mana kuncinya,' ucap Wiyoko kepada Baskoro. 'Kalau kayak gini mana bisa kita tahu kalau mereka sedang berpura-pura?'

'Iya, Tuan Wiyoko, maaf,' jawab Baskoro. 'Soalnya jumlah kamar dan ruangan di sini banyak. Masih belum yang di luar rumah.'

Kedua mata Bryan membelalak lebar. Sebab, ternyata sang kakek curiga kalau dia dan Bunga hanya berpura-pura.

Bryan pun langsung beranjak menuju ke arah Bunga. "Bangun! Bangun!" ucapnya pelan sambil menarik tangan Bunga agar Bunga segera terbangun.

Bunga pun berpura-pura mengucek kedua matanya karena baru bangun tidur. "Ada apa, Tuan?" tanyanya yang masih memilih untuk rebahan.

"Ayo, bangun! Ada kakek di luar sana!"

Kedua mata Bunga langsung membelalak lebar. "A-Apa?" Kali ini, Bunga tak berpura-pura lagi. Ia panik bukan kepalang. Ia pun segera beranjak dari tidurnya. "Aduh, bagaimana ini, Tuan?"

Bryan tak kalah paniknya. Ia mencoba cari segala macam cara agar saat pintu itu terbuka, kakeknya yakin kalau mereka sedang tidak berpura-pura. Lalu, ide nyeleneh langsung terbersit di kepalanya. "Buka baju Anda!" perintah Bryan yang juga turut melepaskan bajunya. "Ayo!"

"Hah?" Tubuh Bunga seketika terasa membeku saat melihat tubuh Bryan yang begitu sempurna nan atletis.

"Heh! Babu ini malah diem!"

Bunga pun segera tersadar saat Bryan menggoyangkan tubuhnya.

"Cepat Anda buka baju Anda!"

Sontak, Bunga pun langsung menolak perintah Bryan. Meski dia berstatus istri yang sah secara hukum, tetap saja dia tetaplah istri sewaan Bryan . "Tidak mau, Tuan. Di perjanjian tidak ada seperti itu."

Bryan pun mulai tak sabaran melihat penolakan Bunga. Ia langsung meraih dagu Bunga dengan segera dan menatapnya dengan tajam. "Anda harus ingat, saya sudah menyewa Anda. Dan Anda harus ingat isi kontrak larangan nomor dua yang berbunyi 'Dilarang menyentuh Tuan Bryan Bahuwirya, begitupun sebaliknya, kecuali di depan banyak orang dan saat terdesak'," ucapnya yang sangat ingat dengan detail isi surat perjanjian itu.

Pintu kamar Bryan pun mulai terbuka. Pandangan Bryan dan Bunga langsung teralihkan pada pintu kamar mereka. Mereka pun semakin panik. Buru-buru, Bryan menarik tangan Bunga dan membawanya ke kamar mandi dan segera menutupnya.

"Bodoh sekali Anda!" maki Bryan.

"M-maaf, Tuan."

"Andai Anda mengikuti perintah saya, kita sekarang pasti sudah berpura-pura tidur di ranjang saya dan kita aman."

Bryan tiba-tiba mendengar suara percakapan Baskoro lagi. 'Waduh, sepertinya mereka tidak ada di kamar.'

'Loh, ini selimut dan bantal siapa di sofa?' tanya Wiyoko.

Bryan pun menarik nafas panjang. Ia berusaha untuk tenang. "Oke, aku tak boleh panik," ucapnya kepada dirinya sendiri. Ia kemudian langsung mengacak-acak rambut Bunga.

"Tuan, jangan berantakin ...."

"Diamlah!" perintah Bryan kepada Bunga. "Ikuti saja perintah saya."

"B-baiklah Tuan."

Bryan kemudian mengacak-acak rambutnya juga. Ia kemuian beralih ke arah rok yang dipakai oleh Carla. "Oke,baiklah, sekarang naikkan rok Anda sedikit ke atas."

Bunga pun menaikkan roknya hingga ke lututnya.

"Sial! Bukan itu yang saya mau." Bryan langsung menarik rok Bunga hingga mencapai pahanya. Seketika, Bryan terhenti melihat betapa mulusnya kedua paha Bunga. "Sorry, saya turunkan lagi." Ia kemudian menurunkan rok Bunga lagi karena terlalu pendek. "Begini saja, taruh kedua tangan Anda di kepala saya."

Bunga pun nampak malu-malu, tapi tidak dengan Bryan.

Bryan langung meraih kedua tangan Bunga dan meletakkannya di kepalanya sambil memegang telinganya. Ia kemudian mendekatkan tubuhnya ke arah Bunga.

Deg!

Deg!

Deg!

Bryan bisa merasakan dengan jelas detak jantung Bunga yang begitu kencang. Bahkan, ia bisa dengan jelas melihat kedua pipi Bunga yang memerah.

"Kenapa dada Anda berdetak kencang?"

"T-Tidak, Tuan."

"Nanti, kita akan keluar bersama-sama dari sini. Anda harus tetap memeluk saya seperti ini dan jangan sampai terlepas. Mengerti?"

Bunga pun mengangguk meski beberapa kali tak mengikuti perintah Bryan. Ia masih sangat malu sekaligus canggung. Apalagi sebelumnya dia tidak pernah melakukan hal seperti itu dengan pria manapun.

"Saya hitung sampai tiga ya."

Bunga pun mengangguk. Sementara, Bryan meraih gagang pintu kamar mandi dan bersiap-siap membukanya.

"Satu ...." Bryan mulai berhitung. "Dua ... tiga ...."

Kriet!

Pintu kamar mandi terbuka dengan lebar. Sayangnya, pegangan Bunga kurang mesra. Di saat bersamaan, Bryan melihat sang kakek yang mendadak mematung. Tanpa aba-aba, dia langsung mencium bibir Bunga dan berpura-pura tak melihatnya.

Bunga pun langsung tersentak. Ia pun berusaha menolak dengan cara mendorong tubuh Bryan. Akan tetapi, Bryan menahan tangannya. Baru kali ini dia bisa merasakan ciuman pertamanya pada bibirnya dengan begitu lembut.

Bunga pun merasa terbang ke awang. Melambung tinggi, meninggalkan bumi. Kedua matanya bahkan sampai terpejam dan tak mampu menolaknya lagi.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status