Share

Bab 6. Malam Pertama Pengantin Baru

Wiyoko dan Baskoro langsung menunduk malu saat melihat Bryan terlihat beringas mencium bibir Bunga. Mereka sama-sama mendadak salah tingkah karena adegan itu.

Tanpa berkata sepatah kata, Baskoro menarik tangan Wiyoko keluar agar tak mengganggu kedua cucunya yang sedang menghabiskan malam pertama mereka berdua.

Setelah itu, Baskoro segera menutup pintu kamar Bryan lagi dengan pelan.

***

Baskoro segera mengusap keringat di dahinya. Lalu, dia melirik ke arah Wiyoko. Dan secara bersamaan, mereka tersenyum lebar. Lalu, diikuti dengan tawa yang langsung lepas begitu saja.

"Benar kan apa kata saya?" tanya Wiyoko kepada Baskoro. Mereka itu tak mungkin berpura-pura, Tuan. Rumor yang mengatakan Bryan menyukai Cassandra tidaklah benar. Buktinya Bryan tadi mesra sekali dengan istrinya."

"Iya, Tuan," ucap Baskoro yang dibuat kesemsem saat mengingat ciuman itu. "Sumpah, saya benar-benar kaget saat melihat mereka berciuman seperti itu."

Wiyoko kemudian menepuk pundak kanan Baskoro. Lalu, dia menatap Wiyoko dengan tatapan penuh arti. "Jadi, kurang-kurangilah berburuk sangka atas cucu Anda, Tuan," ucapnya. "Ingat kata dokter, Anda harus bisa mengontrol emosi Anda agar tidak terlalu kepikiran."

Bibir Baskoro pun tersungging lebar. "Iya, terima kasih atas wejangannya, Tuan," ucapnya. "Saya akan berusaha mengontrol emosi saya."

"Bagus!"

Sementara itu ...

'Rasanya, ciumannya sangat kaku, apakah mungkin dia baru pertama kali berciuman?' batin Bryan yang terus mencium bibir Bunga.

Kedua mata Bunga yang terus tertutup membuat Bryan semakin suka. Wajahnya yang begitu polos membuat detak jantung Bryan berdetak makin kencang dan tak karuan. Apalagi, saat Bryan melihat kedua pipi istri sewaannya yang memerah bak apel yang sudah mulai matang.

'Ya, dia sangat cantik sekali jika seperti ini,' ucap Bryan di dalam hatinya yang tak bisa membohongi perasaannya.

Bryan tanpa sadar menyingkap rok milik Bunga ke atas hingga terlihat dengan jelas paha mulus Bunga. Tubuh Bryan terasa terbakar api asmara yang membara. Rasanya, dia hendak menggagahinya detik itu juga.

Akan tetapi ....

Tring! Tring! Tring!

Sebuah telepon tiba-tiba masuk ke dalam ponsel Bryan.

'Sial!' batin Bryan saat mendengar suara ponselnya berdering. Padahal, hampir saja dia menyingkap rok Bunga.

Sontak, Bunga langsung terhenti. Kedua matanya terbuka lebar. Tubuhnya mendadak kaku saat kedua matanya yang saling beradu dengan Bryan. Nafasnya pun terus memburu karena di depannya ada Bryan.

Buru-buru, Bunga melepaskan ciumannya dari Bryan. Kedua pipinya memerah dibuatnya. "M-maaf, Tuan," ucapnya yang langsung menundukkan kepala. "M-maafkan atas kelancangan saya. Saya tak ada niatan untuk mencium Anda."

Bryan pun tak menjawab. Dia sebenarnya menikmati ciuman itu. Namun, apalah daya dirinya, sebuah telepon datang di waktu yang tidak tepat dan mengubah segalanya.

Bryan kemudian berjalan menuju ke arah ponselnya. Lalu, dia mengecek nama penelepon yang tertera di layar ponsel miliknya.

Bunga pun curi-curi pandang ke arah Bryan yang tengah membelakanginya. Detak jantung Bunga benar-benar berdetak kencang saat melihat begitu sempurnanya tubuh tuannya itu dengan otot bisep di lengannya yang menonjol keluar.

Buru-buru Bunga menunduk kembali. Ia berusaha menepis pikiran itu dari kepalanya. 'Astaghfirllah, Bunga, kamu jangan mikir aneh-aneh, kamu sekarang di sini bekerja, jangan berharap majikanmu menyukaimu! Ingat kamu gak pantas buat dia. Ingat pula posisimu di mana,' ucapnya di dalam hati. 'Ingat kata Tuan Bryan, kamu hanyalah seorang babu di sini.'

Sebelum mengangkat telepon itu, Bryan pun berkata kepada Bunga, "Kamu ...." Akan tetapi, Bryan langsung terhenti dan pura-pura batuk karena dirinya salah memakai kata 'kamu' terhadap Bunga, yang mana seharusnya dia menggunakan 'Anda'.. "Um ... maksud saya ... Anda tak perlu minta maaf, Bunga, sebab ... ya ... itu bukan kesalahan Anda. Ini murni ketidaksengajaan." Bryan kemudian segera berbaring di ranjangnya kembali sambil membawa ponsel di tangannya. "Um, Anda bisa tidur lagi, Bunga," ucapnya yang mendadak canggung. "Saya ... ada telepon dengan kekasih saya."

Bunga pun mengangguk. "I-iya, Tuan." Bunga kemudian memutar tubuhnya dan berjalan ke arah sofa.

"Bunga ...," panggil Bryan sebelum Bunga semakin jauh. "Tunggu dulu!"

Derap langkah kaki Bunga langsung terhenti detik itu juga. Lalu, dia memutar kembali tubuhnya ke hadapan Bryan. Rasa canggung sekaligus malu pada dirinya masih belum hilang. "I-iya, Tuan?" tanyanya yang terus menunduk untuk menutupi rasa malunya. "A-ada apa?"

Pipi Bryan memerah dan dia segera membuang mukanya agar Bunga tak tahu dengan kondisi pipinya yang memerah. "Anggap saja tadi itu cuma mimpi dan tak pernah terjadi," ucap Bryan. "Sudah, itu saja. Sana, kamu pergi!" perintahnya.

Bryan kemudian memiringkan tubuhnya ke kanan, sehingga Bunga tak bisa melihat ekspresi wajahnya yang begitu kegirangan. 'Kira-kira, dia tahu gak ya kalau pipiku tadi memerah?' batinnya yang dibuat senyum-senyum sendiri. 'Semoga saja tidak.'

Bryan kemudian segera menggeser layar ponselnya untuk menerima telepon dari kekasihnya. "Halo, Sayang, ada apa?" tanyanya.

'Apa sudah selesai?' tanya Cassandra di balik telepon.

"Sudah."

'Kamu gak ngapai-ngapain kan sama babu jelek itu?' tanya Cassandra yang dipenuhi dengan rasa curiga.

"Ya enggak lah. Aku tadi cuma pura-pura tidur doang."

'Tuh kan?' ujar Cassandra yang terdengar ngambek.

"Aku juga terpaksa, Sayang. Soalnya kakek aku tiba-tiba masuk ke kamarku, kalau kamu gak percaya, tanya saja sama si Bunga Kuburan itu. Kamu harus percaya sama aku. Aku itu sukanya sama kamu."

'Beneran?'

"Iya," ucap Bryan. "Oh, iya, aku tidur dulu ya, aku ngantuk banget ini," ucap Bryan yang sebenarnya sudah mulai malas dengan sikap Cassandra yang selalu cemburuan.

'Iya. Have a nice dream, Sayang.'

"Hu-um, kamu juga." Bryan langsung mematikan ponselnya. Lalu, dia beranjak lagi dari ranjangnya dan hendak berbicara dengan Bunga lagi untuk merahasiakan ciuman mereka dari Cassandra.

Namun, Bryan mendadak terhenti saat melihat wajah Bunga yang sudah memejamkan mata. Wajah Bunga terlihat sangat menggemaskan dengan rambutnya yang sebahu.

Tiba-tiba, Bunga membuka mata. Lalu, dia segera duduk sambil tertunduk saat melihat tuannya yang sedang memperhatikan dirinya. "Ah, Tuan, maafkan saya, saya tak tahu kalau ada Anda di samping saya."

"Tidak mengapa, um, Anda belum tidur kah?" tanya Bryan yang mendada salah tingkah.

Bunga pun mengangkat kepalanya. Lalu, dia menggeleng ke arah Bryan. "Belum, Tuan, memangnya kenapa?" tanyanya.

"Saya ... mau minum susu," ucap Bryan secara random saking dirinya salah tingkah.

Kedua mata Bunga langsung membelalak lebar. "Hah?" tanyanya yang terlihat dengan jelas pipinya yang mendadak memerah seperti kepiting rebus.

"Um, Anda jangan mikir aneh-aneh, maksudnya, saya mau Anda bikinin saya susu coklat hangat. Soalnya, saya tidak bisa tidur. Dan ...." Keringat sebesar biji jagung tiba-tiba muncul di dahi Bryan. "Saya biasanya bisa tidur kalau minum susu coklat hangat. Jadi, tolong buatkan."

"Baik, Tuan."

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status