Share

Bab 7- Ingin kembali..

“Yuuki? Yuuki Yuukiii?? Kenapa kamarnya dikunci dah ni anak..”

Aku tak menjawabnya karena takut. Bisa-bisanya aku tertidur begitu saja setelah lelah menangis. Sambil menutup rapat mulut dengan dua tangan, aku mendengar samar suara kak Usa yang berkata pada kak Aimi kalau kemungkinan aku sudah tidur dengan lelapnya.

Setelahnya langkah kaki mereka terdengar mulai menjauh. Penuh hati-hati, aku melangkah ke lemari pakaian dimana cermin besar menempel di pintunya. Tentu saja mataku terlihat dengan jelas kalau bengkak, aku tertidur setelah menangis.

Memilih untuk duduk di lantai dengan lutut yang kupeluk erat, aku menunggu beberapa waktu sebelum kembali tidur agar mata ini tak semakin membengkak. Dingin dan gelap, tapi aku seperti menikmati dengan perasaan tenggelam di dalamnya.

Mungkin memang benar kalau aku tenggelam, tapi aku bisa bernafas disana. Jadi aku merasa nyaman tanpa perasaan ingin keluar dari kegelapan ini. Cukup lama aku hanya terdiam dengan posisi yang sama, bayangan Kyohei dan Minami tadi siang teringat dengan jelas di pikiranku.

Aku, aku sadar ini menyakitkan. Tapi tak ada perasaan untuk melawan sakit ini. Aku malah ingin terus terjerumus dalam gelapnya rasa ini.

Bodoh bukan?

"Aku ingin kita kembali."

Hari baru kembali hadir, aroma suasana pagi yang segar terhirup sampai dalam rumah.

Setelah selesai bersiap, aku memanggang roti dan melahapnya dengan santai. Kak Usa baru saja keluar dari kamarnya. Ia mengambil gelas dan bertanya beberapa hal.

Kak Usa selalu terlihat seperti sosok paling dewasa di rumah ini- ah iya, ia juga bercerita tentang kak Aimi yang mengkhawatirkanku semalam. Terlebih aku memang jarang mengunci kamar saat tidur.

Selain karna hanya ada aku dan kak Aimi saja di atas, banyak hal yang kukhawatirkan juga, seperti gempa yang tiba-tiba terjadi dan lainnya. Aku sadar, mungkin pemikiran ini cukup berlebihan tapi memang itu sulit untuk diubah.

“Hmm, gitu ..Ya gapapa, nanti bilang aja ke orangnya langsung, kalo dia udah bangun juga sih sebelum kamu pergi.” Aku tertawa tipis mendengar candaan kak Usa.

“Fighting!!” Ucap kak Usa diiringi senyum hangatnya sembari menepuk pelan salah satu bahuku.

Penuh rasa curiga, aku buru-buru kembali ke kamar untuk memeriksa apakah mataku masih terlihat sembab, sampai kak Usa menyemangatiku seperti itu tanpa berkata atau bertanya apapun.

Satu kata kuucapkan, aneh. Bagaimana tidak, karena saat bercermin, sama sekali tak terlihat sisa sembab dimataku, tapi ya sudahlah..

Hari ini adalah hari libur, tapi kami tetap berangkat untuk persiapan untuk festival olahraga.

“Aku berangkat.”

“Hati-hati!!” Teriak kak Aimi dari dalam.

Rasa semangat yang terpaksa aku kumpulkan terbuang dengan sia-sia begitu saja saat mataku melihat Kyohei berdiri di depan pintu. Tangan masih kugenggamkan di gagang cukup kuat.

Langkahku yang reflek berhenti membuatku sangat ingin menutup pintu ini dan kabur. Tapi aku harus pergi ke sekolah, kuacak-acak pikiranku seakan berbicara beribu solusi.

“Ada apa, kok belum berangkat?”

Kak Aimii muncul dengan rambutnya yang masih berantakan dan kebetulan ada kak Hikaru menepuk lembut kepala kak Aimi sambil memarahinya karna penampilan kak Aimi saat ini seperti tak enak untuk dilihat, katanya.

“Apaan sih ih, gini doang juga.., brisik banget Hikkun, dih rewel mulu!!!”

Aduh, kakak-kakak ini malah berantem saat aku kesusahan. Apa lagi itu, ‘Hikkun??’ panggilan sayang mungkin, gatau lagi deh..

“Ah jadi lupa, Yuuki, kamu kenapa??” sambung kak Aimi. Aku tergagap canggung sembari tertawa.

“Kamu ngapain berdiri doang disitu?”

“Ah enggakk.. Ini mau berangkat kok, h-hehe..”

Aku bergegas keluar agar mereka tak melihat Kyohei. Kak Aimi berkata hati-hati lagi padaku, tapi kalimatnya terpotong akan suara Kyohei. Aku kaget karena suaranya begitu lantang didengar.

Dia sudah berdiri di belakangku sambil menahan pintu yang tadinya mau kututup.

“Selamat pagi!” Sapanya sambil menunduk pada kak Aimi dan kak Hikaru. Kyohei mengenalkan dirinya sendiri dan ia disuruh masuk lebih dulu oleh kak Aimi yang didukung kak Hikaru juga sih.

Tapi karna keburu siang, ia menolaknya dengan sangat sopan dan mengajakku untuk segera berangkat. Aku pun berpamitan lagi, ‘canggungnya…’ pikirku saat itu juga.

Setelah jauh dari rumah, aku mengurangi kecepatan berjalanku agar tak bersebelahan dengan Kyohei. Ia tetap diam dan berjalan dengan tenang. Geregetan, akhirnya aku bersuara lebih dulu.

“Ngapain kamu tiba-tiba kesini?”

“Jemput kamu.”

“Hah?!”

Bersambung..

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status