“Hei hei Kyohei!” “Ah iya, gimana?” “Dipanggil juga dari tadi. Itu loh, Minami udah nungguin kamu di halaman belakang.” Kyohei pergi, ia lepaskan pandangannya akan Yuuki Shima. Dia berjalan terburu dengan mengerutkan keningnya. Sepertinya hal ini hasil dari melihat Yuuki yang tetap terlihat bahagia walaupun ditinggal olehnya. Mata yang seakan memburu mangsa, mulutnya bergumam, “Kutandai itu orang.” … Selepas semua pekerjaan tuntas, aku duduk bersantai. Kusenderkan kepalaku di sandaran kursi mengarah ke langit yang masih cerah. Kedua mataku kupejamkan saat angin berhembus. Bayangan-bayangan tak berguna mulai menjalar di pikiranku. Aku meratapi perasaan yang sedang merindukan Kyohei. Hal mana yang terlewat sampai pertemanan kami jadi seperti ini.. Apa hal seperti ini akan berlaku juga jika yang pacaran itu aku? Apa iya, semua yang sudah kita lalui bersama itu terasa sia-sia buat dia?? Berputar-putar otot kepalaku semakin menegang rasanya. Sampai,, “nggak panas,
“Eh! Kita foto dulu yuk sebelum naik panggung!” “Wah, ide bagus.” Ujar Shima bersemangat, hal ini juga disetujui oleh yang lain. CEKREK!!! --- “Yah, yang paling ditunggu-tunggu oleh pecinta band nih!! Kaze band! Kita beri sorakan meriah!!!” Semakin tak terkendali tanganku gemetar lebih hebat. Tak tak tak.. suara stik drum kak Kenta mulai memimpin. Aku dan gitar listrik milik kak Masao turut masuk bersama mengikuti ketukan drum yang cepat. “Itsumo itooshii fushigi na hitomi zurui yo ne~” Lagu dengan judul Koiiro milik Mosawo kami pilih sebagai opening. Dengan lihainya, suara Shima si anak populer itu meraih seluruh hati penonton. Bagaimana tidak, kami memilih lagu cinta sedalam ini apalagi Shima yang jadi vokalis. Teriakan penonton semakin kudengar samar, aku lebih fokus pada teman bandku yang terlihat lebih senang daripada saat latihan. Ini.. terlalu menyenangkan untukku. “Encore.. encore!!!!” Seru penonton dengan antusias setelah semua lagu sudah kami b
“Astaga..” “Sorry sorry, abisnya kamu aku panggil berkali-kali ga denger,” ucap Kyohei dengan tangannya yang masih bersandar di pundakku. Aku langsung melepas tangan itu, “kamu ngapain?” “Aku mau ajak kamu buat tidur di rumahku dulu. Kamu cuma sendirian kan di rumah ini?” Sambil melepas headset aku sedikit mundur dari tempatku berdiri. Bertanya-tanya darimana dia tahu hal ini, kutolak ajakannya. Aku jelas tahu, dirumah Kyohei ada orang tua dan kakak perempuannya tapi mengingat Minami mana mungkin aku terima dengan senang hati tawaran itu. Dia terus memaksa sampai aku kewalahan menolaknya, tapi untungnya kak Usa datang. Dengan cepat, tangannya menahan Kyohei yang ingin meraih lagi tanganku. Aku bernapas dengan lega akhrinya. “Kamu gapapa?” Tanya kak Usa setelah Kyohei pergi. “Gapapa, makasih ya kak..” “Mau kemana kamu malem-malem loh?” “Mau beli cemilan kak.” “Aduh ini anak satu,” ujarnya menggelengkan kepalanya. Ujung-ujungnya, aku pergi ditemani olehnya. P
"Hei cantik!" "Kaget eh! Santai aja dong.. Kamu itu mencolok kok, gak usah sambil ditegaskan gitu kehadiranmu.." Kyohei terkekeh mendengar ucapanku, "kenapa ngelamun? Jangan-jangan, karena gak ada wali yang dateng di upacara tadi ya? Gak masalah lah gak penting begituan. Ada aku juga di sekolah ini,” lanjutnya dengan penuh percaya diri. Siswa berwajah tengil tapi tampan itu adalah sahabatku. Kami sudah berteman sejak kecil dan payahnya, aku menyimpan rasa untuknya. Aku memendam perasaanku karena takut pertemanan kami akan hancur. “Aku, bakal ada di sisi kamu sampai waktu yang tak terhingga. Dimanapun, kapanpun kamu butuh, aku akan melesat seketika hoho~" "Kamu mau aku pura-pura percaya, atau pura-pura gak denger aja nih?" "Jangan diragukan gitu dong." "Aku gak bisa percaya omongan orang. Omongan diri sendiri aja gak bisa kupercaya kok." "Gapapa, kalo aku bisa deh dipercaya. Aku jamin ga akan tinggalin kamu." Kyohei berhenti di depanku. Kali ini, ia menyodorka
"Yuu~ki~~!!" "Uwah!!! -eh maaf aku kaget.” “Hahaha imutnya!!" "Hah?" "Pffttt.. Kamu lagi ngapain sibuk sendirian kaya gitu?" "Milah sampah, kan aku piket hari ini." "Sini aku bantuin deh.." "Nggak usah, kamu juga besok piket kan?" "Heee, kok Yuuki tau sih?" "Gimana gak tau, kamu nulis nama di jadwal segede harapan orang." "Hmm? Kamu ngomong apa? Jangan bisik-bisik gitu dong kan aku jadi gak denger kamu ngomong apa.." "Ahahah iya juga ya. Gapapa kalo gak kedengeran, bukan hal penting juga kok. Jangan dipikirin." "Gitu kah? Mm ya udah deh.. Yamazaki kemana kok kamu sendiri?" "Ah, Yamazaki? Dia tadi masih di kelas, tapi aku emang ngajuin diri buat buang sampah kok, sekalian aja sebelum pergi ke ruang musik." "Kamu mau masuk ekstra musik?" "Engg- eh belum tau maksudnya." "Kalo gitu aku ikutan deh!, hehehe." "Emang yang selama ini anak-anak tanya 'Shima kok kamu belum nentuin mau ikut ekstra apa?', itu bener?" "Iya dong. Tidak pernah ada
Terdiam dengan hati menjerit, sekuat tenaga kucoba menyadarkan otakku. 'Yuuki, aku mohon, alihkan pandanganmu!!'.. Tapi tak berhasil. Aku dalam situasi yang aneh, seperti dua orang yang saling bertolak belakang. Aku ingin menolehkan kepalaku tapi tak bisa melakukannya. Terdiam cukup lama aku berhasil sadar. Yang membantuku sadar adalah detak jantung ini yang berdegup dengan cepatnya. Suhu panas menjalar di kedua pipiku saat kak Hikaru mendekat. Santai ia malah meminta maaf. Tesss.. tesss.. Air jatuh dari rambutnya yang basah mulai kurasa dingin di wajahku. Aku menutup mata dan dengan cepat meraih handukku untuk masuk ke kamar mandi. “Maaf?? Karena membuatku kaget? Tu orang gak salah??” Gerutuku setelah kamar mandi kututup. Padahal kalo dia mau minta maaf bukan karena membuatku kaget bukan?? Ya aku salah juga sih. Kesalahan pertama, aku yang dengan percaya dirinya merasa kalau aku masih sendirian di kos. Kedua, aku tak melihat kamar mandi yang seharusnya tadi tertut
"A-ah gak, gak gitu. Kenal kok, aku kenal dia." Mereka terlihat bingung. Daripada harus menjelaskan banyak hal yang memalukan, aku memutuskan untuk berpamitan pada mereka dan menghampiri kak Hikaru dengan cepat. POV AUTHOR.. Mari kita mundur ke beberapa jam sebelumnya sebentar.. Empat orang makan dengan keheningan yang menjalar kesetiap sudut ruang. Hanya suara sumpit yang mengiringi, menyentuh mangkok dengan halusnya. Aimi berdecak, "Bisa berhenti gak diem-diemannya! Apaan sih kalian, tanya tinggal tanya," ia menunjuk Hikaru kemudian, "kamu juga! Kalo ada apa-apa tuh ngomong jangan sok kalem gitu!" Dengan polosnya Hikaru meminta maaf, ia hanya bercerita tentang kejadian kemarin sore. Tiga orang temannya menganga penuh heran. "Kamu lupa dia masih anak SMA?" "Maksudnya?" “Kamu tu tinggal bareng dua cewek, Ru. Aku sih gak masalah, karena kiita udah bareng dari kecil. Yuuki itu orang baru loh di hidup kita, apalagi dia masih anak-anak.” Terang Aimi dengan bijakn
“Saya akan bekerja keras sebaik mungkin!!” “Hehe, mohon bantuannya ya, Yuuki..” Setelah kemarin datang dan mengajukan diri untuk bekerja di sebuah toko buku, hari ini aku berangkat full dua shift. Toko buku ini bukan toko yang besar, tapi banyak hal yang berharga ada disini. Kalau bukan demi uang, aku beli buku-buku ini. Barusan saja, aku berkenalan dengan karyawan yang akan kugantikan selama libur. Aku diajari berbagai hal dari sebelum toko buka sampai solusi-solusi dalam menghadapi pelanggan yang ada. “Pekerjaan apapun itu bagian dari kehidupan. Tak akan lepas dari masalah. Jadi, siapkan mental dan percaya saja bahwa nantinya, semua masalah yang kamu hadapi akan berlalu.” Imbuhnya. Aku terus berkeringat karena gugup, tapi untunglah aku bisa mengaturnya dengan baik. Sekuat tenaga mengontrol suara dan kalimat bicaraku dengan pelanggan. Pintu toko terbuka, kuucapkan sapaan selamat datang namun terhenti. Karena orang itu adalah Michio, ia juga kaget saat melihatku. Biar