Share

5). Saling Membantu

"Rainer."

Deg.

Dada Kalania rasanya seperti dipukul secara mendadak setelah sang penelepon mengutarakan identitas yang tentu saja membuat dia kaget.

"Ra-Rainer?" tanya Kalania tergagap. "Rainer Langit Mahendra, bukan?"

"Iya," kata Rainer. "Dan saya hubungi kamu karena ingin membicarakan sesuatu."

"Tentang apa?" tanya Kalania dengan raut wajah antusias. "Tentang tawaran aku kemarin bukan? Kalau iya, ayolah kita ngobrol ter-"

"Kafe Kencana," potong Rainer. "Bisa kita bicarakan semuanya di sana? Kalau bisa saya tunggu pukul setengah satu-"

"Bisa!" seru Kalania. "Aku bisa ke sana dan aku bakalan datang dari jam dua belas biar enggak telat. Terlepas dari apa yang mau kamu bicarain, aku bakalan datang dan aku mau dandan secantik mungkin."

"Oke."

"Sebut kamu enggak apa-apa, kan?" tanya Kalania. "Soalnya kan ini enggak dikantor."

"Silakan," kata Rainer. Hening selama beberapa detik, setelahnya pria itu kembali buka suara. "Ya sudah kalau begitu saya matikan teleponnya dan sampai ketemu di sana. Setengah satu enggak datang, berarti kamu enggak serius sama ucapan kamu kemarin."

"Siap-siap!" ujar Kalania. "Aku enggak akan telat kok, aku bakalan datang tepat waktu dan ... lah."

Tak selesai Kalania bicara, sambungan telepon tiba-tiba saja terputus. Namun, meskipun begitu rasa kesal tak datang karena alih-alih kesal atau pun marah, rasa bahagia lebih mendominasi sehingga tanpa membuang banyak waktu, Kalania pun beranjak.

Pergi ke kamar mandi, Kalania berjalan sambil sesekali menggoyangkan tubuh bahkan bernyanyi kencang hingga sesampainya di kamar mandi, kecerobohan dilakukannya. Tak sengaja menginjak sikat, Kalania terjatuh dan tentu saja gadis dua puluh enam tahun itu meringis.

"Aw!"

Sementara Kalania sibuk dengan kegaduhan yang dia ciptakan sendiri, Rainer justru nampak tenang dengan pikiran yang kini mendadak penuh.

Rehat sejenak dari pekerjaan, sekarang yang dia lakukan adalah; bersandar pada kursi kerja sambil memikirkan lagi tindakan yang dia ambil beberapa waktu lalu.

Tiba-tiba diminta untuk berkencan dengan gadis yang bahkan tak dia kenal, Rainer cukup keberatan karena memang sejak dulu, dia tak suka dijodohkan. Namun, menolak usulan sang mama tanpa alasan pun dia tak enak sehingga setelah berpikir singkat, Rainer berceletuk punya kekasih pada Aleora.

Masalah selesai? Tentu saja tidak, karena setelah dirinya mengaku punya pacar, Aleora terlihat tak percaya sehingga sebisa mungkin dia meyakinkan sang mama untuk percaya sampai akhirnya sebuah permintaan pun terlontar.

"Ajak dia ke rumah kalau gitu malam minggu nanti. Mama pengen kenal."

Rainer kalangkabut? Ya, tentu saja. Sempat menolak dengan beberapa alasan, pada akhirnya Rainer patuh untuk membawa kekasih fiktifnya setelah Aleora memaksa dia untuk tetap berkencan jika tak membawa pacar yang disebutkannyam malam minggu nanti.

"Enggak bisa bawa orangnya berarti kamu bohong. Itu sih kesimpulan Mama. Jadi kalau emang kamu punya pacar, bawa malam minggu nanti ke sini buat kenalan sama Mama. Enggak akan digigit kok sama Mama, tenang aja."

Itulah yang dikatakan Aleora sore kemarin sehingga semalaman penuh, Rainer tentunya dilanda rasa bingung bahkan gundah sampai akhirnya pagi tadi sebuah keputusan pun diambil.

Meskipun terkesan gila, Rainer memutuskan untuk menerima Kalania sebagai kekasih pura-puranya dan karena hari ini adalah hari kamis, dia tak menunda untuk menghubungi gadis yang kemarin dikatai gila olehnya.

"Seharusnya kemarin aku kasih alasan belum siap nikah aja pas Mama nyuruh kencan," gumam Rainer. "Ah, tapi kayanya alasan itu enggak ampuh karena Mama pasti bawa-bawa usia."

"Terserah, Rainer," desah Rainer setelahnya. "Kamu yang ciptain sendiri masalahnya. Jadi kamu atasin juga sendiri semuanya. Berurusan sama cewek enggak jelas juga, kan, pada akhirnya? Ah!"

Tak terlalu lama larut dalam rasa resah dan bingung, setelahnya Rainer kembali melanjutkan pekerjaan hingga ketika waktu istirahat tiba, dia membereskan meja.

Meraih jas yang tersampir di kursi kerja, Rainer bergegas meninggalkan ruangannnya kemudian setelah mengkonfirmasi kepergiannya pada sang asisten, dia lekas menuju lift yang kemudian membawanya turun.

Menggunakan mobil, Rainer sekarang bergegas menuju kafe tempatnya juga Kalania akan bertemu dan lima menit sebelum pukul setengah satu siang, dia tiba.

Memasuki kafe, Rainer mengedarkan pandangan hingga Kalania yang duduk di depan sebuah meja membuatnya dengan segera melangkah lalu sesampainya di dekat  gadis itu, dia berdeham—membuat Kalania yang semula fokus pada ponsel, seketika mengangkat pandangan.

"Eh, udah datang ternyata. Kirain telat."

"Boleh saya duduk?" tanya Rainer—mengabaikan kalimat basa-basi Kalania.

"Boleh banget dong, masa enggak boleh?" tanya Kalania. "Ayo duduk, ngobrol sambil berdiri kan enggak enak."

Tak banyak berbasa-basi, selanjutnya Rainer menarik kursi di depan Kalania hingga ketika gadis di depannya hendak buka suara, dengan segera dia bicara lebih dulu.

"Saya mau bicarain tawaran kamu yang kemarin."

"Gimana? Setuju?" tanya Kalania—menahan rasa kesal mati-matian karena tingkah cuek Rainer yang jelas membuatnya kesal.  "Mau, kan, jadi pacar aku? Enggak serius, cuman pura-pura kok."

"Tujuan kamu ajak saya pacaran pura-pura apa?"

"Buat Rajendra kapok," kata Kalania. "Cowok katanya suka enggak terima ketika mantannya pacaran sama orang terdekat dia. Jadi aku pengen pacaran pura-pura sama kamu buat manasin Rajendra terus bikin dia kapok permainkan aku."

"Tobatnya Rajendra sebagai playboy?" tanya Rainer sambil menaikkan sebelah alis.

"Itu nanti sih pikirannya, yang terpenting aku bikin dia kapok dulu permainin aku dan-"

"Balas dendam maksudnya?" tanya Rainer yang entah kenapa membuat Kalania gugup.

"I-iya," kata Kalania. "Tapi kan enggak sampai bikin dia celaka atau semacamnya. Jadi kamu enggak usah khawatir."

Tak menjawab, yang dilakukan Rainer setelahnya adalah diam sambil berpikir dan diamnya dia membuat Kalania memiliki kesempatan untuk mengagumi wajah tampannya hingga tak berselang lama Kalania yang sempat larut dalam lamunan, dibuat tersentak setelah Rainer tiba-tiba saja berkata,

"Oke, saya bisa bantu, tapi kamu juga harus bantu saya."

"Bantu apa?"

"Jadi pacar pura-pura saya di depan Mama," kata Rainer. "Jadi enggak cuman di depan Rajendra, kamu harus berpura-pura jadi pacar saya di depan semua orang rumah bahkan orang-orang terdekat saya."

"Waw."

"Kenapa?"

"Speechles," kata Kalania. "Kalau boleh tahu, apa alasan kamu minta aku kaya gitu?"

"Bukan urusan kamu," kata Rainer. "Intinya kalau kamu lakuin apa yang saya minta, saya bisa bantu kamu bikin Rajendra kapok."

"Sepakat," kata Kalania sambil mengulurkan telapak tangan kanannya pada Rajendra. "Aku mau lakuin apa yang kamu minta dan kamu harus bantu aku bikin Rajendra jera."

"Oke," kata Rainer.

"Enggak mau jabatan tangan?"

"Enggak perlu, saya enggak terbiasa bersentuhan fisik sembarangan sama orang asing."

"Oh oke," kata Kalania sambil menarik kembali tangan kanannya dengan perasaan awkward. "Jadi mulai kapan kita pacaran bohongannya."

"Malam minggu nanti," kata Rainer. "Saya mau undang kamu buat makan malam di rumah saya dan saya pengen kamu memperkenalkan diri sebagai kekasih saya."

"Oh oke."

"Berapa lama kamu putus sama Rajendra?"

"Malam minggu kemarin."

"Oke berarti pas nanti Mama saya tanya sejak kapan kita pacaran, kamu jawab sejak hari minggu. Bisa?"

"Bisa," kata Kalania sambil mengangguk. "Tapi aku juga mau ngajuin permintaan."

"Apa?"

"Rajendra," kata Kalania. "Bisa enggak dia hadir di acara makan malam nanti?"

Tak langsung memberikan jawaban, yang dilakukan Rainer justru memandang Kalania—membuat yang dipandang kembali buka suara.

"Bisa enggak, Rainer? Kok diem sih?"

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Chacha Unyil
wah Rainer ma kala pacaran meskipun bohongan
goodnovel comment avatar
Bhoenciz Poenya
pembalasan di mulai rajen...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status