"Mau enggak jadi pacar saya, Pak Rainer?" Diputuskan secara mendadak oleh sang kekasih, Kalania mempunyai rencana balas dendam. Tak menggunakan santet, dia berniat memacari Rainer—saudara kembar dari mantan brengseknya itu. Belum mengenal Rainer, Kalania memberanikan diri menemui pria itu untuk menawarkan kesepakatan pacaran kontrak. Rainer mau? Jawabannya adalah tidak. Namun, karena beberapa alasan, pria itu akhirnya menerima ajakan Kalania. Memanas-manasi sang mantan bahkan membuatnya cemburu, itulah yang Kalania lakukan bersama Rainer. Namun, sandiwara keduanya justru terlalu serius sehingga benih cinta diantara Kalania dan Rainer pun muncul. Di waktu yang sama, rencana Kalania juga berhasil karena mantan kekasihnya menyesal bahkan meminta untuk kembali menjalin hubungan. Kalania dilema? Tentu saja! Masih menyimpan sedikit cinta untuk sang mantan kekasih, tapi juga mulai mencintai Rainer, Kalania tak tahu harus apa sampai akhirnya dua pria di hidupnya itu memberi dia pilihan. Kembali pada mantan atau menjalin cinta baru dengan Rainer, manakah yang akan dipilih seorang Kalania?
Lihat lebih banyak***"Gila, kan?" tanya Rainer tanpa ragu. "Saya takut kamu mendadak gila kalau enggak dikasih es krim.""Ish."Tak menimpali, Kalania hanya bisa mendengkus sebelum akhirnya berpamitan untuk menyimpan es krim sekaligus membawakan minum. Tanpa membutuhkan waktu lama, Kalania kembali dengan minuman kaleng juga beberapa camilan di toples kecil yang dia bawa secara bersamaan."Minum," ucap Kalania sambil menyodorkan minuman kaleng yang dia bawa. "Di apartemen enggak ada yang spesial, jadi aku cuman bisa suguhin kamu itu.""Kamu minum minuman kaleng?" tanya Rainer dengan raut wajah yang terlihat penasaran."Iya, kenapa?" Kalania balik bertanya. "Air putih juga minum kok, cuman sering aja minum minuman itu. Segar.""Enggak sehat," kata Rainer. "Kurangin minum minuman kaleng karena kadar gulanya tinggi. Diabetes nanti.""Udah," ucap Kalania yang justru membuat Rainer tak mengerti."Maksud kamu?"
***Menghela napas kemudian mengubah posisi menjadi miring, Rajendra kini memandang rak berisi album di kamarnya hingga tak berselang lama dia beringsut secara spontan setelah sebuah ide muncul di otak.Tak banyak menunda, setelahnya yang dilakukan Rajendra adalah; mengambil ponsel dan mencari kontak Rainer untuk kemudian dihubungi. Menunggu selama beberapa detik, senyuman terukir di bibir setelah panggilannya dijawab oleh sang kakak."Halo," sapa Rainer singkat seperti biasa."Lo di mana? Kok belum balik?" tanya Rajendra—pura-pura tak tahu."Basement apartemen," kata Rainer. "Kenapa?""Apartemen siapa?" tanya Rajendra yang cukup terkejut, karena dia pikir Rainer akan bertemu dengan Kalania di luar."Kala, gue mau ketemu sama dia sore ini karena ada sesuatu," ucap Rainer. "Kenapa?""Lo ketemuan sama Kala di apartemen dia?" tanya Rajendra kepo. "Kenapa enggak di luar, njir? Bahaya lho.""Bahaya apa?
***"Witwiw, cewek!"Berdiri dengan tubuh condong di pagar pembatas lantai dua, godaan tersebut lantas dilontarkan Rajendra pada dua perempuan yang kini terlihat asyik dengan kegiatannya menonton televisi.Bukan orang lain, dua perempuan tersebut adalah Aleora juga Aisha dan tentunya setelah mendapat godaan, kedua perempuan tersebut kompak mendongak untuk melihat sosok Rajendra sebelum akhirnya salah satu dari mereka, buka suara dan bukan Aisha, yang bertanya adalah Aleora sang sesepuh rumah."Kenapa, Jen?" tanya Aleora. "Kamu manggil Mama sendiri udah kaya godain cewek lewat aja.""Hehe." Nyengir, itulah yang dilakukan Rajendra sebelum akhirnya buka suara lagi. "Enggak, Ma, cuman mau nanyain Rainer. Dia kok belum pulang ya? Perasaan ini udah jam lima kurang.""Dia pulang telat hari ini, Jen. Jam tujuhan katanya baru pulang," ucap Aleora."Lembur?" tanya Rajendra."Enggak, ketemu Kala," ucap Aleora. "Tadi Rainer
***"Apa?" tanya Kalania—masih di mode singa, karena demi apa pun dia tak takut sama sekali pada Calista. "Udahlah, enggak penting banget saya ngeladenin cewek ambisius kaya Ibu. Cari sana bu cowok lain yang mau sama ibu, jangan ambil pacar saya. Nanti saya viralin lho di sosmed. Gini-gini saya pengikutnya banyak.""Belagu kamu!" ujar Calista—masih dengan suara tinggi, yang justru dimanfaatkan Kalania untuk meledek."Iri bilang sahabat, wle!"Terlalu malas untuk berdebat lebih lama, setelahnya Kalania memutuskan untuk pergi meninggalkan ruangan Calista dan begitu keluar, dia cukup terkejut melihat para staff yang berkumpul sambil memandangnya."Apa lihat-lihat? Mau gue kasih upil?" tanya Kalania sambil memasukan telunjuknya ke hidung tanpa merasa malu.Tak menunggu jawaban, setelahnya yang dilakukan Kalania adalah pergi dengan segera menuju mobilnya dan begitu sampai, yang dia lakukan adalah; mengomel hingga setelah perasaan
***Dari siapa Calista tahu hubungannya dengan Rainer.Itulah pertanyaan yang langsung memenuhi benak Kalania sekarang dan tentunya tak hanya rasa penasaran, perasaan bingung pun muncul karena harus mengiakan atau menyangkal, Kalania mendadak tak tahu harus melakukan apa sehingga alih-alih langsung memberikan jawaban, dia justru diam."Kalania.""Untuk apa Ibu nanyain itu?" tanya Kalania. "Apa ini ada kaitannya sama kerjasama kita sebagai penulis dan penerbitan.""Ya intinya jawab dulu sih, saya pengen tahu soalnya," kata Calista. "Benar enggak kamu pacarnya Rainer?""Kalau yang ibu maksud itu Rainer Langit Mahendra yang punya saudara kembar Rajendra Bintang Mahendra dan Aisha Bulan Mahendra, jawabannya iya," ucap Kalania. "Saya pacarnya dia dan hubungan kami belum berjalan lama.""Oh jadi kamu.""Jadi kamu?" tanya Kalania dengan sebelas alis yang kini naik. "Maksud Ibu gimana?""Ya itu kamu," kata
***[Bisa ke kantor penerbitan? Ada yang mau dibicarain sama kamu.]Baru membuka mata beberapa menit lalu, Kalania sudah disuguhkan pesan tersebut yang kini terpampang nyata di layar ponselnya. Beringsut, setelah itu hal tersebutlah yang dia lakukan sebelum mencerna kembali ucapan sang editor yang pagi ini mengiriminya pesan."Ini ada apa nih mendadak disuruh ke penerbitan?" tanya Kalania. "Revisinya kan belum selesai."Masih di fase mengumpulkan nyawa karena rasa pusing yang kini melanda, untuk beberapa saat Kalania duduk bersila hingga setelah tak ada rasa pusing pasca bangun tidur, yang dilakukannya setelah itu adalah; menghubungi Rena sang editor untuk memastikan.Menunggu sedikit lama panggilannya dijawab, Kalania sempat berdecak ketika sang editor tak kunjung menjawan telepon darinya hingga persis ketika dia beranjak dari kasur, panggilan terhubung bahkan suara Rena sang editor yang menangani naskahnya pun terdengar memberikan sapaa
***Tak menjawab karena urusan yang akan semakin panjang, Rainer memilih untuk melanjutkan langkahnya hingga selang beberapa menit dia pun pergi meninggalkan apartemen juga Kalania yang masih berada di balkon.Tak melakukan apa-apa selama beberapa saat pasca perginya Rainer, Kalania pada akhirnya membuka kembali foto dia juga pria itu di ponselnya dan begitu melihat foto aneh tersebut, seulas senyum tipis terukir."Bisa-bisanya Rainer lebih pilih cium solatip dibanding pipi gue," gumam Kalania. "Senajis itukah gue di mata dia? Ah, atau emang dia pada kenyataanya udah enggak tertarik sama cewek? Seme nih jangan-jangan. Lebih parahnya dia mungkin uke."Terkekeh sendiri, selanjutnya itulah yang dilakukan Kalania hingga setelah terus memandangi fotonya dan Rainer, ingatan tentang solatip yang masih menempel di pipi, muncul—membuatnya dengan segera duduk di kursi yang tersedia untuk melepas solatip tersebut sebelum menempel lebih parah di pipinya.Ketika Kalania sibuk dengan solatip, maka
***"Fotonya di balkon biar bagus," kata Kalania sambil tersenyum. "Kalau di sini rasanya enggak enak ja-""Ayo," kata Rainer—memotong ucapan Kalania. "Kita foto di balkon dan pake kamera hp saya biar nanti bisa saya kirim langsung ke Rajendra.""Aku minta fotonya.""Buat apa?" tanya Rainer sambil menaikkan sebelah alis."Nakut-nakutin tikus di sini," kata Kalania. "Muka kamu kan kadang nyeremin. Jadi siapa tahu tikus di sini kabur setelah aku kasih lihat foto kamu.""Ck.""Kenapa?" tanya Kalania dengan senyumannya. "Tersungging eh tersinggung?""Enggak," sanggah Rainer dengan raut wajah datar andalannya. "Kalau gadis waras yang ngomong, saya tersinggung, tapi karena kamu yang bilang, saya biasa aja.""Jadi kata kamu aku gila gitu? Enggak waras?""Bukan saya yang ngomong," celetuk Rainer sambil beranjak. "Ayo.""Ish."Sambil mendesis, Kalania pada akhirnya beranjak kemudian bersama Rainer dia bergegas menuju balkon. Tak langsung melakukan apa yang diinginkan Rajendra, step pertama yan
***"Udah cari keperluannya? Aku pikir kamu langsung pulang."Barusaja membuka pintu unit apartemen, pertanyaan tersebut langsung dilontarkan Kalania pada Rainer yang kini berdiri di depannya sambil menenteng kresek putih bertuliskan nama sebuah minimarket.Membicarakan masalah Rajendra yang katanya meminta bukti kemudian mengungkap pula opsi yang dipilih, beberapa waktu lalu Rainer memang berpamitan untuk mencari perlengkapan yang katanya akan dipakai untuk mengatasi ciuman diantara mereka berdua.Entah apa yang dibeli pria itu, Kalania sendiri tak tahu karena ketika bertanya cara apa yang dimaksud Rainer, putra sulung Aleora tersebut tak langsung memberikan jawaban sehingga Kalania pun menunggu dengan rasa penasaran dan sekarang setelah Rainer kembali, rasa penasaran di dalam hatinya bertambah."Minimarketnya antri," kata Rainer."Beli apa aja emangnya?""Nih," kata Rainer sambil mengangkat kresek putih yang dia bawa."Ya apa? Mata aku enggak tembus pandang kali," ucap Kalania. "Man
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.