***
"Pak, kok saya diginiin sih, Pak? Saya kan barusan udah bilang kalau saya bukan orang gila! Saya seriusan mantannya Rajendra dan saya mau balas dendam sama dia, Pak! Please, Bapak bantuin saya karena kalau enggak dikasih pelajaran, Rajendra akan semakin berulah dan korbannya akan semakin banyak! Bapak mau emangnya saudara kembar Bapak memakan lebih banyak korban? Mau?"Sambil terus meronta dari pegangan dua satpam yang kini mencekalnya, seruan panjang lebar tersebut lantas dilontarkan Kalania pada Rainer yang kini berdiri pada jarak beberapa meter.To the point mengungkap tujuan datang ke kantor Rainer, respon yang didapatkan Kalania memang di luar dugaan karena alih-alih bersedia, Rainer justru menuduhnya macam-macam.Orang gila lepas dari rumah sakit jiwa.Itulah tuduhan pertama yang dikatakan Rainer padanya dan sebagai orang waras, Kalania tentu saja tak terima sehingga sejelas mungkin dia mengatakan kronologi putusnya dengan Rajendra dan alih-alih tertarik dengan tawaran yang dia berikan, Rainer justru mengusirnya.Kalania langsung pergi? Tentu saja tidak, karena tak menyerah begitu saja, dia terus membujuk Rainer untuk menjadi pacarnya. Tak sungguhan, Kalania mengatakan jika dia dan Rainer bisa melakukan pacaran kontrak.Namun, tetap saja saudara kembar Rajendra itu tak tertarik sehingga setelah diusir secara baik-baik, Kalania akhirnya diusir dengan cara ditarik oleh satpam yang dipanggil Rainer ke ruangan kerjanya."Saya enggak peduli," kata Rainer dengan raut wajah dingin yang tak berubah sejak tadi. "Mau berapa banyak korban Rajendra, saya enggak mau tahu karena itu bukan urusan saya. Lagipula saya bukan orang gabut yang mau diajak pacaran sama kamu. Jadi silakan pergi dan jangan kembali lagi.""Pak, tapi kan-""Bawa keluar, Pak satpam. Saya banyak kerjaan," potong Rainer sambil melangkah menuju meja kerjanya sementara Kalania diseret keluar dan tak bisa lagi melawan, pada akhirnya gadis itu kalah sehingga suasana ruangan Rainer pun kembali hening."Gadis gila," celetuk Rainer sambil mendudukan dirinya di kursi. "Rajendra apa enggak bisa sedikit pilih-pilih ya cari pacar, sampai gadis gila kaya gitu dipacarin? Aneh."Membuka macbook kemudian melanjutkan pekerjaan tanpa pusing memikirkan Kalania, itulah yang dilakukan Rainer selanjutnya sementara Kalania sendiri kini sudah sampai di lobi dan karena terus dipegangi, atensi beberapa orang di sana tentu saja tertuju padanya—membuat rasa malu kini mendadak datang."Lepasin ih, Pak! Saya juga enggak akan kabur kali," kata Kalania sambil berusaha melepaskan tangannya dari satpam."Enggak bisa, kamu harus kami antar sampai ke luar biar enggak bikin kekacauan," kata salah satu satpam dari sebelah kiri Kalania. "Lagian berani banget kamu aneh-aneh sama Pak Rainer.""Ya kenapa harus enggak berani? Orang dia manusia, kan? Bukan setan," celetuk Kalania dengan raut wajah kesal. "Gini deh, anterinnya udah sampai sini aja dan saya janji enggak akan nemuin Pak Rainer lagi, tapi sebelum itu tolong bantuin saya dulu karena saya serius waras.""Bantu apa?""Kasihin nomor saya ke Pak Rainer," kata Kalania. Ditolak mentah-mentah, dia memutuskan untuk tak menyerah begitu saja karena selain hasrat balas dendam pada Rajendra, Kalania juga tertarik pada sosok Rainer yang menurutnya dingin dan misterius sehingga dekat dengan pria itu mungkin akan membuatnya senang. "Enggak cuman saya yang mau pergi tanpa bikin kekacauan, saya juga bisa kasih kalian uang rokok. Gimana, setuju?"Berhenti melangkah, selanjutnya itulah yang dilakukan kedua satpam dan hal tersebut membuat Kalania melakukan hal serupa."Berapa uang rokoknya?" tanya salah satu satpam yang nampaknya tertarik pada penawaran Kalania."Lima puluh ribu seorang gimana?""Seratus baru mau.""Deal," kata Kalania sambil mengulurkan tangannya pada kedua satpam di dekat dia secara bergantian. "Masing-masing seratus, tapi kasihin nomor hp saya ke Pak Rainer.""Oke."Secercah harapan datang, Kalania tentu saja tak menyia-nyiakannya sehingga dengan segera dia bergegas menuju meja resepsionis untuk meminta selembar kertas juga bolpoint dan tanpa ba bi bu, dia menuliskan nomornya di sana—dengan harapan; Rainer akan menghubunginya di lain waktu."Nih," kata Kalania sambil menyerahkan kertas berisi nomor ponsel juga dua lembar uang seratus ribu. "Awas ya kalau ini enggak sampe. Saya doain Bapak berdua bisulan di jidat.""Amit-amit, Mbak.""Makanya sampein.""Iya, Mbak. Tenang aja.""Bagus."Bubar, selanjutnya Kalania dan dua satpam tersebut mengambil jalan berbeda karena ketika Kalania pada akhirnya memutuskan untuk keluar, dua satpam yang membawanya justru kembali menuju lift yang selanjutnya naik ke lantai atas dan cukup amanah, salah satu satpam berjalan menuju ruang kerja Rainer."Degdegan," gumam satpam tersebut sebelum akhirnya mengetik pintu dan selang beberapa detik, suara Rainer terdengar."Siapa?""Satpam yang tadi, Pak.""Masuk."Tak menimpali lagi ucapan singkat Rainer, satpam tersebut lantas membuka pintu dan sosok dingin Rainer kini memandangnya—membuat degupan jantung satpam bertubuh cukup gempal itu mendadak tak tenang."Ada apa?" tanya Rainer. "Oh ya gadis gila tadi apa udah berhasil kamu usir?""Sudah, Pak, tapi sebelum pergi dia nitipin sesuatu.""Apa?"Tak langsung menjawab, satpam tersebut memilih untuk melangkah menghampiri meja kerja Rainer dan yaps! Dia lantas menyimpan lipatan kertas yang dibawanya di atas meja."Itu apa?" tanya Rainer sambil menaikkan sebelah alis."Kurang tahu, Pak, tapi tadi Mbaknya baru mau pergi kalau saya kasih itu ke Bapak.""Oh," kata Rainer. "Ya sudah sana kembali ke bawah dan pastikan gadis gila itu enggak kembali.""Baik, Pak."Tak menunggu Rainer membuka lipatan kertas yang dia bawa, satpam suruhan Kalania akhirnya pamit undur diri dan sepeninggalnya sang satpam, Rainer mengulurkan tangan untuk membuka lipatan kertas di atas meja dan voila! Sebuah tulisan yang menurut Rainer alay, terpampang dengan nyata.081222××××××, itu nomor saya ya Pak Rainer yang terhormat, jangan lupa dihubungi karena cepat atau lambat, Bapak pasti tertarik sama tawaran saya. Meskipun sekarang keuntungannya cuman ada buat saya, tapi nanti saya yakin Bapak akan merasa untung juga karena ya ... saya lumayan cantik. Oh ya, nama saya Kalania Sea Irawan ya, Pak. Tadi kayanya kita belum sempat kenalan. Kalau mau manggil, sebut aja Kala ya, Pak. Pake cantik juga boleh hehe."Selesai membaca tulisan Kalania, Rainer berubah pikiran? Tentu saja tidak, karena alih-alih melengkungkan senyuman tipis, dia justru memasang raut wajah tak simpati sebelum akhirnya meremas kertas yang dia pegang lalu boom! Rainer membuang remasan kertas tersebut di tong sampah yang berada persis di samping kursi."Dia bukan cuman gila kayanya, tapi sinting."Tak terlalu mengambil pusing kedatangan bahkan surat dari Kalania, setelahnya Rainer memutuskan untuk fokus dengan pekerjaan hingga akhirnya sore pun tiba dan Rainer tentu saja bersiap-siap untuk pulang.Tak pergi ke mana-mana setelah pulang dari kantor, Rainer memutuskan untuk langsung menuju rumah dan setelah lebih dari setengah jam di jalan, dia tiba.Memarkirkan mobil di garasi, Rainer bergegas menuju rumah dengan setelan yang masih rapi dan sesampainya di ruang tengah, dia disambut sang Mama yang terlihat turun dari tangga."Anak ganteng Mama udah pulang," sambut Aleora dengan senyumannya."Ma."Diam dan menunggu sang mama, itulah yang dilakukan Rainer hingga tak berselang lama Aleora pun sampai di depannya—membuat dia dengan segera meraih punggung tangan sang mama untuk kemudian dicium."Gimana kerjaan kamu hari ini? Lancar?""Lancar, Ma, Alhamdulillah," kata Rainer. "Mama sendiri di rumah gimana? Asyik?""Asyik dong," kata Aleora. "Tadi siang Mama kebetulan habis teleponan juga sama teman lama Mama dan kita ngobrol banyak hal termasuk tentang jodoh.""Jodoh?" tanya Rainer. "Jodoh siapa emangnya, Ma?""Jodoh kamulah, jodoh siapa lagi emangnya?" tanya Aleora. "Mama tuh tadi teleponan sama salah satu staf di penerbitan Om kamu dulu dan ternyata dia sekarang punya penerbitan yang cukup terkenal juga dan yang kelola anaknya.""Lalu?""Anaknya perempuan, Rai, kamu enggak tertarik gitu?" tanya Aleora. "Sejak ditinggal nikah sama Sellina, kamu kayanya belum pernah punya pacar lagi. Khawatir deh Mama.""Khawatir kenapa? Aku normal kok.""Terus kenapa belum ada pacar?" tanya Aleora. "Rajendra banyak, kamu malah enggak ada sama sekali.""Ya-""Mama jodohin kamu sama anak teman Mama itu," kata Aleora—memotong ucapan Rainer dengan sengaja. "Karena anak Mama juga belum punya pasangan, tadi Mama sama teman Mama sepakat buat kenalin kalian dan kalau cocok, Mama sama teman Mama mau jodohin kamu sama anak teman Mama. Calista namanya, cantik lho.""Ma," panggil Rainer. "Aku kan-""Dua puluh delapan, Rai," potong Aleora. "Usia kamu sekarang udah segitu dan kamu harusnya udah nikah karena Papa aja nikahin Mama pas dua tujuh. Rajendra sama Aisha sepakat buat enggak langkahin kamu. Jadi kalau kamu enggak nikah-nikah, kapan mereka bisa nikah? Mau jadi bujang sama gadis lapuk bersama emangnya?"Tak menjawab, Rainer memilih diam dengan perasaan yang bingung karena jujur, dia tak suka dijodohkan dengan siapa pun. Ingin mencari pasangan sendiri, itulah prinsipnya sampai sekarang meskipun sulit untuk direalisasikan karena setelah cinta pertamanya menikah dengan orang lain, Rainer seperti mati rasa sehingga untuk tertarik lagi pada perempuan rasanya susah."Mama udah atur kencan pertama kalian malam minggu nanti," kata Aleora—kembali buka suara. "Kamu datang dan kenalan ya. Siapa tahu cocok dan bisa dijadiin pasangan. Mama dukung penuh soalnya."Masih tak menjawab, Rainer konsisten dengan diamnya hingga tak berselang lama Aleora berpamitan untuk pergi ke dapur dan melangkahnya sang mama membuat dia teringat sesuatu, sehingga sebelum Aleora semakin menjauh, Rainer buka suara."Ma."Aleora berhenti bahkan berbalik. "Iya, kenapa?""Aku enggak bisa kenalan atau dekat sama anak dari teman Mama itu karena aku punya pacar," ucap Rainer yang berhasil membuat Aleora kaget sehingga tanpa menunda, perempuan itu buka suara."Pacar?" tanya Aleora."Iya, Ma. Pacar.""Siapa, Rainer? Kok sebelumnya kamu enggak cerita sama Mama?"***"Ck."Menarik kedua tangannya dari laptop yang sejak tadi dipakai, Kalania berdecak dengan rasa kesal yang tiba-tiba saja datang. Pikiran buyar lalu konsentrasi hilang, selanjutnya itulah yang terjadi setelah ponsel yang disimpannya di dekat laptop, tak kunjung berbunyi.Padahal, setelah memberikan nomor ponselnya pada Rainer siang tadi, Kalania berharap malam ini pria itu meneleponnya untuk mengungkap ketertarikan atas ajakan dia siang tadi.Namun, sepertinya Kalania memang terlalu berharap karena jangankan telepon, pesan saja tak dikirim Rainer—membuat dia tentu saja frustasi sendiri karena selain memacari pria itu, dia tak tahu harus menggunakan cara apalagi untuk balas dendam pada Rajendra."Ini Rainer serius enggak tertarik nih sama tawaran gue?" tanya Kalania setelahnya. "Cantik lho gue tuh. Masa dia enggak mau sih? Lagian lihat adiknya permainin banyak cewek, dia enggak simpati apa? Ah, apa jangan-jangan Rainer sebelas dua belas sama Rajendra?"Tak ada yang menjawab pertany
"Rainer."Deg.Dada Kalania rasanya seperti dipukul secara mendadak setelah sang penelepon mengutarakan identitas yang tentu saja membuat dia kaget."Ra-Rainer?" tanya Kalania tergagap. "Rainer Langit Mahendra, bukan?""Iya," kata Rainer. "Dan saya hubungi kamu karena ingin membicarakan sesuatu.""Tentang apa?" tanya Kalania dengan raut wajah antusias. "Tentang tawaran aku kemarin bukan? Kalau iya, ayolah kita ngobrol ter-""Kafe Kencana," potong Rainer. "Bisa kita bicarakan semuanya di sana? Kalau bisa saya tunggu pukul setengah satu-""Bisa!" seru Kalania. "Aku bisa ke sana dan aku bakalan datang dari jam dua belas biar enggak telat. Terlepas dari apa yang mau kamu bicarain, aku bakalan datang dan aku mau dandan secantik mungkin.""Oke.""Sebut kamu enggak apa-apa, kan?" tanya Kalania. "Soalnya kan ini enggak dikantor.""Silakan," kata Rainer. Hening selama beberapa detik, setelahnya pria itu kembali buka suara. "Ya sudah kalau begitu saya matikan teleponnya dan sampai ketemu di san
***"Ck."Rainer yang kini memegang ponsel di tangan kanannya seketika berdecak setelah sebuah panggilan tiba-tiba saja masuk ke nomor miliknya. Bukan dari orang asing, panggilan tersebut berasal dari kontak yang dia namai Gadis setengah waras dan bukan orang teman terdekat apalagi saudara, orang yang Rainer namai seperti itu adalah Kalania.Ya, gadis itu.Meskipun sekarang Rainer dan Kalania sudah menjalin sebuah kerjasama, rasanya dia enggan mengubah nama kontak gadis tersebut di ponselnya karena menurut penilaian dia, begitulah Kalania."Mau apa sih gadis ini? Ganggu aja," tanya Rainer setelahnya.Alih-alih menjawab panggilan, yang dia lakukan justru hanya memandangi nama Kalania karena tak sedang senggang, saat ini Rainer sedang berkutat dengan macbook untuk mengurus pekerjaan, sehingga jelas dia tak bisa diganggu siapa pun apalagi Kalania.Tak hanya berlaku untuk gadis itu, larangan mengganggu dia di kamar diantara jam delapan sampai jam sembilan malam juga diberlakukan pada semu
"Najis," celetuk Rainer. "Enggak ada yang bisa gue kangenin dari lo.""Terus mau apa?" tanya Rajendra sambil mendudukan dirinya di samping Rainer dan alih-alih mendapat jawaban dari sang saudara kembar, dia justru mendapat perinrah."Pake baju dulu lo, masuk angin," kata Rainer. "Gue enggak bakalan ngomong sebelum lo pake baju.""Halah ribet banget lo, Rainer," desah Rajendra sambil beranjak. "Manggung malam sambil ujan-ujanan aja kuat, apalagi cuman kaya gini? Gue enggak selemah itu kali.""Udah sih tinggal pake baju kan enggak susah juga," kata Rainer. "Apa perlu gue bajuin?""Males," celetuk Rajendra. "Gue bukan balita kali.""Ya udah kalau gitu pake baju sendiri.""Iya-iya, bawel lo."Tak menjawab, Rainer hanya diam sambil menumpukan kedua tangannya di kasur sementara Rajendra sendiri mulai mencari pakaian dan tanpa memerlukan waktu lama, putra tengah Aleora tersebut selesai mengenakan kaos juga kolor dalam beberapa menit saja."Udah tuh pake baju," kata Rajendra pada sang kembara
***"Gimana, Mbak, apa sudah pas?"Duduk di depan sebuah cermin besar, Kalania sedikit menyipitkan mata setelah pertanyaan tersebut dilontarkan seorang perempuan yang sejak beberapa saat lalu mengurus rambutnya.Tak diam di rumah seperti biasa, hari sabtu ini Kalania memang memutuskan untuk pergi ke spa bahkan salon karena setelah mendengar kabar dari Rainer hari jumat kemarin, dia memutuskan untuk dandan secantik mungkin malam nanti.Rajendra akan ada di acara makan malam.Itulah yang dikatakan Rainer kemarin pagi sehingga tak mau sembarangan, segala persiapan menuju makan malam nanti dilakukan sebaik mungkin olehnya dan tentu saja tak hanya pergi merawat diri, Kalania akan pergi ke mall untuk membeli baju dan perintilan lainnya.Semua dilakukan sendiri? Ya, tentu saja karena Rainer yang notabenenya pacar pura-pura, enggan berpartisipasi sehingga mau tak mau Kalania pergi tanpa teman karena Tami sang sahabat pun tengah memiliki urusan.Bukan problem besar, hal tersebut jelas tak men
"Balikan?" tanya Kalania dengan senyuman meledek. "Enggaklah, buat apa juga aku ngajak balikan orang yang udah mutusin aku tanpa alasan? Ngerasa spesial banget emangnya kamu sampai harus didatangin ke rumah buat diajak balikan?""Terus kalau bukan mau ngajak balikan, lo mau apa datang ke rumah gue?" tanya Rajendra sinis, karena tamparan yang pernah diberikan Kalania masih membekas diingatannya hingga sekarang. "Sana balik. Gue lagi nunggu tamu penting dan-""Dia tamu gue, Jen."Belum selesai Rajendra bicara, suara Rainer lebih dulu terdengar dari dalam rumah dan munculnya pria itu tentu saja membuat Kalania bersorak di dalam hati karena inilah yang dia tunggu sejak kemarin."Tamu lo?" tanya Rajendra—kembali mengerutkan kening dengan perasaan yang lagi-lagi heran. "Tamu lo gimana? Dia mantan gue. Dia cewek yang baru gue putusin dua minggu lalu dan-""Dia pacar gue sekarang," potong Rainer dengan raut wajah serius. "Kalania pacar gue dan tolong biarin dia masuk karena dia tamunya Mama m
***"Duduk. Sebelum makan malam sama-sama, kita ngobrol dulu sebentar karena Mama pengen tahu dulu apa yang sebenarnya terjadi di bawah tadi."Mendudukan dirinya lebih dulu di sofa single yang tersedia di ruang tengah lantai dua, perintah tersebut lantas dikatakan Aleora padaa Rainer mau pun Rajendra yang mengikutinya sejak beberapa menit lalu.Turun setelah segala persiapan dirasa selesai, beberapa waktu lalu Aleora dibuat heran ketika mendapati suami juga kedua putranya berkumpul di ambang pintu depan. Tak hanya ketiga pria itu, Aleora juga mendapati seorang gadis asing sehingga bertanya tentang apa yang sebenarnya terjadi pun dilakukannya dan Rajendralah yang memberikan jawaban lebih dulu.Sama seperti ketika pada Raiden, Rajendra mengadu tentang siapa Kalania dan hal tersebut tentunya membuat Aleora kaget sehingga setelah mempersilakan dulu Kalania masuk, dia mengajak kedua putranya untuk berbicara serius karena dengan status Kalania, dia khawatir Rajendra mau pun Rainer terlibat
***Tak langsung menjawab, untuk beberapa saat Rainer diam sambil berpikir. Memandang sang mama, selanjutnya dia mengangguk."Iya, Ma. Aku cinta sama dia.""Enggak punya niat mainin dia seperti yang dilakuin Rajendra?""Enggak, Ma.""Oke," ucap Aleora. Menghela napas, selanjutnya yang dia lakukan adalah diam sambil berpikir—mencari solusi yang baik agar kedua putranya tak terus berselisih paham.Tak akan melarang Kalania bersama Rainer karena gadis itu yang tak punya sisi salah ketika berpisah dengan Rajendra, Aleora mengambil keputusan untuk merestui hubungan dia dan Rainer.Namun, tentu saja sebagai ibu, dia harus pula memberikan pengertian pada Rajendra agar tak merasa keberatan karena bagaimanapun juga berakhirnya hubungan Rajendra dan Kalania diakibatkan oleh ulah pria itu sendiri."Jadi gimana, Ma? Enggak boleh, kan, Rainer pacaran sama Kalania?" tanya Rajendra setelah beberapa detik suasana diantara ketiganya hening. "Kalania mantan aku dan-""Kamu masih cinta enggak sama dia?"