Share

5. Kembalinya Anesia

Bab 5

Sehari setelah Anesia menghilang.

Seorang pria dan wanita tua sedang berjalan menyusuri pinggiran sungai untuk mencari kayu disekitarnya

Saat mereka beranjak pergi, tiba tiba tatapan wanita tua itu nampak melihat seseorang sedang terkapar tidak sadarkan diri dan itu adalah Anesia.

"Pak, itu manusia pak! astagfirullah. Pak! ayo tolongin!"

Mereka langsung membawa Anesia ke gubuk mereka yang terletak tidak terlalu jauh dari tempat mereka menemukan Anesia dan mengobati beberapa luka yang ada ditubuhnya dengan obat-obatan tradisional.

Seharian sudah Anesia tidak sadarkan diri, lalu ia pun tersadar dan terbangun dengan sakit di sekujur tubuh.

"Awwwww... badanku. yaampun semua terasa begitu sakit. Dimana aku?" ucap Anesia mengedarkan pandangan keseluruh ruang.

"Apakah ini surga? Tapi, tak mungkin surga seperti ini. Ini hanya gubuk tua kecil. Apakah itu berarti aku masih hidup? Yaa, pasti aku masih hidup. Buktinya badanku masih merasakan sakit. Tapi, siapa yang membawaku kemari?" bingung Anesia.

Ia lalu turun dari tempat tidur lusuh itu, mencari tahu seorang yang menyelamatkannya.

***

Setelah beberapa hari masa pemulihan akhirnya Anesia sudah kembali pulih dan harus pulang secepatnya.

Sesampainya Anesia di rumah.

Dia sangat kaget, melihat kain putih tergantung di depan rumahnya menandakan ada seseorang yang telah berpulang kerahmatullah.

Anesia dengan cepat dan penuh kepanikan berlari masuk ke dalam rumahnya dan memanggil nama semua orang.

"Mama, papa, kakak, aku pulang!!" panggil Anesia dengan raut ketakutan dan sedih berharap bukan salah satu dari mereka yang telah pergi. Walau dia sudah berfirasat kepada ibunya. Karena memang, ibunya sakit sakitan selama setahun ini.

Jordan- ayah Anesia mendengar suara yang tak asing memanggilnya. seketika ia langsung menghampiri dengan kobaran amarah, begitu juga Felisia.

"Ayah, mana Ibu?" tanya Anesia ketika melihat sang Ayah mendekat

"Plak"

tamparan yang mengejutkan detik itu langsung mendarat di pipi kiri Anesia dan imembuat gadis itu terkejut.

"Apa yang kau lakukan disini? Dasar anak tak berguna."

Plakk...

Jordan kembali menampar pipi kanan Anesia dan membuat Anesia menangis, bertanya tentang apa sebenarnya yang tengah terjadi.

"Kenapa Ayah menamparku? Apa salahku? Mana ibu?"

"Apa yang kau harapkan gadis bodoh, kami akan memaafkan semua kesalahanmu setelah membuat ibu mati, hah?" cerca Felisia menggebu-gebu.

Anesia yang mendengar ucapan kakaknya langsung membeku saat itu juga, disusul setelahnya tangis pecah yang tak berkesudahan.

"Nggak! nggak mungkin Mama ninggalin aku! kalian pasti bohong kan? Mahh, Mama. Anesia pulang Mah. Mama dimana?"

Anesia menyusuri setiap ruang namun tak menemukan tanda adanya kehidupan sang ibu

"Di mana ibuku!? kalian pasti menyembunyikannya, apa salahku pada kalian? kenapa kalian ngelakuin ini?"

"Tak usah berpura pura lugu, pergi kau dari rumah ini anak tak tahu diri." Jordan langsung menyeret Anesia menuju pintu rumah dengan kasarnya.

"Ayah, kenapa ayah mengusirku, aku ini anakmu, kenapa Ayah ngelakuin ini hiks hiks hiiks? kak! Apa yang terjadi, kakak tolong aku! Aku nggak mau pergi!" Anesia terus berusaha untuk masuk ke rumahnya walau sang ayahnya melarang. Sedangkan Felisia hanya terdiam dengan raut kemarahan.

Sampai akhirnya ia kalah dari ayahnya dan terkapar di luar pintu yang telah tertutup.

"Hiks... hiks... hikss... apa yang sebenarnya terjadi, kenapa mereka semua marah padaku hiks hiks hiks.

"Mahh, aku rindu Mama. Tapi kenapa mama pergi ninggalin aku." Anesia terus menangis selama beberapa jam tanpa mau beranjak.

"Hmm, aku harus kuat. mama nggak suka aku lemah. Sebaiknya aku pergi untuk mencari tau sebenarnya apa yang sedang terjadi."

Anesia pergi menemui sahabatnya Ziha dan Fani namun ia tidak menemuka info apapun karena orang tua dari sahabatnya melarang ia untuk bertemu.

"Harapan aku satu satunya hanya Andi, semoga dia mau menemuiku." Anesia lalu bergegas.

Ia sudah sampai di kediaman Andi tepatnya di depan sebuah pintu yang terlihat megah.

Ia memberanikan diri untuk menekan bel pintu rumah itu, namun sebelum ia menekan. Seseorang telah keluar.

"Andi,"seru Anesia.

"Anesia." Andi secara spontan langsung memeluk Anesia.

"Gue rindu banget sama loh, kemana aja loh, beberapa hari ini?"

"Emmm, ceritanya panjang nanti gue jelasin ke loh. Yang terpenting sekarang Tolong loh jelasin semua yang terjadi selama beberapa hari ini ke gue. gue nggak ngerti sama sekali."

"Emm, baiklah tapi kita kerestoran pinggir jalan sana dulu yuk, biar nyeritanya enak."

"Em baiklah."

Andi menjelaskan semua yang terjadi dan menunjukan bukti screenshoot percakapan Anesia kepada kakaknya. Yang ia dapatkan dari kiriman Ziha di grup percakapan dan semua itu membuat Anesia benar benar tercengang.

"Sumpah Ndi, gue nggak pernah ngomong gitu ke kakak gue, ini pasti perbuatan orang lain."

"Tapi siapa?" tanya Andi.

seketika sekelebat bayang berputar di otak Anesia.

"Gue tahu siapa pelakunya, pasti dia. Cerita sebenarnya gini Ndi...." Anesia menjelaskan semua yang terjadi padanya, mulai dari orang tersebut membuangnya ke sungai yang deras sampai pesan pesan tak bermoral yang ia kirimkan kepada kakaknya. Tak ada yang tertinggal sedikitpun dari penjelasannya dan Andi mendengarkan hanya mengangguk nganggukan kepala.

"Astaga, jadi selama itu loh, sedang berjuang dengan maut, dan kita disini hanya berpikir yang tidak tidak terhadap loh,"kaget Andi. dia sejak awal sudah menduga. tidak mungkin Anesia melakukan hal sekejam itu.

"Emm, nggak papa kok gue ngerti perasaan kalian, tapi sekarang semua orang nggak ada yang percaya ke gue. Bahkan Fani dan Ziha juga enggan menemuiku."

"Emm, nggak papa kok. Gue ada untuk loh."

"Makasih yah Ndi."

Tut... tuut... tutt... " Ndi hp kamu ada yang nelpon tuh."

"Emm, tungguin yah. Gue angkat telpon dulu."

"Halo..." percakapan Andi berlangsung agak lama.

"..., baiklah Ayah."

"Ada apa Ndi."

"Emm, gini An sebelumnya gue mau minta maaf, karena sepertinya gue nggak bisa bantuin loh, untuk saat ini. ayah nelpon gue, dan nyuruh gue ke belanda untuk beberapa saat karena ibu gue sedang sakit. Maaf banget An, loh nggak papa kan?"

"Emm, gitu yah. Ia gue nggak papa kok, orang tua loh lebih penting dari apapun, jadi loh harus pergi secepatnya. Gue mampu kok hadapin ini sendirian, kayak loh nggak tahu gue aja. Kalau gitu gue pergi yah." Anesia hanya bisa menampilkan senyum palsu yang sangat dipaksakan.

"Emm, tapi loh nggak marah kan."

"Aneh deh loh, ngapain juga gue marah ke loh, yang ada gue bersyukur karena loh percaya ke gue, itu udah cukup kok untuk nambahin semangat gue. Kalau gitu gue pergi yah, bye.love you."

"Love you to." mereka saling membalas ucapan yang memang biasa diucapkan sebagai penutup itu.

Anesia bergegas, meninggalkan Andi, karena ia tak sanggup lagi menahan air matanya. Mengingat orang yang percaya padanya harus pergi. Namun ia mencoba untuk tegar menghadapi.

'Ini semua karena lelaki brengsek itu, kalau aku menemukannya aku akan menghabisinya walau aku harus mengorbankan nyawaku sekalipun, ia telah menghancurkan kehidupanku," batin Ayla.

"Mah, sekarang aku harus kemana?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status