Waktu menunjukkan pukul enam pagi dan Shireen sudah rapi, hatinya sangat bersemangat hari ini karena akan bertemu dengan kedua orangtuanya, lebih tepatnya makam kedua orangtuanya.
Shireen memoles wajah dengan sentuhan make up tipis dan sedikit lipstik untuk menyamarkan warna pada bibir yang pucat karena sedari ia bangun, mual dan muntah sudah ia alami. Seperti biasa Shireen mengalami morning sickness.
Walaupun sangat menyiksa tapi Shireen mengabaikan rasa sakit dan pusingnya. Dengan dandanan yang sudah rapi, Shireen memandang dirinya sendiri di depan cermin. "Sepertinya aku nambah gendut," gumamnya meneliti tubuh apalagi bagian payudaranya yang sudah membengkak.
"Eemm ... ini semua gara-gara kamu makhluk kecil, tapi tak apa sih. Mama bahagia ada kamu di sini, paling nggak kamu bisa jadi temen Mama saat Mama kesepian," gumam Shireen mengelus sayang perutnya.
"Oke! Mari kita ke makam oma sama opa,Adam menegakkan tubuhnya dari bersandar di pohon lalu berdeham. Suara Adam mengagetkan Shireen, ujung matanya melirik saat Adam sudah berdiri disampingnya.Wajah Shireen langsung melengos tidak mau menatap laki-laki yang berstatus suaminya itu. "Mau apa kau kesini?!" tanya ketus Shireen."Mau mengantarkan istriku ke makan kedua orang tuanya," jawab Adam dengan santai."Heh! Sudah nggak mood, mendingan kau temani saja itu istrimu daripada mengurusiku!" ucap sinis Shireen."Jadi kau cemburu? Seharusnya kau tau posisimu," ucap datar Adam tapi menyimpan kata sindiran didalamnya."Tentu aku tau posisiku sekarang dan silakan tuan yang terhormat tinggalkan aku sendiri di sini karena aku sedang nggak mood buat bertengkar.""Nggak
Shireen berjalan dengan langkah santai menuju tangga, tapi dia bertemu dengan Mella di ujung tangga. Mella menatapnya sinis."Seneng ya yang baru di anter pergi," sindir Mella tajam.Shireen menatap wajah menjengkelkan Mella dengan malas. "Memangnya kenapa?""Ceh! Tau diri kalau jadi orang, kamu itu hanya sementara di sini jangan banyak tingkah. Mentang-mentang hamil semua harus di turuti? Heh! Pemanfaatan." Mella begitu tajam dalam ucapannya.Shireen menatap malas Mella. "Sudahlah, aku lelah mau istirahat. Kau terlalu ikut campur dalam urusanku. Lebih baik kau urusi saja karir kamu itu!" sindir Shireen."Dasar wanita kedua!" sinis Mella mencela.Setelah mengatakan itu Shireen pergi dari hadapan Mella, meninggalkan perempuan yang dengan tajam menatapnya dari belakang sampai Shireen merasa punggungnya begitu dingin. Masa bodohlah Shireen juga lelah menghadapinya saat in
Semakin hari Shireen semakin bertambah nafsu makannya sampai-sampai ia begitu frustasi saat melihat angka timbangan yang bergeser ke kanan. Nafsu makannya tidak mengenal waktu, di saat tengah malam pun Shireen merasa lapar mendadak hingga sampai terbangun hanya untuk makan.Maka dari itu Adam meminta pada bibi pelayan untuk mengisi lemari pendingin tidak pernah kehabisan makanan seperti buah dan juga kue, tentu itu tanpa sepengetahuan Shireen. Meskipun Mella tidak pernah absen memberi uang belanja untuk memenuhi dapur, tapi isi lemari pendingin itu hanya berisi bahan makanan untuk di olah saja.Jarang adanya makanan kue dan lainnya karena Mella dan Adam akan makan di luar jika siang atau dinner bersama, itu karena tuntutan pekerjaan yang membuat mereka tidak bisa selalu makan di rumah.Semenjak adanya Shireen di kediaman Adam, para pelayan kini bisa menyiapkan makanan pagi, siang dan malam. Dan bertambah banyak makan
Mata Shireen terbuka menyapu ruangan yang kini sudah mulai sedikit lebih terang. Senyumannya terbit secerah sinar mentari di pagi hari. Bayangan kelembutan Adam semalam memabukkannya sampai tersenyum manis tidak hilang-hilang."Sudah bangun?" Suara Adam mencuri pendengaran Shireen.Shireen menoleh dan memasang wajah biasa saja. Adam menghampiri dan mencium pipi Shireen hingga membuat istrinya itu bersemu merah. "Mandilah dan turun untuk sarapan." Adam berkata kemudian lebih dulu keluar dari kamar Shireen untuk memberi waktu pada perempuannya membersihkan diri.Saat Adam keluar, Mella juga keluar dari kamarnya. Tatapan mereka bertemu dengan jarak yang cukup jauh karena letak kamar mereka yang di ujung dan saling berhadapan. Mella tidak menghampiri Adam tapi langsung turun ke bawah untuk sarapan. Adam memandang punggung istri pertamanya itu kemudian mengikutinya ke ruang makan."Pules tidurnya?" tanya Mell
Setelah telepon tertutup Dika mengusap wajahnya kasar, kembali bingung harus berbuat apa sekarang. Jujur Dika sangat kasihan pada sahabatnya yang sudah ia anggap sebagai adik. Sebenarnya Dika juga tidak meragukan Adam sebagai suami Shireen, tapi melihat cara lelaki itu mendapatkan Shireen itulah yang membuat Dika menjadi khawatir dan tidak rela."Tinggalkan aku sendiri," pinta Dika pada asistennya."Tapi tuan.""Tinggalkan aku sendiri dengar nggak!!" marah Dika meraung.Pikirannya sedang kalut saat ini hingga jika asistennya ada didekatnya mungkin dia tidak akan selamat. Dika suka lepas kontrol jika sudah dalam keadaan down seperti ini. Tidak di pungkiri jika Dika amat sangat menyayangi Shireen. Hatinya juga ikut sakit jika keadaannya seperti ini.**
Adam pulang sangat malam hari ini bahkan sudah di bilang bukan malam lagi tapi pagi. Jam 02.00 pagi barulah dia sampai. Wajah yang lelah sangat terlihat. Adam langsung masuk ke kamar Shireen untuk melihat wajah yang sepanjang hari ada di dalam pikirannya.Dibukanya pelan pintu kamar istri keduanya itu karena takut jika mengganggu. Begitu pelan sampai tidak ada suara yang terdengar. Berjalan pelan dan berhenti di depan Shireen yang berbaring dengan mata yang terpejam damai.Adam menurunkan tubuhnya dan mencium kening Shireen begitu lama sampai empunya melenguh merasa terganggu. "Maaf," ucapnya lembut seraya mengusap pipi halus Shireen.Entah mengapa Adam sangat merasa bersalah. Adam adalah serigala bawah tanah bagi kelompoknya, tapi saat ini dia bagai mangsa yang ketakutan akan predator. Sangat takut jika Shireen mengetahui keb
Adam masih saja menatap Shireen membuat yang di tatap menjadi canggung. Shireen masih terus makan tapi lama-kelamaan menjadi risih juga. "Nggak usah liatin terus bisa nggak sih?!" omel Shireen. Adam malah tertawa kecil. "Memangnya kenapa? Toh aku liatin istri aku bukan istri orang lain," jawab enteng Adam. Shireen memutar bola matanya jengah. "Terserah." Emang ibu hamil, mood nya naik turun macam roller coaster. Adam cuek saja melihatnya dan terus saja menatap penuh minat. Shireen berdiri, " Makasih makanannya. Aku ke kamar dulu." Shireen beranjak dari tempatnya dan menuju kamar. Adam tidak mengejar dan tatapannya terus menuju pada punggung Shireen yang semakin menghilang. Senyum dan tawa yang ia perlihatkan pada Shireen luntur dalam sekejap mengingat rasa bersalahnya. Sedangkan Shireen di dalam kamar terus menggerutu. Pipinya merah karena
Shireen yang mendengar itu sedikit menegang. Berpikir jika caranya itu sangat murahan dan pasaran. Shireen menelan ludah gugup. Sialan Adam! Bisa tidak jika pura-pura tidak tahu? Shireen mengutuk."Aku mau minta izin buat ketemu Dika.""Dika?" Adam kembali menaikkan sebelah alisnya.Shireen menggeram kesal, " Kau sudah tau siapa dia kenapa harus bertanya?!" Shireen berkata begitu kesal.Adam tertawa kecil, " Ya, aku tau. Lalu ada masalah apa kau mau bertemu sama laki-laki bodoh itu?" katanya mengejek."Sudahlah, nggak guna juga ngomong sama laki-laki nggak punya hati!" Setelah mengalami itu Shireen pergi dengan hati dongkol karena ucapan Adam sudah di pastikan tidak di perbolehkan. Tapi, saat tangan Shireen memegang gagang pintu suara Adam mengintrupsi.&nb