Share

Alasan Yang Menyakitkan!

'Enak saja wanita itu. Kita lihat siapa yang akan menang, aku atau istri baru Mas Alif itu. Malam ini Mas Alif menjadi milikku, maafkan aku ya. Semoga aku tidak berdosa.' Aku bersorak riang di dalam hati, karena Mas Alif lebih memilih bersamaku daripada wanita itu.

'Selamat menikmati tidur sendiri malam ini, wanita penggoda,' batinku. Aku tersenyum sinis, membayangkan bagaimana kesalnya wanita itu.

****

Saat pagi hari, kurasakan sentuhan di pipiku terasa dingin. Saat menoleh, ternyata di sana ada Mas Alif sudah berdiri lengkap dengan pakaian untuk salat.

"Ayo bangun, Sayang. Sebentar lagi azan Subuh," ucap Mas Alif padaku.

Dengan kepala yang sedikit pusing, aku bangun untuk melafazkan doa bangun tidur.

"Udah jam berapa, Mas?" tanyaku dengan suara serak.

"Hampir jam empat pagi lah, siap-siap aja dulu. Mandi dulu sana, habis itu baru salat berjamaah," ucapnya sambil mengecup keningku.

Ia lalu mempersiapkan sajadah untuk kami.

Tak menunggu waktu lama, aku bergegas melaksanakan tugas yang ia perintahkan.

Setelah selesai, kami lalu melaksanakan salat berjamaah.

Usai melaksanakan salat, Mas Alif berbalik menghadapku, ia mengulurkan tangannya, perlahan kusambut tangannya lalu mencium dengan takzim.

Tanpa sadar air mataku menetes begitu saja, membasahi telapak tangannya.

"Dek, kenapa menangis?" tanyanya sambil mengusap kepalaku.

Aku masih mencium punggung tangannya, kugenggam erat tangan itu.

Amarahku masih bisa kukendalikan, Mas. Tapi tidak dengan rasa sakit ini, batinku.

"Aduh, kok genggam tangan Mas erat banget," ucap Mas Alif berusaha melepaskan tangannya.

Tersadar, aku lalu melepaskan tangan itu.

"Kenapa kamu menangis, Dek?" tanya Mas Alif.

"Tidak papa, Mas. Adek hanya merindukan momen ini," ucapku tanpa menolehnya.

Aku lalu berdiri, dan melepaskan mukena yang kupakai.

"Dek, apa Mas ada salah denganmu. Kenapa kamu menangis, kamu tau 'kan tangisanmu itu kelemahan untuk, Mas," ucapnya yang masih duduk di atas sajadah.

"Maaf, Mas. Aku hanya sangat bahagia suamiku sudah pulang dengan selamat," jawabku lalu berlalu pergi.

Mas Alif, mengekor di belakangku.

Aku berbalik menatapnya, senyuman manis dan tatapan penuh cinta itu yang selalu kudapatkan kala pagi datang.

"Kenapa mengikutiku, Mas?" tanyaku dengan wajah datar.

Dia lalu mendekat, dan menangkup pipiku.

"Bukankah setiap pagi Mas lalu mengikuti kemanapun kamu pergi," ucapnya dengan senyuman manis.

"Jangan sekarang, Mas. Aku ingin memasak untuk sarapan," jawabku.

"Tenanglah, Dek. Sudah ada Bi Narti

di dapur. Kamu merindukan Mas kan selama ini, padahal hanya dua Minggu ditinggalin, biasanya juga sebulan nggak begitu," ucapnya diiringi kekehan kecil.

"Karena saat kamu pulang, kamu membawa secercah kebahagiaan, Mas. Namun sekarang, bukan kebahagiaan yang kudapatkan tapi sebuah harapan. Harapan untuk kamu tetap di sini, atau pergi meninggalkanku sendiri," gumamku pelan.

"A-apa, Dek?" tanyanya gugup.

"Apa?" tanyaku balik, dengan alis yang terangkat.

"K-kamu tadi ngomong apa?" tanya Mas Alif kembali.

"Tidak ada," jawabku dingin lalu meninggalkannya begitu saja.

****

Tepat pukul tujuh pagi, meja makan sudah tersedia berbagai makanan untuk sarapan.

"Bi," panggilku kepada wanita tua yang selama ini kuanggap sebagai keluarga.

"Kenapa, Non?" tanya Bi Narti.

"Bibi temani kami makan ya, ayo duduk, Bi," ucapku mempersilahkan Bi Narti.

"T-tapi, Non ...."

"Sudahlah, Bi. Bukankah Laura sudah menganggap Bibi sebagai keluarga Laura sendiri," ucapku.

Hening, tak ada jawaban dari Bu Narti. Matanya fokus pada Mas Alif yang datang lengkap dengan pakaian kerjanya.

Hari ini aku akan mengikutimu pergi, Mas, ucapku.

"Pagi, Dedek," ucap Mas Alif.

Aku tak menjawab masih sibuk dengan makanan yang kusiapkan untuknya.

"Ayo, Bi." Aku menarik lembut tangan Bi Narti untuk duduk.

"Kamu hari ini ke toko, Sayang?" tanya Mas Alif di sela-sela makan.

"Iya." Singkat aku menjawab.

"Mau Mas antar atau pakai mobil sendiri?" tanyanya lagi.

"Mobil sendiri saja," ucapku.

"Makanlah, Mas. Adab saat makan itu, tak boleh berbicara." Setelah berbicara begitu, Mas Alif tak bertanya lagi kemudian.

Selesai makan, aku bersiap untuk berangkat ke toko milikku. Eh, lebih tepatnya untuk mengikuti kemana Mas Alif akan pergi hari ini.

Siapa tau dia ke tempat wanita penggoda yang asalnya darimana aku pun tak tau.

"Tolong pasangkan dasi Mas, Dek," ucapnya yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar.

"Kamu bisa pasang sendiri kan?" tanyaku tanpa menatapnya.

Aku masih fokus pada hijab yang kukenakan.

Selesai, kulangkahkan kaki menuju luar kamar. Belum sempat ke luar pergelangan tanganku ditarik secara kasar oleh Mas Alif.

"Apa apa denganmu, Dek! Dari kemaren sikap manjamu berubah menjadi sosok yang dingin dan tak acuh begini?!" bentak Mas Alif padaku.

"Aww, sakit, Mas ...." Aku merintih, ketika Mas Alif memegang erat pergelangan tanganku.

Bukannya melepaskan dia malah makin mengeratkan genggamannya.

"S-sakit, Mas." Aku berucap sambil meneteskan air mata.

Kurasakan pegangan pada pergelangan tanganku melonggar.

"Astaghfirullahal'adzim ...," lirih Mas Alif berucap. Ia mengusap wajahnya dengan kasar.

"Maafkan Mas, Dek. Mas hanya tak suka melihat tingkahmu yang sekarang." Dia berusaha memeluk. Namun, aku langsung mendorong tubuhnya dengan kasar.

"Ada apa denganmu, Dek. Jika ada masalah, baiknya kita selesaikan secara damai, dengan kepala dingin. Mas merindukan sifat manjamu, itu saja," ucap Mas Alif lagi.

"Terkadang kita perlu introspeksi diri, Mas. Jika aku berubah, berarti ada kesalahan fatal yang kamu lakukan padaku," ucapku dengan suara bergetar.

"A-apa maksudmu, Dek. Apa kamu ...." Mas Alif menggantungkan ucapannya.

"Ya, Mas. Aku sudah semuanya, tentang pernikahan diam-diammu. Tentang bagaimana kamu menghianatiku, membohongiku di belakang. Aku tau semuanya!" teriakku di depannya.

Tak tahan lagi rasanya, kuluapkan semua yang kuketahui.

Mas Alif mematung mendengar teriakanku.

"D-dek ...." Mas Alif mendekat berusaha menggapai lenganku.

"Apa aku kurang, Mas?!" bentakku padanya.

"Kenapa kamu menghianatiku!"

"M-mas, bisa jelaskan, Dek. Tolong dengarkan ini semua," ucap Mas Alif.

"Jelaskan, apa yang ingin kau jelaskan," ucapku dengan wajah kecewa.

"Sebelumnya Mas minta maaf, Dek. Karena Mas sudah menikahinya secara diam-diam, bukan karena paksaan tapi lebih tepatnya rasa kasihan," ucap Mas Alif padaku.

"Kamu kasihan padanya, Mas?" tanyaku.

"Dengarkan penjelasan Mas terlebih dahulu, Dek." Mas Alif menangkupkan kedua telapak tangan di depan dadanya.

Aku menggelengkan kepala, tak percaya dengan apa yang telah Mas Alif lakukan.

"Dia sahabat kecil, Mas. Dia sudah kehilangan orang tuanya karena kecelakaan. Mas ...." Ucapan Mas Alif menggantung di udara.

"Mas diberi amanat untuk menikahinya, Dek. Karena dalam keadaan mendesak, Mas mengiyakan perkataan itu. Kami tau kan, Dek amanat itu harus dilaksanakan, jadi ...." Mas Alif menatapku dalam.

Aku menggelengkan kepala berkali-kali, tak mengerti bagaimana jalan pikiran yang dipilih Mas Alif.

"Jadi kamu menikahinya karena amanat, karena cinta bukan kasihan begitu?" tanyaku dengan suara yang tercekat.

"Tidak, Dek. Mas hanya kasihan, karena dia sudah kehilangan orang tuanya, dia terpuruk, Dek." Mas Alif berusaha menjelaskan.

"Aku juga terpuruk, Mas! Aku lebih terpuruk di sini, kamu menghianati pernikahan kita. Kamu mengingkari janji yang kamu ucapkan di depan ayahku, kamu jahat, Mas. Kamu mencintainya bukan!" bentakku padanya.

"Tidak, Dek. Percayalah cinta Mas hanya untuk Adek," ucap Mas Alif.

Aku melihat matanya berkaca-kaca.

"Berhentilah menangis, Mas tak kuat melihatnya, Dek."

"Kamu yang membuatku menangis, Mas."

"Kamu yang membuat aku terluka, lima tahun, Mas. Lima tahun pernikahan kita berjalan, dan kamu ... dengan mudahnya menghancurkan itu semua," ucapku dengan suara yang bergetar.

"Maafkan Mas, Sayang." Mas Alif bersimpuh di depan kakiku.

"Mari kita bercerai, Mas ...." Ucapan itu tiba-tiba ke luar begitu saja dari mulutku.

Aku enggan menatap Mas Alif. Hatiku terasa selalu sakit ketika melihat wajah teduh yang selalu menatapku penuh cinta.

-

-

-

-

Next?

Sehat-sehat selalu pokoknya untuk kalian. ❤️❤️❤️

Kalo ada yang mau Krisan boleh banget ya, siapa tau ada salah penempatan tanda baca atau typo saat aku menulisnya❤️❤️

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Lichimel Tapangan
ga seru. nyambungnya dikit²
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status