Aku tidak pernah menduga jika hal yang paling aku benci akhirnya terjadi juga.
Hari ini, pada tanggal 16 Desember 2021 Ayah tiba-tiba menyuruhku untuk segera mengemasi barang. Entah, kenapa dia melakukan hal mendadak itu tanpa memberitahu atau meminta pendapatku dulu. Yang pasti, alasan utamanya adalah agar aku tak membantah ucapannya.Dengan rasa dongkol yang amat sangat. Kujejalkan asal semua pakaianku ke dalam koper berwarna abu itu. Tak lupa, aku juga mengambil beberapa barang yang aku perlu, sekaligus buku diary bergambar Winnie de Poo milikku.Tin ...Tin ...Tin ...Sial!Ingin sekali aku mengumpat sekaligus menyumpah serapahi kelakson mobil di depan pintu. Tidak bisakah dua insan yang tengah berbahagia itu menghargai privasiku. Aku bahkan belum menemukan foto Ibu.Tapi, mereka berdua dengan pikiran dan ego yang sedang diselimuti kabut cinta, seolah-olah mendorong diriku jatuh ke dalam jurang kehidupan.Damn it!Apalagi, suara teriakan dari Ayah yang menyuruhku segera bergegas membuat gendang telingaku hampir pecah.Sial!Sial!Sial!Aku sungguh membenci hari ini.***Dalam perjalanan yang amat membosankan ini. Kulihat jari-jemari Ayah bergerak mendekati tangan kanan Roselin dari kaca mobil.Tak habis di situ, bak dua pasang sejoli yang dimabuk asmara mereka berdua pun tanpa rasa malu saling bertukar pandangan dengan kode yang aku sama sekali tidak tahu.Jujur saja, itu membuat rasa mual seketika memenuhi rongga perutku. Naik ke atas kerongkongan, hampir saja menyembur. Jika saja, aku tak segera menenggak sebotol air mineral sembari memalingkan wajah ke arah jalanan aspal yang tampak sepi.Aku bosan. Sangat malah.Meskipun sudah memalingkan wajah melihat pemandangan jalan. Rasanya hatiku tetap saja kosong.Lukisan alam yang kulihat sore ini benar-benar tak menarik minatku sama sekali. Bahkan, rona jingga yang akhir-akhir ini begitu memikatku. Tak membuat hatiku goyah juga.Sebaliknya, aku semakin dan terus merasa jenuh di dalam mobil bersama mereka berdua.Mungkin, hampir dua jam perjalanan dan berakhir dengan diriku yang tertidur lelap. Akhirnya, kami sampai juga ditempat tujuan.Awalnya, kukira Ayah salah jalan atau sedang mengajakku pergi untuk bertamasya dengan menyewa hotel besar selama beberapa hari. Namun, kenyataannya aku salah.Bangunan besar yang begitu menjulang dan menganggumkan ini rupanya kediaman Roselin.Sebentar.Biarkan otakku berpikir untuk beberapa saat.Sejujurnya aku masih tidak yakin. Namun, saat kucubit bagian pipiku sendiri kemudian meringis pelan, karena merasa sakit. Aku baru sadar jika ini bukanlah mimpi.Tapi, haruskah aku senang? Terlebih memiliki Ibu tiri sekaya raya Roselin. Apa ini bonus untuk anak baik seperti diriku? Atau Tuhan punya rencana lain yang tak terduga? Huft, yang pasti aku sungguh tidak tahu.Di saat aku masih berdiri melamun di depan pintu. Ayah dengan santainya merangkul bahu Roselin mesra lantas menepuk pundak ku menyadarkan diri ini.Tentu, aku yang ketahuan terkagum-kagum melihat bangunan yang begitu megah mirip istana langsung menggaruk bagian belakang kepala saat mendengar suara kikikan geli Roselin."Tak usah sungkan, lagipula ini rumahmu juga. Ayo Odyl, mari kutunjukan bagian dalam rumahku beserta isinya. Kau pasti akan sangat suka dan betah tinggal di sini. Apalagi saat melihat kamarmu nanti," tukas Roselin yang membuatku susah sekali menelan ludah.Apa wanita ini sengaja, ingin merayuku?Hey, aku bahkan belum lupa soal kejadian tempo hari saat pernikahan kalian kemarin. Aku masih dan akan terus mengawasimu. Ingat itu.Tapi, aku tetaplah aku. Yang langsung mencair hanya karena disuguhkan pemandangan yang begitu memanjakan mata.Saking tak sadarnya, aku bahkan menarik tangan Roselin untuk mengajakku sendiri berkeliling ke setiap sudut di dalam rumah mewah ini. Jangan lupakan, tanganku yang sudah bergelayut manja di lengan kanannya. Membuat, diriku mendapat lirikan tajam dari Ayah yang cemburu."Pelan-pelan Odyl, kau bisa melukai Roselin nanti!" pekik Ayah yang tak kugubris sama sekali.Apanya yang melukai? Toh, Roselin tampak begitu senang saat aku bergelayut manja mirip orang utan begini.Wanita berambut sebahu itu sama sekali tak melayangkan protes ataupun menampilkan raut tak suka di wajahnya. Sebaliknya, mataku malah disuguhi senyum lebar nan ceria miliknya.Bisa dibilang, Roselin sangat menyukai diriku. Mungkin."Ayah terlalu posesif! Bilang saja, Ayah cemburu padaku, ya 'kan?"Sengaja kulontarkan kata-kata itu. Ingin melihat reaksi Ayah yang kelihatannya sudah menahan diri sejak tadi. Itu terlihat dari lubang hidungnya yang kembang-kempis sejak beberapa saat yang lalu.Sungguh, lucu. Kapan lagi ya, kan, melihat Ayah berekspresi begitu?"Odyl!"Nah, kan. Apa kubilang barusan. Ayah pasti akan terpancing dengan ini.Hampir saja aku berjengkit kaget, saat pria tua itu berusaha menggapai diriku. Namun, suara Roselin sekaligus tatapan matanya yang mengarah ke pintu depan membuat kegiatan kami detik itu juga terhenti."Jay, kau sudah pulang?" tanya Roselin yang langsung membuat kepalaku menoleh ke arah pintu secara spontan.Di sana, tepatnya di ambang pintu masuk. Kulihat seorang pemuda yang begitu tinggi dengan ransel berwarna navy menggantung di pundak sebelah kiri.Kulitnya sedikit putih, tampak kontras dengan warna bibirnya yang pink alami. Lalu, potongan rambutnya mengikuti tren anak-anak milenial masa kini, yang sempat kupikir itu gaya rambut playboy kelas kakap.Hanya saja, penampilannya tampak acak-acakan dan tak mencerminkan jika dia anak orang kaya. Satu lagi, ada apa dengan tatapan matanya itu?Entah hanya perasaanku saja atau ini memang benar adanya. Sorot matanya yang tajam itu amat menusuk sampai-sampai bisa meremukkan tulangku jika terlalu lama menatapnya.Sekitar dua detik lebih sedikit, mata kami saling pandang. Tentunya, dengan diriku yang lebih dulu memutuskan kontak mata dengan melihat ke arah lain di detik berikutnya."Jay!"Kudengar Roselin memanggil namanya sekali lagi. Kali ini intonasi suaranya sedikit meninggi. Tapi, pemuda bernama Jay itu tak menggubrisnya sama sekali.Dia malah berjalan ke arah lain, seolah-olah tak melihat keberadaan kami di sini. Bahkan, Jay tak ada niatan menegur atau sekadar berbasa-basi dengan Ayah.Pria jangkung itu melenggang begitu saja, menaiki anak tangga tanpa memperdulikan kami maupun panggilan Roselin.Geram dengan tingkah Jay, kudengar Roselin memanggil lagi. Kali ini, sangatlah berbeda dengan tadi. Suaranya yang memang tegas semakin lantang berbunyi dengan nada yang begitu menusuk."Siapa yang mengajarimu kurang ajar begitu! Harusnya kau mengerti tata krama pada tamu, bukannya melenggang masuk dengan angkuh begitu. Dengar, Ibu itu menyekolahkanmu agar tahu etika, bukannya malah bersikap seenaknya! Lagi pula, sekolah juga perlu biaya, kau kira Ibu tak banting tulang untuk sekolahmu itu, huh?!" maki Roselin yang membuatku kaget bukan main.Hanya saja, itu tak berlaku pada Jay. Memang, ucapan Roselin barusan berhasil membuat langkah kakinya terhenti di anak tangga kelima.Tapi, respon dari Jay benar-benar diluar ekpestasiku."Hhh, kau pikir aku peduli? Urusi saja suami barumu itu wanita jalang! Aku pergi," katanya dengan tangan melambai, tanpa memalingkan wajah ke arah kami.Jederrr ...Dep!"Oh, shit!"Aku hanya bisa mengembuskan napas kasar sembari mengumpati lampu kamar yang tiba-tiba padam.Sungguh, aku amat membenci situasi seperti ini. Apalagi hujan deras di luar seolah-olah menggedor-gedor atap kamarku dari atas. Seperti bisa merobohkan rumahku kapan saja.Sayangnya, aku tidak bisa berbuat apapun selain menarik selimut lebih rapat sampai menutupi seluruh tubuh. Jujur, aku takut. Terlebih suara petir yang saling bersahutan memecah malam membuat bulu kudukku semakin meremang saja.Bodohnya, aku hanya bisa memejamkan mata rapat-rapat, sembari melantunkan lagu twinkle-twinkle little star mengingat apa yang sering ibu lakukan padaku dulu jika susah sekali terpejam.Lebih dari satu menit, aku berhasil menjaga konsentrasiku dalam menyanyikan lagu itu. Sesekali mengatur napas agar tenang, juga berusaha mengabaikan suara dari hujan yang entah mengapa semakin memekakkan telinga. Hanya saja, di detik berikutnya. Suara petir yang begitu besar membuatku mati k
"Odyl, buruan bangun nanti kamu bisa terlambat!" "Odyl!""Odyl!""ODYL!!!" Teriak Ayah keras yang tentunya langsung membuatku terduduk di atas kasur seketika. Sesaat, aku terdiam. Mengumpulkan nyawa ini yang masih berkelana, sembari menggaruk-garuk bagian kulit kepala yang gatal. Menguap sesekali, seraya menyeka cairan bening di sudut mata. "Hoam!"Lagi-lagi aku menguap. Menaikan kedua tangan ke atas layaknya seekor kucing gendut yang sedang melakukan peregangan otot-otot sebelum jalan. Tapi sebelum ke kamar mandi, aku masih sempat-sempatnya berkaca melihat potret diri ini. Yang begitu acak-acakan, sekaligus dipenuhi lukisan di sudut bibir sebelah kiri. Iya, lukisan alam dari air liurku sendiri semalam.Bak orang dungu. Aku tersenyum lebar menampilkan deretan gigiku yang rapi. Menepuk kedua pipiku sekali, lantas menunjuk diri sendiri dengan pose menembak diri."Wahai cermin ajaib siapa yang paling cantik di tempat ini?""Odyl! Odyl! Odyl!" jawabku sendiri, antusias."Ya, kamu ben
"Nares!" "Narestu, I love you! Jadi pacarku ya!""Res, cek DM! Aku chat kamu di sana!""NARESTU AKU SUKA KAMU!" "LO PAKE SKINCARE APA SI RES! GUE JUGA MAU GANTENG KEK LO COK!" "ANJINK! MESKIPUN EKSOTIS TAPI LO GANTENG BANGET NARES!" Itu teriakan yang kudengar setelah memasuki area SMA CEMPAKA. Tak hanya satu, bahkan beberapa anak cewek maupun cowok saling berebut untuk melihat Narestu membuka helm fullface hitamnya.Aku baru tahu jika pesona sahabatku itu begini dashyatnya. Atau, mungkin saja aku yang kurang gaul selama ini?Di tengah pikiranku yang mulai kacau, Nares segera memeluk bahuku. Menepuknya pelan, menyadarkan diriku yang sempat melamun karena terhanyut riuh teriakan para fans Nares yang menggila."Jangan ngelamun Odyl, masih pagi loh kalo lo kesambet, kan, nggak lucu!" peringat Nares padaku.Seolah-olah cowok itu tak mempedulikan seisi dunia yang tengah mengangumi dirinya bak seorang idol papan atas. Lihat saja, anak-anak yang saling menjerit histeris di samping kanan-
Tringg!'Teruntuk malaikat kecilku. Maaf karena kami berdua tidak bisa pulang nanti malam. Ayah ada penerbangan mendadak ke Busan bersama Ibu. Ini perjalanan bisnis yang penting, mungkin kami akan terlambat pulang selama 3 hari. Jangan lupa untuk makan malam yah, kami berdua mencintaimu.' ~Ervano My Sugar Dady. Sial!Aku mendesah, melempar benda pipih itu kesembarang arah lantas mengacak rambut kasar.Perjalanan bisnis apanya?Apa mereka pikir aku bodoh? Bilang saja jika itu bukan perjalanan bisnis, melainkan rencana bulan madu mendadak. Aish! Menyebalkan.Di saat emosiku hampir memuncak, kudengar pintu depan diketuk. Mau tak mau, aku segera berjalan ke arah ruang tamu. Lantas mengecek siapa yang berani bertamu malam-malam begini.Sebelum kubuka, terlebih dahulu kuintip sebentar dari balik korden. Antisipasi saja, jika yang bertamu bukanlah orang asing atau penjahat yang menyamar.Betapa terkejutnya aku saat mengintip dari balik korden. Apalagi saat melihat Jay yang berdiri di depan
Masih dengan air mata yang mengalir, aku menangisi Jay yang masih terkulai lemas di atas pangkuan. Menggoyangkan bahunya berulangkali, berharap jika ini hanya leluconnya belaka.Hanya saja, aku tak mendapat respon apapun juga. Apalagi saat kuberanikan diri untuk mendekatkan kepala ke arah dada bidang Jay. Aku dibuat semakin kalut sekali lagi. Tak ada detak apapun yang kudengar, bahkan denyut nadinya seakan-akan pudar beberapa detik yang lalu. Apa benar, Jay sudah tiada?Kepalaku tanpa sadar menggeleng keras. Menentang semua pemikiran negatif yang seketika memenuhi isi kepala.'Odyl bodoh!' batinku menjerit.'Hentikan tangisanmu dan segeralah meminta pertolongan, setidaknya kau masih berusaha untuk menyelamatkan nyawa si Jay iblis ini.' Ya, mungkin kata hatiku ada benarnya. Jika aku hanya duduk di sini sambil menangis seperti orang bodoh. Aku hanya akan mengulur waktu, bisa jadi juga aku malah semakin membahayakan nyawa Jay. Hanya saja, saat tubuhku hampir beranjak untuk segera mera
"Lo baik-baik aja, Ka?" tanyaku seraya berjongkok didepan cowok cupu bernama Juni itu. Entah mengapa, melihatnya yang diperlakukan seperti ini membuatku teringat dengan masa-masa kelam yang pernah kualami dulu sewaktu duduk di sekolah menengah tingkat pertama. Dan jujur saja, itu membuatku sedikit iba padanya. Hanya saja, saat tanganku terulur tulus untuk membantunya bangkit. Juni langsung menepisnya kasar hingga membuat tubuhku yang tak sigap, langsung jatuh terduduk di atas lantai koridor yang dingin."Nggak usah sok, deh. Toh, gue nggak butuh bantuan lo!" balasnya dingin, seraya bangkit berdiri. Sebelum akhirnya berjalan pergi, meninggalkan diriku yang masih menatap sosoknya itu dengan pemikiran penuh dikepala."Ada yah, orang macam gitu? Udah ditolong tapi nggak tau terima kasih." Setelah hampir dua jam menunggu diluar kelas. Akhirnya bel pulang sekolah pun berbunyi. Aku yang sudah buru-buru ingin sampai rumah. Segera berlari masuk, tanpa mengindahkan tatapan mata dari Bu Jasmin
"Apa kau secemas itu padaku?" Aku tertegun dengan mata membulat sempurna saat mendengar itu. Apalagi saat melihat sosok Jay yang sudah terduduk tegak dengan senyuman tipis yang tersungging dibibirnya saat menatapku tidak seperti biasanya. Sungguh itu terlihat begitu aneh sekali.Tapi, sentuhan lembut dari ibu jarinya yang masih menempel di atas permukaan pipiku. Membuatku seketika mengundurkan wajah, sampai membuat cowok itu terbahak di atas ranjang rumah sakit. "Kenapa ekspresi wajahmu kaget begitu? Kau tidak menganggap aku ini hantu 'kan, Adik?" tanyanya dengan senyumannya yang sangat menyebalkan. Membuatku mendengus sesaat seraya memutar bola mataku malas kebelakang. Dasar, iblis berparas malaikat! batinku sebal. "Bagus deh, kalau udah bangun. Odyl jadi bisa pulang ke rumah terus bobo cantik," balasku tanpa mengindahkan ucapannya barusan. Tampak dari ekor mataku, raut wajah Jay yang semula tersenyum berubah dingin. Selain itu, pandangannya selalu saja mengamati gerak-gerik tu
"Sejak kapan, lo deket sama Devan?" tanya Jay tiba-tiba, saat kami baru saja sampai di ruang tamu.Aku yang mendengar kata lo-gue lagi, Jay pakai. Buru-buru menolehkan kepala untuk menghadap ke arahnya dan memastikan."Abang bilang apa barusan, Lo-gue?" tanyaku balik yang tak cowok menyebalkan itu gubris. Terlihat jelas dari reaksinya yang hanya cuek saja, seolah-olah pertanyaanku barusan hanya angin lalu. Selain itu, alih-alih menjawabnya. Jay malah pergi begitu saja menaiki anak tangga, untuk pergi ke dalam kamarnya. Aku yang melihat tingkahnya berubah lagi menyebalkan begitu, hanya bisa geleng-geleng kepala. "Dasar labil!" seruku lirih, sengaja supaya tak Jay dengar. Tapi, entah bagaimana. Tiba-tiba langkah kaki Jay terhenti di anak tangga kelima, seperti saat pertama kali kami bertemu waktu itu. Lalu, sepersekian detik setelahnya. Kepala milik Jay menoleh sedikit ke arahku dengan senyuman tipis yang tak bisa kuartikan jelas itu apa.Malamnya, Ayah dan Roselin yang beberapa ha