"Katakan padaku, siapa yang melakukan ini padamu?" Pertanyaan singkatnya itu, seketika membuat tangisanku pecah. Aku tidak tahu, kenapa bila bersama dengan Jay. Aku menjadi sosok yang begitu lemah dan manja. Seolah-olah aku sedang menunjukkan jati diriku padanya, jika yah, ini aku, seorang gadis tujuh belas tahun yang benar-benar butuh kasih sayang. Bukan seperti Odyl yang kebanyakan orang kenal, jika aku ini anak yang ceria dan suka ikut campur dalam urusan orang lain. Terlebih lagi, dalam urusan menegakkan keadilan. Seolah-olah, Jay itu sesuatu. Yang mampu membuatku menunjukkan sikap asliku. Yakni, salah satu sikap yang memang tak pernah aku tunjukkan pada siapapun, bahkan ayahku sendiri.Kulihat dia masih menatap wajahku lekat, tanpa sekalipun ingin mengalihkan perhatiannya itu barang sedetik pun dariku. Kedua tangannya juga terulur, yang dengan cepat menangkup wajahku supaya tetap menatap lurus ke arah kelereng hitamnya itu, yang jika semakin kuselami dalam-dalam, aku tak tahu
Aku terduduk di atas kasur dengan pandangan mata kosong menatap ke arah luar jendela. Yang tanpa sadar mengulang kembali memori dimana aku hampir mati malam itu. Mungkin ini sudah tiga hari semenjak acara camping keakraban tempo hari. Yang membuat Ayah dan Roselin, langsung melarangku untuk tidak pernah ikut lagi dalam acara sekolah apapun itu. Terlebih jika ada kegiatan di luar ruangan. Mereka berdua menjadi overprotektif dalam sekejap. Apalagi saat melihat kondisi kakiku yang bengkak dan baru terlihat sembuh beberapa hari kemudian. Ayah dan Roselin, entah mengapa menjadi lebih ketat.Lalu soal Jay? Aku belum melihat batang hidungnya semenjak kejadian dia menggendong tubuhku untuk keluar dari hutan, sampai detik ini. Fyi, apa jangan-jangan dia merasa bersalah karena gagal menjaga aku? Sampai diberi hukuman oleh Ayah dan Roselin juga? Namun, jika melihat karakternya yang suka melawan, harusnya sih, Jay masa bodo.Ah, sial! Aku jadi merasa khawatir. "Odyl!" Kulihat pintu kamarku d
Aku masih mengetuk pintu kamar kakak tiriku ini dengan kerasnya. Berharap jika pria tampan berparas malaikat itu segera membukanya dari dalam sana.Namun, lagi dan lagi. Usaha yang aku lakukan tak mendapatkan apapun. Malah Roselin tiba-tiba menarik pergelangan tanganku dengan kencangnya, hingga membuat tubuhku seketika berputar, menjadi menghadap ke arahnya yang kini menatap wajahku marah."Odyl!" bentaknya keras, yang membuatku detik itu juga tersentak saking kagetnya.Sebab, ini kali pertama aku melihat Roselin menatap mataku begitu penuh emosi. Hingga rasanya aku tak sanggup membalas tatapan matanya yang tajam itu."Kenapa kamu susah sekali diatur, sih? Dan satu lagi, berhenti bertanya soal Jay. Karena dia sudah tidak tinggal lagi di rumah ini!" Tidak ada kebohongan dibalik kata yang Roselin ucapkan padaku. Justru, aku makin merasa jika ibu tiriku ini benar-benar sangat marah sekali, serta tak peduli. Tapi, kenapa?Memang apa yang sudah Jay perbuat, selama aku tak sadarkan diri se
"Sah!" "Semoga Tuhan memberkati kalian berdua." "Selamat ya!" "Selamat menempuh hidup baru."Itu adalah sorak-sorai yang memenuhi gendang telingaku. Entahlah, tapi aku merasa tidak bahagia melihat pria setengah baya si pemilik senyum gula itu menikah.Tentu saja, bukan karena aku cemburu. Melainkan, aku takut Ayah akan semakin menjauh dariku.Ya, pria itu. Yang kini tengah tersenyum manis dan dikerumuni para tamu undangan adalah Ayahku, Ervano Adeswara. Lalu, untuk wanita dewasa berambut sebahu yang kini berstatus Ibu tiriku adalah, Roselinus Devara. Sejujurnya, mereka berdua tampak serasi. Apalagi dibalut dalam pakaian berwarna putih yang dihiasi manik-manik itu. Sungguh, keduanya ibarat ratu dan raja hari ini.Hanya saja, aku seperti tidak memiliki ruang di tempat ini. Memang benar, Ayahku yang menikah sekarang. Harusnya aku lebih bahagia atau bisa berdiri di dekatnya hanya untuk mengambil take foto dalam album pernikahan nanti.Tapi ...Aku merasa seperti ada beribu sekat yang
Aku tidak pernah menduga jika hal yang paling aku benci akhirnya terjadi juga. Hari ini, pada tanggal 16 Desember 2021 Ayah tiba-tiba menyuruhku untuk segera mengemasi barang. Entah, kenapa dia melakukan hal mendadak itu tanpa memberitahu atau meminta pendapatku dulu. Yang pasti, alasan utamanya adalah agar aku tak membantah ucapannya.Dengan rasa dongkol yang amat sangat. Kujejalkan asal semua pakaianku ke dalam koper berwarna abu itu. Tak lupa, aku juga mengambil beberapa barang yang aku perlu, sekaligus buku diary bergambar Winnie de Poo milikku. Tin ...Tin ...Tin ...Sial!Ingin sekali aku mengumpat sekaligus menyumpah serapahi kelakson mobil di depan pintu. Tidak bisakah dua insan yang tengah berbahagia itu menghargai privasiku. Aku bahkan belum menemukan foto Ibu.Tapi, mereka berdua dengan pikiran dan ego yang sedang diselimuti kabut cinta, seolah-olah mendorong diriku jatuh ke dalam jurang kehidupan. Damn it! Apalagi, suara teriakan dari Ayah yang menyuruhku segera berge
Jederrr ...Dep!"Oh, shit!"Aku hanya bisa mengembuskan napas kasar sembari mengumpati lampu kamar yang tiba-tiba padam.Sungguh, aku amat membenci situasi seperti ini. Apalagi hujan deras di luar seolah-olah menggedor-gedor atap kamarku dari atas. Seperti bisa merobohkan rumahku kapan saja.Sayangnya, aku tidak bisa berbuat apapun selain menarik selimut lebih rapat sampai menutupi seluruh tubuh. Jujur, aku takut. Terlebih suara petir yang saling bersahutan memecah malam membuat bulu kudukku semakin meremang saja.Bodohnya, aku hanya bisa memejamkan mata rapat-rapat, sembari melantunkan lagu twinkle-twinkle little star mengingat apa yang sering ibu lakukan padaku dulu jika susah sekali terpejam.Lebih dari satu menit, aku berhasil menjaga konsentrasiku dalam menyanyikan lagu itu. Sesekali mengatur napas agar tenang, juga berusaha mengabaikan suara dari hujan yang entah mengapa semakin memekakkan telinga. Hanya saja, di detik berikutnya. Suara petir yang begitu besar membuatku mati k
"Odyl, buruan bangun nanti kamu bisa terlambat!" "Odyl!""Odyl!""ODYL!!!" Teriak Ayah keras yang tentunya langsung membuatku terduduk di atas kasur seketika. Sesaat, aku terdiam. Mengumpulkan nyawa ini yang masih berkelana, sembari menggaruk-garuk bagian kulit kepala yang gatal. Menguap sesekali, seraya menyeka cairan bening di sudut mata. "Hoam!"Lagi-lagi aku menguap. Menaikan kedua tangan ke atas layaknya seekor kucing gendut yang sedang melakukan peregangan otot-otot sebelum jalan. Tapi sebelum ke kamar mandi, aku masih sempat-sempatnya berkaca melihat potret diri ini. Yang begitu acak-acakan, sekaligus dipenuhi lukisan di sudut bibir sebelah kiri. Iya, lukisan alam dari air liurku sendiri semalam.Bak orang dungu. Aku tersenyum lebar menampilkan deretan gigiku yang rapi. Menepuk kedua pipiku sekali, lantas menunjuk diri sendiri dengan pose menembak diri."Wahai cermin ajaib siapa yang paling cantik di tempat ini?""Odyl! Odyl! Odyl!" jawabku sendiri, antusias."Ya, kamu ben
"Nares!" "Narestu, I love you! Jadi pacarku ya!""Res, cek DM! Aku chat kamu di sana!""NARESTU AKU SUKA KAMU!" "LO PAKE SKINCARE APA SI RES! GUE JUGA MAU GANTENG KEK LO COK!" "ANJINK! MESKIPUN EKSOTIS TAPI LO GANTENG BANGET NARES!" Itu teriakan yang kudengar setelah memasuki area SMA CEMPAKA. Tak hanya satu, bahkan beberapa anak cewek maupun cowok saling berebut untuk melihat Narestu membuka helm fullface hitamnya.Aku baru tahu jika pesona sahabatku itu begini dashyatnya. Atau, mungkin saja aku yang kurang gaul selama ini?Di tengah pikiranku yang mulai kacau, Nares segera memeluk bahuku. Menepuknya pelan, menyadarkan diriku yang sempat melamun karena terhanyut riuh teriakan para fans Nares yang menggila."Jangan ngelamun Odyl, masih pagi loh kalo lo kesambet, kan, nggak lucu!" peringat Nares padaku.Seolah-olah cowok itu tak mempedulikan seisi dunia yang tengah mengangumi dirinya bak seorang idol papan atas. Lihat saja, anak-anak yang saling menjerit histeris di samping kanan-