Share

Dikira Suami Melarat, Ternyata Penerus Hebat
Dikira Suami Melarat, Ternyata Penerus Hebat
Penulis: mic.assekop

01. Lamaran tak diinginkan

“Vinna, Ayah sudah menerima lamaran pernikahan dari Tuan Wayne Chad. Kau harus segera menjadi suaminya dalam waktu satu pekan ini karena kalau tidak, Keluarga Charlton akan sengsara!” Ferdy Charlton melepaskan amarah yang menggumpal di dadanya. Bagi sang ketua Keluarga Besar Charlton, itu adalah salah satu opsi terbaik supaya bisa keluar dari kurungan masalah yang menimpa Charlton Property Group.

Hampir satu bulan belakangan Vinna terus dipaksa oleh ayahnya dan juga keluarganya yang lain agar mau menuruti apa yang mereka inginkan. Namun, Vinna menolaknya mentah-mentah. “Ayah, dia adalah duda tua jelek dan berpenyakit. Aku tidak sudi menjadi istri darinya.” Vinna melengos dari tatapan tajam ayah, ibu, adik, dan kerabatnya yang lain di kediaman Ferdy.

Vinna dipaksa agar menikah dengan Wayne Chad sang pemilik Bank Platinum di Gloriston agar perusahaan Keluarga Charlton mendapat kelonggaran pembayaran utang yang lama dan diberikan lagi utang baru guna menutupi krisis yang melanda saat ini. Jika tidak bersedia, posisi Presdir sekarang akan lepas dari Vinna dan diserahkan kepada keluarga atau kerabatnya yang lain.

Utang lama seharusnya lunas tahun ini, namun karena manajemen perusahaan buruk dan adanya orang-orang korup, perusahaan tertatih-tatih dalam mengelola profit untuk mencicil utang ribawi yang menyebalkan. Salah satu cara agar perusahaan tidak pailit adalah menjadikan Wayne Chad sebagai bagian dari Charlton.

Meski tidak terlalu populer di Gloriston karena masih berada dalam golongan keluarga kelas tiga, Wayne Chad tidak bisa dianggap remeh. Memiliki satu bank swasta dengan puluhan ribu hingga seratus ribuan nasabah tentu menjadikannya sebagai orang yang cukup disegani. Oleh karena itu, Charlton menaruh harapan besar atas kebaikan hati Wayne Chad agar mau menolong bisnis Keluarga Charlton yang berada di ujung tanduk.

“Biar adik mu saja yang menggantikan posisi mu nantinya! Setelah itu, kau tidak akan kami berikan kesempatan bekerja di perusahaan keluarga lagi. Kau akan menderita!” cecar Ferdy berapi-api.

Melda, istrinya Ferdy, juga berpikiran yang sama. “Jika nanti kau sudah menjadi suami Tuan Wayne Chad, bisnis kecil keluarga kita bisa bernapas lagi. Kau bisa menjadi pahlawan bagi keluarga kita.”

Andrew Charlton, adik satu-satunya Vinna, tentu sepakat usulan kedua orang tuanya. “Kakak yang terhormat, usia mu hampir tiga puluh dan kau juga belum terlihat punya kekasih. Ayolah! Demi keluarga kita! Apa kau rela bisnis Charlton bangkrut total?”

Tidak sampai di situ, Ferdy punya dua saudara kandung dan mereka sedang membawa keluarga mereka. Paman, bibi, dan sepupu Vinna lantas menyuarakan hal yang sama. Pada intinya adalah merelakan Vinna dipersunting oleh Tuan Wayne. Tidak ada opsi lain, hanya itu.

Belasan Charlton menatapnya dengan pandangan gusar, memberikan rayuan dan godaan supaya Vinna segera menyutujui ide gila itu. Kenapa harus Vinna? Karena dia wanita tercantik dan satu-satunya yang diidam-idamkan oleh si tua bangka Wayne Chad. Vinna tertunduk, diam, dan menangis.

Malam hari ini merupakan malam yang panjang dan berat bagi wanita cuek dan jutek itu. Karena kesal dan akhirnya frustasi akibat sikap buruk para keluarga dan kerabatnya, untuk kali pertama Vinna pergi ke klub malam, entah apa yang mau dia lakukan. Namun yang dia tahu, di sana merupakan ruang pelenyapan masalah meski hanya sesaat.

Perdana, dia mencicipi wine dan whiski. Baru minum beberapa tegukan, dunia serasa berputar di kepalanya. Dia menghabiskan malam di klub seorang diri tanpa ditemani oleh siapa pun. Orang-orang di sekitarnya memperhatikan keanehan Vinna karena di antara para pengunjung, pakaian Vinna yang paling tertutup, dia mengenakan celana jeans panjang dan jaket bulu yang tebal. Sementara para pengunjung wanita lainnya, mereka mengenakan pakaian yang cenderung terbuka.

Tiba-tiba ada dua orang pria tak dikenal yang mengampiri Vinna.

“Apa kami boleh gabung?” tanya pria bertopi.

“Kami lihat, sepertinya kau sendirian saja,” timpal pria berkaca mata.

Vinna mengalihkan pandangannya ke arah lain, lalu seolah-olah ada kunang-kunang yang beterbangan di dunia pelangi. Suara musik juga mengganggu omongan dua pria tadi. Vinna tetap pada jiwa sejatinya yang apatis meskipun dalam kondisi setengah mabuk.

Tanpa basa-basi, pria bertopi duduk pas di sebelah Vinna. “Kami baru kali ini melihat kau, Nona. Aneh kalau masuk ke sini tapi sendirian. Baiklah, akan kami temani kau minum.” Matanya sangat mesum. Liurnya sampai menetes dari bibirnya.

“Hm, bagaimana kalau kita pindah ke room VIP? Akan jauh lebih asyik kalau kita bertiga bisa bersenang-senang di sana.” Pria berkaca mata tak bisa menahan gejolak nafsu yang menyerang dirinya, jika pulang tanpa bercumbu, tentu rugi baginya. Matanya begitu liar memandangi kecantikan dan keanggunan Vinna.

Gelisah, akhirnya Vinna memutuskan untuk beranjak, lalu melenggang meninggalkan dua pria brengsek itu namun begitu setibanya di parkiran, mereka ternyata membuntuti Vinna dan tidak akan melepaskan si mangsa kabur begitu saja.

Situasi di sana cukup sepi ketika waktu menunjukkan pas jam dua belas malam. Jalanan pun sepi. Di dalam gedung klub, orang-orang pada sibuk berpesta ria.

Itu artinya, bahaya.

Tidak hanya ingin memperkosa Vinna, dua pria tadi bermaksud ingin menculik, merampok, lalu membunuh Vinna, mengingat sepertinya Vinna merupakan orang kaya jika dilihat dari penampilan dan BMW yang dia kendarai.

Dua pria itu saling tukar pandang dan ketika mereka rasa situasi sudah memungkinkan, mereka pun beraksi, kemudian dengan ganasnya mereka memasukkan Vinna ke dalam mobilnya sendiri. Satu dari mereka memegangi Vinna dan satunya lagi siap akan mengendarai mobil.

“Lepaskan aku!” Vinna meronta, mengamuk, dan menjerit. Tapi tidak ada satu pun orang di sana yang bakal memberikan bantuan padanya.

Kecuali satu, Zavy ......

Zavy baru saja pulang sehabis lembur. Dia setengah berlari seraya berbicara keras. “Lepaskan dia! Kalau tidak, kalian berdua pasti akan menyesal!” gertak Zavy dengan sangat percaya diri.

Mereka berdua tertawa saat melihat seragam barista masih melekat di tubuh Zavy.

“Hahaha. Latte satu!”

“Jangan manis-manis yah! Hahaha.”

Menerima ledekan kecil itu, Zavy senyum dan menyeringai, lalu bergumam kecil. “Kalian berdua habis minum, artinya aku sama saja melawan dua anak kecil.”

Benar saja, Zavy dapat melumpuhkan dua pria bengal itu dengan sangat enteng.

Gedebak! Gedebuk!

Dalam waktu kurang dari satu menit bibir, hidung, dan pelipis mereka berdarah.

“Pergi dari sini!” bentak Zavy sambil membersihkan telapak tangannya yang berdebu.

Mereka pun lari tunggang langgang menuju gedung klub lagi.

“Cepat bawa mobil ini!” pekik Vinna yang hampir teler, tersandar lemas di dalam mobil.

Zavy bingung. “Aku? Bawa mobil? Aku tidak bisa bawa mobil!” Dia lantas melangkah ke depan lalu masuk pula ke dalam. “Aku juga tidak punya SIM.”

Vinna menepuk jidat. “Astaga!” Dia pun beringsut sedikit-sedikit, pindah ke kursi pengemudi. Meskipun dalam keadaan setengah mabuk, dia bisa melajukan mobilnya dengan sangat pelan.

Di tengah perjalanan menuju rumah sewa Zavy, Vinna bicara blak-blakan dan tanpa berpikir jernih.

“Zavy, aku minta tolong pada mu. Kau harus berpura-pura sebagai orang kaya raya dan menjadi calon suamiku!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status