Entah mengapa Dewi seakan sepi dengan suasana gaduh dikelas. Suasana gaduh tak kala para Guru sedang rapat yang mengakibatkan ruangan kelas tidak mendapatkan pengajaran alias pelajaran kosong. Dewi hanya diam termenung dan sesekali tersenyum tak kala Lusi bercerita tentang sodaranya dari Medan itu.Lusi menceritakan bahwa Beni, sodaranya akan kuliah di kota ini. Itu berarti Beni akan menetap disini. Walau Lusi sudah mengajak Beni jalan-jalan keliling kota namun belum sekalipun Lusi memperkenalkan Beni, baik kepada Tya maupun Dewi.Hingga suatu ketika tiba ulang tahun Lusi yang diadakan cukup mewah mengingat Lusi memang dari keluarga terpandang. Ayah Lusi menjabat sebagai Presiden Direktur tempat papah Tya bekerja, dalam artian papah Tya bekerja di perusahaan milik Ayahnya Lusi. Dan juga berarti papahnya Rendra sekantor juga dengan ayahnya Lusi."Oia, sampe lupa. Bulan depan gue ultah neh. sweet seventeen gt, bakalan meriah pokoknya" cerita Lusi. "Kalian berdua wajib datang" Lusi menun
Entah mengapa diistirahat yang kedua ini Dewi memilih pergi ke perpustakaan dari pada ke kantin seperti biasanya. Tya yang sejatinya lebih akrab dengan Dewi pun memilih menemaninya dibanding ajakan Lusi yang meminta ke kantin. Lusi melihat Rendra dan Dika ke kantin hingga dirinya memutuskan mengejar ke kantin untuk menggalakkan aksinya menarik perhatian Rendra.“Ayo ah ke kantin.” ajak Lusi setelah melihat Dika dan Rendra berlalu keluar kelas. Lusi berfikir mereka berdua pasti ke kantin dan dirinya bertujuan akan menyusulnya.“Ayo Wi.” ajak Tya sembari merapikan buku pelajaran Biologi yang telah usai tadi.“Ogah ah,gue mau ke perpustakaan.” ucap Dewi datar dan beranjak dari tempat duduknya.“Ke perpustakaan?” kompak Lusi dan Tya berucap kaget, pasalnya Dewi sekalipun belum pernah menginjakkan kakinya di perpustakaan.“Iya, emangnya kenapa?” Dewi berlalu akan keluar kelas.“Wi, tunggu. Gue ikut.” Tya mengejar Dewi dan mensejajarkan langkahnya menuju perpustakaan serta menjnggalkan Lusi
Seusai pelajaran sekolah usai, seperti biasa Lusi mengajak pulang bersama Dewi tapi Dewi menolak dengan alasan ingin ke rumah Neneknya. Akhirnya pun Lusi pulang seorang diri dengan motor maticnya. Setelah Lusi berlalu, Dewi menghampiri Tya dan berencana ingin berkunjung ke rumah Tya.“Ty, aku maen ketempat loe yah?” pinta Dewi sembari menggandeng lengan Tya.“Loe gak bareng Lusi tadi?” malah Tya bertanya tanpa menjawab pertanyaan Dewi, karena Tya pun dengan senang hati jika Dewi ingin bermain ke rumahnya.“Ih, boleh kaga? Malah tanya yang laen.” Dewi sedikit kesal karena jawaban yang diharakan malah dibalas dengan pertanyaan.“Eleh-eleh, gitu aja ngambek. Boleh donk, masa seh gak boleh. Ayuh.” ajak Tya dan mereka pun menuju halte didepan tepatnya sebelah kanan gerbang sekolah.Angkot yang ditunggu mereka pun belum muncul juga. Memang angkot yang menuju rumah Tya jarang yang lalu-lalang. Lama juga mereka menunggu angkot sampai Rendra dan Dika yang melihatnya pun menghampiri dan memberi
Aroma masakan Bu Mirna seperti biasa menggoda siapapun yang menciumnya namun tak dengan Dewi kali ini. Tya yang lapar karena istirahat ke-2 nya tadi dihabiskan di perpustakaan pun langsung menghampiri Mamahnya di dapur.“Masak apa Mah?” tanya Tya walau dirinya sudah tahu dan melihat langsung menu masakan Bu Mirna yang terhidang dimeja makan. Siang ini menu masakan Bu Mirna cukup sederhana yakni oseng kangkung dengan lauk tahu dan tempe goreng, tak lupa sambal terasi kesukaan Tya pun menjadi pelengkap menu masakan Bu Mirna.“Siang tante.” sapa Dewi sembari bersalaman mencium punggung tangan Bu Mirna.“Ih, ne anak.” tangan Tya ditepuk Bu Mirna tak kala akan mencomot tahu goreng yang tersaji beralaskan piring keramik putih. “Cuci tanganmu dulu, sayang. Trus ganti baju dulu sana.” Bu Mirna mendorong tubuh mungil anak gadisnya.“Mamah, Tya mo icip dikit.” rengek Tya seraya tubuhnya menahan dorongan tangan Bu Mirna yang menyuruhnya berganti baju dahulu. “Tya laper berat Mah.” lanjut rengek
Malam yang cerah, bulan dan bintang seakan turut mengiringi acara ulang tahun Lusi. Pita dan balon berjejer epik di tepi kolam renang yang cukup megah dalam kediaman Lusi. Sang pemeran utama acara tersebut sudah berdandan semaksimal mungkin untuk memeriahkan sweet seventeen-nya."Anak mamah cantik sekali,” ucap Bu Siska yang tak lain mamihnya Lusi. “Anak siapa seh?" lanjut Bu Siska memuji, terkesima dengan riasan anak semata wayangnya seraya membelai rambut Lusi yang terurai indah."Anak Mamih dunk.” Lusi mengembangkan senyum sembari badannya berputar bak cinderella yang akan berubah menjadi putri."Dah siap? Ayo turun ke bawah," ajak Mamih Lusi."Ok, Mamih.” Lusi digandeng Bu Siska menuruni tangga lalu menuju sudut kolam renang tempat diadakan acara ulang tahunnya.Para tamu undangan serta teman-teman Lusi sudah banyak yang berdatangan, mengucapkan selamat serta mendoakan Lusi dan tak lupa menjinjing sebuah kado untuk sang empunya hajat. Namun, sosok yang ditunggu Lusi belu
Suasana dipesta ulang tahun sweet seventeen Lusi begitu meriah. Sorak-sorai teman sekelas Lusi seakan menggema di langit yang berhiaskan bintang kala itu, mendengarkan Band Indi melantunkan sebuah lagu, tak sedikit teman-teman Lusi ikut bernyayi.Berbanding terbalik bagi Tya, dikeramaian Tya merasa sunyi. Bagaimana tidak, Rendra yang datang bersamanya pun memilih bergabung dengan Lusi. Bukannya memilih seh, tapi lebih tepatnya dipaksa dan diperkenalkan kepada kedua orang tua Lusi. Dewi pun belum menampakkan batang hidungnya, hingga Tya termenung sendirian di tepi kolam renang, hanya ditemani segelas sirup ditangannya.“Hai, manis. Sendirian aja neh?” Goda Beni melihat Tya duduk melamun.“Lagi nunggu temen, bentar lagi dateng ko.”“Boleh Abang temenin?” ucap Beni dan tanpa persetujuan Tya, dia langsung duduk di dekatnya. “Gue Beni.” Beni memperkenalkan diri sembari mengulurkan tangannya.“Tya.” jawab singkat Tya dan mulai menerima uluran tangan Beni, bersalaman. “Maaf.” Tya mencoba men
Menepikan mobil di pinggir jalan, tampak sebuah warung tenda ber-banner kain berwarna hijau dan gerobag bergambar ikan lele. "Maap ya, dah cantik-cantik tak ajak dinner dipinggir jalan." ucap Rendra memandang Tya, setelah menepikan mobilnya."Gak papa lah, di mana aja pun sama, yang penting sehat dan higienis," jawab Tya sembari tersenyum manis.Rendra pun mendekati abang penjulan, mulai memesan, sedangkan Tya sudah duduk manis disalah satu lesehan di depan ruko menghadap trotoar.Tya tersenyum mengamati malam yang cerah, tampak bintang satu sama lain saling berkerlap-kerlip. Bulan sabit pun seakan tersenyum membalas senyuman Tya yang sedang berbunga.Rendra mulai duduk lesehan di samping Tya, lutut mereka saling bersenggolan membuat tak ada jarak diantara mereka. Tak lama hidangaan pun mulai tersaji di depan mereka. Abang penjual meletakkan dua porsi pecel lele serta dua gelas teh hangat di hadapan Rendra dan Tya. Tak lupa satu mangkuk berisikan air dan irisan jeruk nipis diletakkan
"Pamit Mah... Pah... Tya berangkat," pamit Tya ketika menyudahi sarapannya."Assalamu'alaikum," lanjut salam Tya seusai bersalaman dengan Bu Mirna, lanjut pada Pak Yusuf."Ayo, Kak Andi!" ajak Tya pada kakanya. Kak Andi pun turut berpamitan dan bersalaman kepada kedua orang tuanya sebelum mereka beranjak ke luar rumah.Setibanya di sekolah, Tya berpamitan dan bersalaman pada kakanya. Kak Andi pun biasa berbasa-basi, memberi wejangan dan sesekali meledek adiknya, "Yang bener sekolahnya, jangan pacaran mulu." Kak Andi sambil mencubit gemas pipi adiknya. Mengetahui adiknya sudah mulai dewasa."Ihh. Sakit Kak," ucap Tya sedetik setelah dicubit Kak Andi, sembari mengelus pipinya yang berlesung itu. "Dah, sana pergi," usir Tya, setelah turun dari kendaraan beroda dua milik kakanya.Saat akan memasuki gerbang, wajah Tya menunduk serta berpura-pura tidak melihat Rendra yang berpapasan dengan dirinya. Rendra yang berjalan dari area parkir akan menyapa Tya pun diurungkan, melihat Tya seakan meng