Intan terperanjat saat Zein menariknya. Ia pun mematung kaku, tak berani menoleh ke arah Zein. 'Duh, ketauan dong?' batinnya.Ia sudah tidak bisa mengelak lagi jika memang Zein mendengar semua ucapannya.Sebab Intan ingat betul bagaimana dirinya mendengar ucapan Zein saat sedang pura-pura tidur."Aku cinta kamu, Intan. Jangan tinggalkan aku," gumam Zein, pelan. Kemudian ia menelusupkan wajahnya di tengkuk Intan.Jantung Intan berdebar hebat. Ia tak menyangka Zein akan mengatakan hal itu dalam waktu dekat. "Mas," panggilnya. Ia bahkan terharu setelah mendengar ucapan itu.Namun, setelah beberapa detik, Zein tidak menjawab panggilan Intan. Intan pun mencurigai sesuatu. "Mas!" panggil Intan lagi. Nada suaranya mulai berubah.
Intan terperanjat saat namanya disebut. Ia tidak menyangka wanita itu akan mengenalinya. 'Haduh, gimana ini?' batin Intan. Ia sangat panik karena belum mau jika dokter itu mengetahui hubungan pernikahannya dengan Zein.Entah mengapa sampai saat ini Intan masih belum siap untuk mempublikasikan pernikahannya. Mungkin ia malu karena pria yang menikahinya adalah orang yang selalu memarahinya.Sementara itu, meski terkejut, Zein yang sudah tertangkap basah pun pasrah."Sayang, sini!" panggil Zein sambil menarik tangan Intan. Seperti janjinya, ia akan bersikap romantis di hadapan orang lain.Deg!'Dih, malah manggil sayang. Rese banget, sih?' batin Intan. Namun akhirnya mau tidak mau Intan pun balik
Muh tersenyum, senyumannya seolah meledek Zein. "Apa sih yang Papah gak tahu tentang kamu?" sahutnya.Secara tidak langsung Muh menegaskan bahwa ia selalu tahu tentang anaknya itu."Kalau memang Papah tahu, lalu kenapa Papah tidak mencegah atau membatalkannya?" tanya Zein. Ia merasa kesal karena papahnya hanya diam saja."Untuk apa? Meski Papah tahu, Papah tidak mau terlalu ikut campur dalam urusan kalian. Lagi pula anggap saja ini pelajaran buat kamu. Supaya kamu bisa tahu bagaimana rasanya jauh dari istri.”"Pah! Aku akui itu adalah kesalahanku. Tapi hal itu aku lakukan jauh sebelum kami menikah. Dan saat ini aku menyesal," jawab Zein, jujur.Muh menyunggingkan sebelah ujung bibirnya.
Selesai membersihkan tubuhnya di kamar mandi, Zein menghampiri Intan sambil tersenyum. Ia senang karena saat bercinta tadi Intan mengucapkan kata-kata nakal yang membuatnya semakin berhasrat."Sepertinya sekarang kamu semakin pintar, ya," ucap Zein sambil duduk di samping Intan. Ia merapihkan rambut Intan yang menghalangi wajahnya."Mas, bisa gak sih gak usah dibahas?" keluh Intan. Ia malu jika mengingat apa yang ia lakukan tadi.“Emang kenapa, sih? Kan Mas cuma bahas gitu aja,” tanya Zein.“Ya aku malu,” keluh Intan sambil menekuk wajahnya."Hem ... ya udah, lebih baik kamu bersih-bersih, sana! Setelah itu baru kita tidur," ucap Zein. Kali ini ia tidak meledek Intan.&n
Intan ternganga setelah mendengar ucapan suaminya itu. "Siap banget ya, Mas?" sindir Intan.Ia tak menyangka ternyata Zein telah mempersiapkan semuanya dengan matang. Padahal Intan tidak tahu kapan suaminay itu menyiapkan pakaian."Kamu lupa kalau suamimu ini memang selalu prepare?" tanya Zein, bangga."Iya, sih. Cuma aku gak yakin kalau hadiah spesialnya cuma buat aku," ucap Intan, lemas."Lalu? Memang kamu pikir hadiahnya apa?" tanya Zein. Ia penasaran apa yang ada di pikiran istrinya itu.Intan curiga bahwa hadiahnya adalah permainan panas di ranjang. Namun ia tidak mungkin mengatakan hal tersebut pada suaminya itu."Gak tau," jawab Intan sambil menatap bucket bunga yang ada di tangann
Intan yang sedang menangis pun langsung menoleh. Ia sangat terkejut ternyata pria yang ada di sampingnya adalah Zein.Bukannya senang, tangisan Intan malah semakin menjadi. "Huhuhu ...." Ia menangis sambil menutup wajahnya.Zein pun bingung karena reaksi Intan tidak sesuai dengan ekspetasinya. "Lho, kamu kenapa?" tanyanya."Jahat! Tega banget bikin aku sedih, huhuhu," rengek Intan, manja.Zein tersenyum. Kemudian ia langsung menarik Intan ke pelukannya. "Maaf, ya. Mas cuma mau kasih surprise buat kamu," ucap Zein sambil mengusap kepala Intan.Intan pun membalas pelukan Zein. "Gak lucu! Aku udah sedih dari kemarin. Kirain Mas beneran gak mau nganterin aku," ucap Intan sambil menelusupkan wajahn
"Bekal pengobat rindu," sahut Zein. Kemudian ia langsung menarik Intan dan mengungkungnya."Mas! Ini masih siang," keluh Intan. Namun ia tak menolak suaminya itu."Gak apa-apa, kan nanti kita pisah lama. Jadi bekalnya harus banyak," jawab Zein. Kemudian ia membungkam mulut Intan dan tak membiarkannya bicara lagi.Zein yang terlalu antusias itu sampai lupa bahwa istrinya harus lapor ke kepala daerah setempat (seperti lurah).Saat itu mereka bercinta dengan panas. Bahkan suara-suara meresahkan pun sampai terdengar ke luar. Beruntung di luar sana cukup sepi.Tuk! Tuk! Tuk!Intan dan Zein terperanjat. "Siapa?" tanya Intan pelan.
Rasanya Zein ingin melompat dari helikopter. Namun sayang, itu sangatlah tidak mungkin karena helikopter yang ia tumpangi terbang semakin tinggi."Sial! Kenapa dia bisa ada di sana. Apa dia tahu bahwa Intan dinas di tempat itu?" gumam Zein sambil menatap Bian yang semakin lama semakin menghilang. Ia selalu suudzon pada pria itu. Sebab sejak awal Bian memang selalu mendekati Intan.Hatinya terasa panas membayangkan bagaimana Bian akan mendekati Intan. Apalagi saat ini ia yakin bahwa Bian belum tahu Intan sudah menjadi istrinya."Untung aku sudah memasang kalung itu. Kepala desa di sana pun sudah mengetahui bahwa Intan adalah istriku. Semoga dia tidak berani mengganggunya," gumam Zein.Ia berusaha menenangkan hatinya meski tetap tidak bisa tenang.