Intan yang panik pun langsung mengambil ponsel pemberian suaminya itu. Bola matanya hampir melompat kala mendapati ada ratusan panggilan tak terjawab dan begitu banyak pesan yang Zein tinggalkan. Mulai dari pesan manis, hingga marah-marah."Mati, aku," gumam Intan. Ia merasa bersalah karena telah melupakan hal sepenting itu.Intan yang masih butuh adaptasi dengan lingkungan barunya pun cukup sibuk sehingga tidak sempat memikirkan hal lain.Ia pun bergegas menghubungi suaminya kembali. "Semoga dia gak ngamuk," gumam Intan sambil menunggu jawaban dari Zein.Hanya dalam beberapa detik, Zein pun langsung menjawab panggilan dari istrinya itu.Telepon terhubung."Kamu ini dari mana aja, sih? Ga
Foto itu sudah diposting sejak dua jam yang lalu. Sehingga cukup banyak komentar yang membuat darah Zein mendidih."Duh, galfok sama Bu dokter dan Pak Tentara. Kok serasi banget, sih?" Komentar salah satu netizen."MasyaaAllah, cantik dan tampan. Kalau jadi nikah, anaknya pasti perfect banget.""Kita doakan semoga dokter dan Pak Tentaranya berjodoh ya, guys!"Kepala desa yang sudah berumur itu pun sedikit gaptek. Sehingga ia bisa memposting tanpa tahu bahwa ada banyak notifikasi masuk di ponselnya. Apalagi saat itu ia sedang menerima banyak tamu.Tangan Zein gemetar saat membaca seluruh komentar itu. Rasanya ia ingin menghilang dan langsung muncul di hadapan Intan.Zein langsung berdiri dari tempat duduknya. Ia tak terima melihat istrinya didekati oleh pria yang paling ia benci itu.Zein pun meninggalkan ruangannya dengan penuh rasa kesal. Kemudian ia menuju poli untuk membereskan tugasnya."Masih ada berapa pasien?" tanya Zein saat bertanya pada suster. Kala itu masih jam istirahat.
Bian kesal karena dibentak oleh seorang wanita. Namun ia yang sedang patah hati itu tidak ada energi untuk berdebat. Sehingga Bian memilih melanjutkan perjalannnya menuju markas.Sementara itu, Intan dan Zein sudah menyelesaikan pergulatannya. Saat ini mereka sedang bermesraan di tempat tidur."Mas, gimana ini aku bolos? Kasihan kalau nanti banyak pasien yang datang," keluh Intan.Ia baru sadar bahwa dirinya terlambat setelah selesai bercinta."Gak apa-apa bolos sekali. Lagi pula suster di sini cukup kompeten. Mereka sudah biasa menghadapi pasien saat dokter tidak ada. Jadi kamu jangan khawatir ya, Sayang!" jawab Zein.Saat ini Intan sedang berada di pelukan suaminya itu. Mereka bahkan belum sempat mengenakan pakaian. Sehingga hanya menutupi tubuhnya menggunakan selimut."Ya udah, iya. Mumpung ada suami di sini. Kapan lagi kan bisa dipeluk sama Mas? Apalagi kalau Mas udah pulang ke Jakarta," ucap Intan, memelas.Zein menatap istrinya sambil tersenyum. Kemudian ia mengusap-usap kening
Zein dan Intan terkesiap. Kemudian Zein menoleh ke balik pohon."Eh, ada Mas Bian. Kirain gak ada orang," ucap Zein tanpa dosa. Hatinya senang karena secara tidak langsung telah menunjukkan kemesraan di depan Bian."Santai aja, Prof. Silakan dilanjut! Anggap aja gak ada orang," sahut Bian. Kemudian ia melirik ke arah Intan dan memalingkan wajahnya. Hatinya sangat panas dan bergejolak. Bahkan wajahnya merah padam."Oke kalau begitu. Kami permisi dulu," jawab Zein. Ia malah sengaja bersikap seolah tak merasa bersalah."Ayo, Sayang!" ucapnya. Kemudian Zein merangkul Intan."Iyah," sahut Intan, kikuk. Meski ia tidak memiliki perasaan pada Bian. Namun ia tak enak hati melihat Bian seperti itu. Seandainya ia tahu atas apa yang telah suaminya lakukan pada Bian pagi tadi, mungkin Intan akan lebih mengasihani pria berseragam loreng itu.Mereka pun meninggalkan Bian begitu saja. Sementara Bian menatap kepergian mereka dengan tatapan nanar."Argh!" pekiknya sambil meninju pohon. "Aawww!" keluh B
Intan bingung melihat suaminya seperti itu."Mas pake baju dulu, ya? Kalau begitu nanti malah semakin dingin," ucap Intan."Sebentar, Sayang. Mas masih lemas. Ini juga dingin banget. AC-nya udah dimatiin belum?" tanya Zein sambil selimutan.Intan menoleh ke arah AC. "Udah, kok. Emangnya masih dingin?" tanya Intan, heran."Dingin banget, Sayang," jawab Zein, sambil menggigil."Ke rumah sakit aja, yuk! Aku khawatir Mas drop karena kelelahan," ajak Intan. Ia tidak tega melihat suaminya yang biasa strong itu tiba-tiba lemah.Zein menggelengkan kepala. "Mas cuma butuh istirahat. Gak kuat kalau pergi ke rumah sakit. Pusing," jawab Zein."Ya udah, tapi makan dulu, ya! Kalau perutnya kosong, nanti malah makin dingin," ucap Intan.Zein mengangguk. Ia pun merasa lapar karena sudah muntah beberapa kali."Ya udah, tunggu sebentar!" ucap Intan. Kemudian ia pun meninggalkan Zein dan menuju ke dapur untuk mengambil makanan."Kira-kira dia sakit apa, ya? Apa iya kecapekan, atau karena stress? Tapi st
"Mas pingin kamu berhijab. Mas gak rela aurat kamu dilihat oleh orang lain," ucap Zein sambil menatap Intan. Ia semakin posessive pada istrinya.Intan tak menyangka suaminya akan meminta hal itu. "Eum ... emangnya kenapa, Mas?" tanya Intan sambil menatap Zein."Berhijab itu kan kewajiban muslimah, Sayang. Selain itu aku juga gak mau tubuh kamu dilihat oleh orang lain. Karena tubuhmu hanya milik aku," ucap Zein sambil memegangi kedua lengan istrinya."Iya aku paham. Tapi masalahnya Mas tau sendiri kan aku gak punya banyak pakaian untuk berhijab? Bisa sih aku mix and match pake baju yang panjang-panjang. Tapi kayaknya kurang pantes ya kalau pake jeans gitu?" tanya Intan."Iya gak apa-apa. Untuk sementara kamu pakai yang ada aja dulu! Nanti kalau ada waktu kita beli pakaian buat kamu, ya?" sahut Zein.Ia memaklumi jika istrinya tidak memiliki banyak pakaian untuk berhijab. Sebab sebelum menikah memang Intan tidak berhijab meski pakaiannya tidak terlalu terbuka."Ya udah kalau begitu seka
"Serius kamu?" tanya Muh dan Rani. Mereka sangat terkejut saat mengetahu bahwa Zein yang mengalami morning sickness."Iya, Mah. Justru kami tahu aku hamil karena tadi pagi Mas Zein muntah-muntah. Kalau enggak sih, mungkin gak akan ngeuh," jawab Intan sambil tersenyum.Ia sangat bagahia karena suaminya yang merasakan penderitaan seperti itu."Ya ampun, Zein. Kamu bucin akut, ya?" ledek Rani. Menurutnya jika Zein sampai mengalami hal seperti itu, artinya ia terlalu cinta pada Intan."Apaan sih, Mah. Itu kan gak ada hubungannya," sahut Zein, kesal."Lho, gak ada gimana? Itu kan karena kamu terlalu cinta. Jadi secara tidak sadar batin kalian ini saling melengkapi satu sama lain. Mungkin kamu terlalu mengkhawatirkan istrimu. Jadi kamu merasakan apa yang Intan rasakan," ucap Rani. Sebenarnya itu hanya analisa Rani saja."Bisa jadi ini karma karena kamu merasa bersalah pada Intan," ledek Muh."Pah!" Zein protes. Ia sebal karena Muh selalu membahas kesalahannya."Hehehe, tapi apa yang mamah k
Setelah mendapat tugas, akhirnya Intan pun pegi ke IGD untuk memulai kerjanya.Beruntung sebelumnya ia pernah bertugas di sana. Sehingga Intan tidak terlalu bingung ketika praktek di sana lagi."Pagi dokter Intan," sapa salah seorang perawat yang sudah mengenal Intan."Pagi, Sus," sahut Intan. Ia senang karena disambut dengan baik saat tiba di sana."Duh, seneng banget deh kalau dokter Intan praktek di sini," ucap suster."Suster bisa aja. Gimana pagi ini, banyak pasien gak?" tanya Intan."Lumayan, Dok. Tapi semua udah ditanganin, kok. Tinggal observasi aja. Ini laporannya," sahut suster."Oh, kamu yang kerja di sini?" tanya salah seorang dokter yang berjaga di IGD."Iya, Dok," sahut Intan sambil tersenyum."Duh, repot deh kalau gantian sama dokter magang. Nanti kalau ada apa-apa aku juga yang kena," gumam dokter itu. Ia terlihat kurang menyukai Intan."Maaf, Dok. Saya akan berusaha semaksimal mungkin agar tidak merepotkan dokter," jawab Intan."Harus itu! Tolong lebih teliti, ya! Say