Intan yang sedang menangis pun langsung menoleh. Ia sangat terkejut ternyata pria yang ada di sampingnya adalah Zein.Bukannya senang, tangisan Intan malah semakin menjadi. "Huhuhu ...." Ia menangis sambil menutup wajahnya.Zein pun bingung karena reaksi Intan tidak sesuai dengan ekspetasinya. "Lho, kamu kenapa?" tanyanya."Jahat! Tega banget bikin aku sedih, huhuhu," rengek Intan, manja.Zein tersenyum. Kemudian ia langsung menarik Intan ke pelukannya. "Maaf, ya. Mas cuma mau kasih surprise buat kamu," ucap Zein sambil mengusap kepala Intan.Intan pun membalas pelukan Zein. "Gak lucu! Aku udah sedih dari kemarin. Kirain Mas beneran gak mau nganterin aku," ucap Intan sambil menelusupkan wajahn
"Bekal pengobat rindu," sahut Zein. Kemudian ia langsung menarik Intan dan mengungkungnya."Mas! Ini masih siang," keluh Intan. Namun ia tak menolak suaminya itu."Gak apa-apa, kan nanti kita pisah lama. Jadi bekalnya harus banyak," jawab Zein. Kemudian ia membungkam mulut Intan dan tak membiarkannya bicara lagi.Zein yang terlalu antusias itu sampai lupa bahwa istrinya harus lapor ke kepala daerah setempat (seperti lurah).Saat itu mereka bercinta dengan panas. Bahkan suara-suara meresahkan pun sampai terdengar ke luar. Beruntung di luar sana cukup sepi.Tuk! Tuk! Tuk!Intan dan Zein terperanjat. "Siapa?" tanya Intan pelan.
Rasanya Zein ingin melompat dari helikopter. Namun sayang, itu sangatlah tidak mungkin karena helikopter yang ia tumpangi terbang semakin tinggi."Sial! Kenapa dia bisa ada di sana. Apa dia tahu bahwa Intan dinas di tempat itu?" gumam Zein sambil menatap Bian yang semakin lama semakin menghilang. Ia selalu suudzon pada pria itu. Sebab sejak awal Bian memang selalu mendekati Intan.Hatinya terasa panas membayangkan bagaimana Bian akan mendekati Intan. Apalagi saat ini ia yakin bahwa Bian belum tahu Intan sudah menjadi istrinya."Untung aku sudah memasang kalung itu. Kepala desa di sana pun sudah mengetahui bahwa Intan adalah istriku. Semoga dia tidak berani mengganggunya," gumam Zein.Ia berusaha menenangkan hatinya meski tetap tidak bisa tenang.
Intan yang panik pun langsung mengambil ponsel pemberian suaminya itu. Bola matanya hampir melompat kala mendapati ada ratusan panggilan tak terjawab dan begitu banyak pesan yang Zein tinggalkan. Mulai dari pesan manis, hingga marah-marah."Mati, aku," gumam Intan. Ia merasa bersalah karena telah melupakan hal sepenting itu.Intan yang masih butuh adaptasi dengan lingkungan barunya pun cukup sibuk sehingga tidak sempat memikirkan hal lain.Ia pun bergegas menghubungi suaminya kembali. "Semoga dia gak ngamuk," gumam Intan sambil menunggu jawaban dari Zein.Hanya dalam beberapa detik, Zein pun langsung menjawab panggilan dari istrinya itu.Telepon terhubung."Kamu ini dari mana aja, sih? Ga
Foto itu sudah diposting sejak dua jam yang lalu. Sehingga cukup banyak komentar yang membuat darah Zein mendidih."Duh, galfok sama Bu dokter dan Pak Tentara. Kok serasi banget, sih?" Komentar salah satu netizen."MasyaaAllah, cantik dan tampan. Kalau jadi nikah, anaknya pasti perfect banget.""Kita doakan semoga dokter dan Pak Tentaranya berjodoh ya, guys!"Kepala desa yang sudah berumur itu pun sedikit gaptek. Sehingga ia bisa memposting tanpa tahu bahwa ada banyak notifikasi masuk di ponselnya. Apalagi saat itu ia sedang menerima banyak tamu.Tangan Zein gemetar saat membaca seluruh komentar itu. Rasanya ia ingin menghilang dan langsung muncul di hadapan Intan.Zein langsung berdiri dari tempat duduknya. Ia tak terima melihat istrinya didekati oleh pria yang paling ia benci itu.Zein pun meninggalkan ruangannya dengan penuh rasa kesal. Kemudian ia menuju poli untuk membereskan tugasnya."Masih ada berapa pasien?" tanya Zein saat bertanya pada suster. Kala itu masih jam istirahat.
Bian kesal karena dibentak oleh seorang wanita. Namun ia yang sedang patah hati itu tidak ada energi untuk berdebat. Sehingga Bian memilih melanjutkan perjalannnya menuju markas.Sementara itu, Intan dan Zein sudah menyelesaikan pergulatannya. Saat ini mereka sedang bermesraan di tempat tidur."Mas, gimana ini aku bolos? Kasihan kalau nanti banyak pasien yang datang," keluh Intan.Ia baru sadar bahwa dirinya terlambat setelah selesai bercinta."Gak apa-apa bolos sekali. Lagi pula suster di sini cukup kompeten. Mereka sudah biasa menghadapi pasien saat dokter tidak ada. Jadi kamu jangan khawatir ya, Sayang!" jawab Zein.Saat ini Intan sedang berada di pelukan suaminya itu. Mereka bahkan belum sempat mengenakan pakaian. Sehingga hanya menutupi tubuhnya menggunakan selimut."Ya udah, iya. Mumpung ada suami di sini. Kapan lagi kan bisa dipeluk sama Mas? Apalagi kalau Mas udah pulang ke Jakarta," ucap Intan, memelas.Zein menatap istrinya sambil tersenyum. Kemudian ia mengusap-usap kening
Zein dan Intan terkesiap. Kemudian Zein menoleh ke balik pohon."Eh, ada Mas Bian. Kirain gak ada orang," ucap Zein tanpa dosa. Hatinya senang karena secara tidak langsung telah menunjukkan kemesraan di depan Bian."Santai aja, Prof. Silakan dilanjut! Anggap aja gak ada orang," sahut Bian. Kemudian ia melirik ke arah Intan dan memalingkan wajahnya. Hatinya sangat panas dan bergejolak. Bahkan wajahnya merah padam."Oke kalau begitu. Kami permisi dulu," jawab Zein. Ia malah sengaja bersikap seolah tak merasa bersalah."Ayo, Sayang!" ucapnya. Kemudian Zein merangkul Intan."Iyah," sahut Intan, kikuk. Meski ia tidak memiliki perasaan pada Bian. Namun ia tak enak hati melihat Bian seperti itu. Seandainya ia tahu atas apa yang telah suaminya lakukan pada Bian pagi tadi, mungkin Intan akan lebih mengasihani pria berseragam loreng itu.Mereka pun meninggalkan Bian begitu saja. Sementara Bian menatap kepergian mereka dengan tatapan nanar."Argh!" pekiknya sambil meninju pohon. "Aawww!" keluh B
Intan bingung melihat suaminya seperti itu."Mas pake baju dulu, ya? Kalau begitu nanti malah semakin dingin," ucap Intan."Sebentar, Sayang. Mas masih lemas. Ini juga dingin banget. AC-nya udah dimatiin belum?" tanya Zein sambil selimutan.Intan menoleh ke arah AC. "Udah, kok. Emangnya masih dingin?" tanya Intan, heran."Dingin banget, Sayang," jawab Zein, sambil menggigil."Ke rumah sakit aja, yuk! Aku khawatir Mas drop karena kelelahan," ajak Intan. Ia tidak tega melihat suaminya yang biasa strong itu tiba-tiba lemah.Zein menggelengkan kepala. "Mas cuma butuh istirahat. Gak kuat kalau pergi ke rumah sakit. Pusing," jawab Zein."Ya udah, tapi makan dulu, ya! Kalau perutnya kosong, nanti malah makin dingin," ucap Intan.Zein mengangguk. Ia pun merasa lapar karena sudah muntah beberapa kali."Ya udah, tunggu sebentar!" ucap Intan. Kemudian ia pun meninggalkan Zein dan menuju ke dapur untuk mengambil makanan."Kira-kira dia sakit apa, ya? Apa iya kecapekan, atau karena stress? Tapi st