Share

Disangka Montir, Ternyata Suamiku Tajir Melintir
Disangka Montir, Ternyata Suamiku Tajir Melintir
Penulis: Rinnaya

1. Salah paham mengubah status.

“Kenapa berisik sekali?” dia bergumam belum sadar sepenuhnya dari tidur. Suara-suara berisik itu... dia menutup kuping sembari menggulingkan badan menghadap ke samping. Tangannya mulai meraba-raba mencari bantal untuk membantunya menutupi telinga.

‘Bantalku di mana?’ Tangan terus meraba-raba ke samping namun mata enggan ia buka. Kasar, tempat yang ia raba terasa asing. Itu bukanlah kasur. Lantas dia membuka mata pelan, meringis akan cahaya matahari yang menembaknya.

Dia berada di luar?

Rumput ilalang hijau gemerisik saat angin bertiup, dia duduk melihat hamparan hijau luas, kemudian tertuju pada keramaian yang membuat suara tidak nyaman.

“Renja, kau membuat malu orang tua.”

Mendengar namanya disebut, dia mendongak menatap wanita beraut marah.

“Mama, ada apa ini?” Renja balik bertanya, dia belum mendapatkan semua ingatannya—bangun dalam keadaan linglung adalah kebiasaan alami Renja. Gadis ini masih terduduk, beralih menatap lingkaran bapak-bapak tengah memukul sesuatu.

Mata Renja menyipit, ketika satu bapak-bapak bergerak, Renja dapat melihat celah untuk menangkap sosok meringkuk sakit di tengah-tengah mereka. Ranja langsung terbelalak.

“Astaga, Darel!” Dia berdiri, bergerak cepat membelah kerumunan lantas memeluk pria bernama Darel itu guna melindunginya.

Mereka berhenti memukul, menarik Renja dan Darel untuk dipisah. “Enggak tahu malu! Pasangan mesum ini langsung dinikahkan saja,” jerit salah satu wanita, yang lainnya bersorak setuju.

Mesum? Menikah? Ah, Renja akhirnya mendapatkan kesadaran penuhnya. Warga salah paham, mereka langsung menyeret Renja dan Darel tanpa ingin mendengar penjelasan terlebih dahulu.

Renja dan Darel yang hanya dua kali bertemu sebelumnya karena urusan hutang piutang, dipaksa menikah. Mereka tidak dekat, mereka tidak mengenal, kenapa ini terjadi?

Seminggu yang lalu merupakan pertemuan pertama mereka. Mula-mula terjadi karena motor yang Renja naiki untuk mencari adiknya yang keluyuran malam-malam mogok.

Setelah berjalan agak jauh, ia menemukan sebuah bengkel yang Darel kelola. Darel memperbaiki motornya, dan ia pun meminta uang jasa dan alat sebesar 750 ribu.

Sayangnya, pada saat itu, Renja tak memiliki uang sebanyak itu. Apalagi awalnya ia hanya ingin mencari adiknya saja.

Renja akhirnya berjanji, dengan memberikan nama serta alamat rumahnya yang palsu, untuk membayar utang tersebut. Sayang, setelahnya Renja tak pernah lagi lewat di bengkel tersebut.

Sampai akhirnya kemarin malam, Renja tak sengaja bertemu dengan Darel yang ternyata tengah mencari Renja untuk menagih hutangnya.

Namun, karena waktu itu hujan deras, mereka meneduh di sebuah pondokan kosong yang berada di antara hamparan rumput ilalang.

Terjadilah peristiwa nahas itu; mereka berdua tertidur sampai pagi karena menunggu hujan deras yang tak kunjung reda.

***

Renja hanya bisa diam duduk di samping laki-laki yang mengucapkan kata-kata sakral disaksikan oleh banyak sekali warga. Dia menunduk menyembunyikan air mata dari penglihatan siapa saja. Renja masih syok.

'Apa ini mungkin mimpi? Aku pasti masih tertidur sekarang.’ Renja menepuk pipinya, sakit, dia tidak bisa kabur dari kenyataan.

“Sah!”

Jawaban serentak dari para saksi mengakhiri status Renja sebagai gadis. Renja menyeka air matanya, mengangkat kepala untuk melihat bagaimana ekspresi suaminya.

“Maafkan aku,” cicit Renja kembali menunduk ketika mata mereka saling bertemu. Malu bercampur rasa bersalah sehingga dia bingung dalam merespons.

Andaikan dia tidak berhutang, apa hal serupa akan terjadi?

“Sudah terlanjur jalani saja.”

Tanggapan Darel membawa sensasi berbeda bagi Renja, air mata berhenti, dia sedikit mendapatkan kepercayaan diri seperti sebuah ampunan yang baru saja ia dengarkan.

“Kau beneran tidak apa-apa?”

“Hm, lagian umurku sudah 27 tahun, tidak perlu repot-repot lagi mencari istri.”

Benarkah begitu? Renja menatap lekat wajah Darel, suara bising warga desa berdengung lalu perlahan menghilang dari pendengarannya. Satu titik fokusnya hanya Darel, menjadikan pemandangan di sekitar buram.

‘Benarkah?’ dia bertanya sekali lagi di dalam benak. Wajah Darel datar, tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa rasa syukur pria itu tadi adalah benar.

Apa itu cuman omong kosong karena dia kasihan pada Renja? Itu jauh lebih buruk, jika Darel tidak menginginkan Renja, tidak masalah menalak setelah setidaknya 3 bulan. Tentu tidak boleh berhubungan jika seperti itu.

Renja menepuk pundak Darel, lantas berbisik, “Kita bisa cerai jika kau tidak suka. Tinggal talak.”

Darel membalas, “Aku sudah bilang tadi. Atau jangan-jangan kau yang keberatan?”

Renja menjauhkan tubuh, menggeleng-gelengkan kepala cepat. Baiklah, Renja pasrah, tidak ada salahnya mencoba terlebih dahulu. Pun Renja harus mempersiapkan diri sebelum menyandang status janda.

“Berapa usiamu?” tanya Darel tiba-tiba.

“21 tahun.”

“Nah, pasti sebagai gadis yang tinggal di desa kau sering mendapat pertanyaan tentang kapan menikah, kan?”

Renja mengangguk, pertanyaan itu membuat Renja capek melebihi seluruh pekerjaan rumah yang ia kerjakan.

“Kalau begitu, anggap saja aku membantumu menghapus pertanyaan itu.”

Renja tidak mengerti, sepertinya Darel ingin menjalani pernikahan yang sesungguhnya.

Tapi kenapa dia seperti tidak menyukainya? Apa mungkin hanya pandangan Renja saja?

Semakin dipikirkan otaknya terasa mendidih, cukup sudah kejadian pagi ini membuat pusing.

Intinya jika mereka berjodoh mereka akan bertahan, jika tidak maka akan berakhir. Sudah, tidak usah dibawa pusing.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status