"Itu tabletku, kembalikan!" Paula mengulurkan tangannya untuk merebut tablet itu, tetapi Darwin malah sengaja menggodanya dengan mengangkat tablet itu tinggi-tinggi.Paula melompat dan kehilangan keseimbangan hingga tubuhnya terjatuh di dada Darwin. Tangannya tidak sengaja menyentuh area yang sensitif. Darwin mengerang dengan pelan, lalu sedikit membungkuk dan hendak memeluk Paula."Kamu baik-baik saja?" tanya Paula dengan suara pelan.Darwin menjawab dengan suara kesakitan, "Nggak.""Perlu ke rumah sakit?" Paula berusaha bangkit untuk memeriksa keadaannya, tetapi Darwin tiba-tiba memeluknya dengan lebih erat dan menahan bahu Paula agar tidak bergerak."Biarkan aku istirahat sebentar."Paula terdiam dalam pelukannya selama beberapa menit. Sampai akhirnya mereka bisa merasakan detak jantung masing-masing dan suhu tubuh keduanya yang semakin meningkat. Akhirnya, Paula mendorongnya dengan pelan, "Sudah baikan sekarang?"Tak disangka, dorongan itu malah membuat Darwin jatuh.Paula terkejut
"Beginikah didikan Keluarga Fonda?" Darwin meliriknya dengan sinis sekilas. Wajah Wilda agak memerah, lalu dia berkata dengan kesal, "Kita sudah lama nggak ketemu, apa Kak Darwin nggak mau mempersilakan kami duduk di dalam?""Nggak nyaman, silakan pulang saja," tolak Darwin tanpa ragu-ragu.Wajah Wilda langsung menjadi pucat. Baru saja dia hendak marah, tiba-tiba dia menahan kembali emosinya karena teringat dengan sesuatu. Rhea jarang sekali melihat Wilda ditolak, sehingga dia menjadi semakin hormat saat melihat Darwin menolaknya. Pamannya memang keren!"Kak Darwin, aku tahu Kakak sangat sibuk. Aku bukan sengaja datang untuk mencari gara-gara denganmu. Aku hanya datang untuk mewakili Kakak menghadiahkan pelindung pergelangan tangan ini padamu. Kakak sudah berpesan harus menyerahkannya padamu langsung agar nggak ada penyesalan selama belasan tahun lagi," ujar Wilda sambil meneteskan air mata.Selain itu, dia juga menatap Darwin dengan tatapan memelas.Rhea mendengus pelan, tetapi tetap
"Sudah cukup, silakan pergi." Ekspresi Darwin benar-benar muram saat ini. Wilda terkejut melihat kemarahan yang terpancar dalam sorot matanya. Dia tidak berani lagi berulah dan langsung kabur setelah mengucapkan beberapa kata.Rhea berlari keluar untuk menyusulnya, "Kenapa kamu lari? Kakek Buyut menyuruhku mengikutimu! Tunggu aku!"Setelah mendengar tidak ada lagi suara di luar, Paula baru membuka pintu kamar itu. Namun begitu membuka pintu, dia melihat Darwin sedang membungkuk untuk mengambil pelindung pergelangan tangan yang telah dibasahi kopi itu. Setelah itu, Darwin membungkus benda itu dengan saputangannya. Saat pandangan mereka bertemu, suasana di ruangan itu menjadi sangat canggung."Aku bersihkan saja." Darwin meletakkan pelindung pergelangan tangan itu ke atas meja teh dengan tenang. Kemudian, dia berbalik ke gudang dan mengambil tongkat pel.Paula melihat Darwin membersihkan kopi yang tumpah di lantai dengan kaku. Ketika Paula baru saja ingin mengatakan bahwa dia akan segera
Ekspresinya terlihat benar-benar kesal. Darwin tersenyum tipis, lalu mengambil kesempatan ini untuk menggenggam pergelangan tangan Paula. Paula mengalihkan pandangannya dengan tidak nyaman dan menjelaskan, "Nggak ada hubungannya dengan kejadian malam itu.""Lalu, apa alasannya?" tanya Darwin lagi."Karena tunanganmu! Aku nggak mau jadi pihak ketiga yang dimaki-maki semua orang!" teriak Paula dengan panik.Darwin agak terkejut dengan teriakannya. Melihat mata Paula yang memerah, Darwin langsung bisa merasakan seberapa sedihnya hati Paula dalam beberapa hari ini. Paula menyingkirkan tangan Darwin dan kembali duduk di tempatnya."Beri aku sedikit waktu, aku akan selesaikan masalah ini," jawab Darwin berjanji padanya.Nona besar Keluarga Fonda itu memang adalah seseorang yang sangat spesial baginya. Namun, perasaan Darwin terhadapnya adalah rasa bersalah dan bersyukur, tidak ada kaitannya dengan cinta. Darwin sangat paham bahwa sepertinya saat ini dia sudah jatuh cinta pada Paula. Jadi, pe
Sebelumnya, Darwin memang kurang pertimbangan. Dia mengira bahwa selama kakeknya menerima Paula, anggota keluarga lainnya juga tidak akan lagi menyulitkannya. Namun, hari ini kakeknya mengirim Wilda untuk mencarinya, seolah-olah memberikan tamparan keras yang mengingatkannya bahwa beberapa hal tidak bisa diselesaikan dengan setengah hati. Sebelum dia menyelesaikan semua ini, Darwin memang tidak punya hak untuk meminta Paula menikah dengannya dan melahirkan anak untuknya."Kamu adalah ibu dari anak ini, kamu berhak mendapatkan semua hak yang seharusnya dimiliki seorang ibu. Aku bisa menjamin itu," kata Darwin melihat Paula yang menghapus air matanya dan menunggu tanggapan Darwin. Entah mengapa, timbul perasaan cemas yang tidak bisa dijelaskan dalam hatinya.Paula mengangguk dan tersenyum padanya, "Jadi, kita berpisah saja di sini. Semoga Pak Darwin bisa sukses dan bahagia.""Terima kasih." Ekspresi Darwin begitu sulit ditebak. Tatapannya pada Paula terlihat sangat rumit sehingga Paula t
"Tenang saja, aku akan suruh orang untuk carikan tempat tinggal yang bagus dan mengantarkanmu. Masalah ini nggak akan memengaruhimu.""Ini bukan saatnya membicarakan masalah itu. Kalau aku pergi, bagaimana denganmu?" tanya Paula dengan kesal.Darwin menghela napas pelan, "Aku memang nggak suka tinggal serumah dengan orang, apalagi dirawat orang. Ditambah lagi Wilson nggak mungkin datang lagi karena sudah terekspos media. Mungkin aku hanya bisa mengandalkan diri sendiri, jalani takdirku saja."Awalnya Paula merasa iba melihat Darwin yang tampak rapuh. Namun, dia tidak sengaja melihat kilatan licik yang tebersit di mata Darwin dan memarahinya, "Kalau begitu kamu jaga dirimu sendiri saja!"Padahal Darwin adalah seorang pewaris Grup Sasongko, tapi malah berlagak kasihan untuk menarik simpatinya."Oke," jawab Darwin yang duduk dengan kecewa di sofa. Dia terbatuk beberapa kali sambil memegang dadanya.Paula tidak sanggup melangkahkan kakinya untuk keluar dari rumah ini. Dia terpaksa berbalik
Paula merasa sangat gugup hingga jantungnya berdetak kencang. Dia sama sekali tidak paham mengapa dirinya harus berbaring di ranjang dan pura-pura tidur. Yang ada di pikirannya saat ini hanyalah jika ada orang yang masuk, dia setidaknya bisa mengalihkan perhatian mereka dan memastikan mereka tidak menemukan Darwin.Namun setelah menunggu lama, tidak terdengar sedikit pun suara dari luar. Mungkin mereka sedang mencari di ruangan lain?"Aku keluar untuk periksa, ya?" tanya Darwin dengan suara pelan dari dalam lemari pakaian.Suara itu mengejutkan Paula yang memang sudah ketakutan, sehingga dia refleks memarahi Darwin, "Kamu diam saja!"Setelah berteriak, Paula merasa dirinya benar-benar berubah. Dulu, dia bahkan tidak berani berbicara keras kepada Aurel, tapi sekarang dia malah membentak Darwin. Darwin terkejut mendengar bentakan Paula, tetapi dia sama sekali tidak marah. Sebaliknya, dia merasa lebih tenang dan duduk diam bersandar di lemari sembari menunggu reaksi Paula.Paula menunggu
"Kamu baik-baik saja? Aku nggak sengaja!" Paula tidak menyangka Darwin akan selemah itu."Bukan salahmu, tubuhku yang ... uhuk uhuk ...." Darwin menutup mulutnya dan mulai terbatuk. Secara refleks, Paula mengelus punggung Darwin untuk menenangkannya."Sudah baikan? Aku bawakan air untukmu!""Terima kasih, papah aku ke sofa dulu." Darwin menunjuk ke arah sofa kecil di dalam kamar itu dengan lemah. Paula membantunya untuk duduk, lalu ingin membuka gorden karena merasa ruangan itu terlalu gelap. Baru saja tangannya menyentuh gorden, Darwin telah mencegahnya, "Jangan, masih ada wartawan yang mengintai!"Hati Paula langsung tersentak. Benar juga, kenapa dia bisa lupa?"Maaf, mungkin beberapa hari ini kita nggak bisa buka gorden dulu. Tenang saja, aku bakal mengurus masalah ini secepatnya," pungkas Darwin sambil menatap Paula dengan merasa bersalah.Paula menggelengkan kepalanya dan tersenyum getir, "Nggak masalah. Kamarku di Keluarga Ignasius bahkan nggak ada jendela. Selain itu, aku juga b