Paula merasa sangat gugup hingga jantungnya berdetak kencang. Dia sama sekali tidak paham mengapa dirinya harus berbaring di ranjang dan pura-pura tidur. Yang ada di pikirannya saat ini hanyalah jika ada orang yang masuk, dia setidaknya bisa mengalihkan perhatian mereka dan memastikan mereka tidak menemukan Darwin.Namun setelah menunggu lama, tidak terdengar sedikit pun suara dari luar. Mungkin mereka sedang mencari di ruangan lain?"Aku keluar untuk periksa, ya?" tanya Darwin dengan suara pelan dari dalam lemari pakaian.Suara itu mengejutkan Paula yang memang sudah ketakutan, sehingga dia refleks memarahi Darwin, "Kamu diam saja!"Setelah berteriak, Paula merasa dirinya benar-benar berubah. Dulu, dia bahkan tidak berani berbicara keras kepada Aurel, tapi sekarang dia malah membentak Darwin. Darwin terkejut mendengar bentakan Paula, tetapi dia sama sekali tidak marah. Sebaliknya, dia merasa lebih tenang dan duduk diam bersandar di lemari sembari menunggu reaksi Paula.Paula menunggu
"Kamu baik-baik saja? Aku nggak sengaja!" Paula tidak menyangka Darwin akan selemah itu."Bukan salahmu, tubuhku yang ... uhuk uhuk ...." Darwin menutup mulutnya dan mulai terbatuk. Secara refleks, Paula mengelus punggung Darwin untuk menenangkannya."Sudah baikan? Aku bawakan air untukmu!""Terima kasih, papah aku ke sofa dulu." Darwin menunjuk ke arah sofa kecil di dalam kamar itu dengan lemah. Paula membantunya untuk duduk, lalu ingin membuka gorden karena merasa ruangan itu terlalu gelap. Baru saja tangannya menyentuh gorden, Darwin telah mencegahnya, "Jangan, masih ada wartawan yang mengintai!"Hati Paula langsung tersentak. Benar juga, kenapa dia bisa lupa?"Maaf, mungkin beberapa hari ini kita nggak bisa buka gorden dulu. Tenang saja, aku bakal mengurus masalah ini secepatnya," pungkas Darwin sambil menatap Paula dengan merasa bersalah.Paula menggelengkan kepalanya dan tersenyum getir, "Nggak masalah. Kamarku di Keluarga Ignasius bahkan nggak ada jendela. Selain itu, aku juga b
Awalnya Darwin hanya merasa kesal karena rekan kerja Paula memperlakukan Paula dengan buruk. Namun saat mendengar perlakuan Harry dan nada bicara Paula yang seolah-olah sangat bergantung padanya, Darwin langsung melengos jengkel."Karena dia nggak ada di kantor belakangan ini, kamu juga nggak perlu berangkat kerja lagi," balas Darwin dengan marah.Paula menganggukkan kepalanya, lalu tiba-tiba merasa aneh. "Kenapa kamu bisa tahu dia nggak ada?""Keluarga Sudarmo dan Keluarga Sasongko adalah kenalan lama. Keluarga mereka berkecimpung dalam dunia politik, jauh lebih rumit daripada Keluarga Sasongko," balas Darwin mengisyaratkan sesuatu.Paula menggigit bibirnya dan menjelaskan, "Kami cuma rekan kerja biasa!"Awalnya, Harry memang sangat antusias terhadapnya dan Paula juga pernah mencurigai bahwa Harry menyukainya. Namun setelah itu, Paula baru menyadari bahwa Harry memang memperlakukan semua orang dengan sikap yang sama. Kepribadian Harry memang sangat polos dan ceria."Tentu saja aku tah
"Ayah, Ibu, pasti semua ini ulah Paula. Dia yang membuatku masuk kantor polisi!" Aurel menggenggam tangan ibunya."Dia nggak punya apa pun, kenapa bisa melakukan hal sebesar itu?" kata Arka. Dia tidak percaya anak yatim piatu seperti Paula bisa menimbulkan kehebohan sebesar itu."Kalian nggak tahu ya, wanita yang sering bersamanya itu adalah Nona Besar Keluarga Sasongko! Semua kejadian yang dialami Kak Richie dan kesialan keluarga kita ini pasti adalah ulah Nona Besar Keluarga Sasongko itu! Apa kalian tahu, nona itu menyiapkan gaun bernilai miliaran untuk Paula di pesta ulang tahunnya dan bahkan berpihak padanya secara terang-terangan! Sekarang ini reputasiku sudah hancur di kalangan elite!"Begitu teringat dengan Paula, Aurel langsung merasa kesal. Ibu Aurel juga ikut mengutuk Paula habis-habisan."Aurel, kamu tenang saja. Aku akan suruh si jalang itu datang untuk berlutut dan minta maaf padamu!" Sambil berkata demikian, ibu Aurel mengeluarkan ponselnya untuk menelepon Paula.Paula me
"Maaf, tadi aku sudah ketuk pintu tapi kamu nggak dengar. Makan siang," ucap Darwin sambil menggoyangkan kotak makanan di tangannya.Paula tidak berani memberi isyarat padanya karena takut Rhea akan melihatnya. Dia terpaksa melambaikan tangan dengan pelan untuk menyuruhnya keluar."Kamu salah lihat ya?" tanya Paula dengan merasa bersalah.Rhea mengernyit dan membalas, "Nggak mungkin. Jelas-jelas tadi aku lihat tangan seseorang yang pakai kemeja. Pasti itu tangan pria!""Baiklah, aku mengaku. Dia itu rekan kerjaku, dia datang mengunjungiku setelah melihat berita," jawab Paula dengan wajah memerah. Darwin masih berdiri di depan pintu dan memandangnya dengan tatapan rumit. Kemudian, Paula berdiri dan mendorong Darwin keluar."Coba tunjukkan padaku dia tampan nggak? Cocok denganmu nggak?" ujar Rhea tiba-tiba.Paula berseru, "Lihat belakangmu! Aurel mulai berkelahi."Di saat Rhea berbalik, Paula langsung berkata pada Darwin, "Kembali ke kamarmu."Darwin menunjuk kotak makanan di tangannya,
Paula mengangguk dan mengingatkannya, "Aurel sepertinya sudah melihatmu. Cepat pergi, jangan sampai mereka menargetkanmu.""Memangnya aku takut sama mereka? Jangan bercanda!" Rhea menunduk, tatapannya langsung bertemu dengan pandangan Aurel yang penuh kebencian. Rhea tersenyum sinis, lalu menunjukkan wajah mengejek terhadap Aurel. Aurel sangat jengkel melihatnya.Pada saat ini, polisi akhirnya tiba. Mereka memborgol ketiga orang itu dan membawanya pergi. Aurel berusaha memberontak untuk berdalih, dia bahkan berani mengatakan bahwa dia bukan anggota Keluarga Ignasius."Pak, kalian nggak bisa bawa mereka pergi begitu saja. Mereka harus tanggung jawab pada anak-anak kami!" teriak seseorang seraya menarik Aurel dan ibunya.Masa depan anak mereka sudah hancur, tentu saja mereka harus menuntut kompensasi yang setimpal. Kalau tidak, mereka ingin mencabut nyawa ketiga orang ini. Semua orang sudah menyepakati hal ini sebelum datang tadi.Aurel bergidik melihat tatapan kejam dari semua orang itu
Mendengar Keluarga Ignasius yang hampir bangkrut dan terlilit utang, para korban ini khawatir tidak akan bisa mendapatkan kompensasi. Oleh karena itu, mereka langsung berbondong-bondong mengerumuni Rhea."Nona Rhea, ayo kita pergi." Pengawal Rhea menariknya dari atas platform dan mengantarnya ke mobil. Untungnya, pihak kepolisian mengutus banyak pasukan untuk mengendalikan situasi. Semua orang baru tidak berani menyerang Rhea karena provokasi Aurel.Rhea mencibir dan melemparkan tatapan marah kepada Aurel."Rhea, kamu baik-baik saja? Tenang saja, aku akan klarifikasi di internet bahwa masalah ini nggak berkaitan dengan Keluarga Sasongko." Paula tidak menyangka kejadiannya akan berkembang menjadi seperti ini.Rhea menggeleng dengan tak acuh, "Memang aku yang merencanakan semua ini, aku nggak takut sama mereka. Kebenaran akan terungkap pada waktunya. Kalau kamu muncul, justru akan mempermudah mereka untuk mengarang cerita. Nanti setelah polisi memberikan laporan resmi, semuanya akan menj
Melihat Paula telah bertekad untuk pindah dari sini, Darwin juga tidak banyak berkomentar lagi. Paula ragu-ragu selama beberapa detik, lalu akhirnya memberi tahu Darwin kejadian yang dilakukan Rhea di alun-alun. Tak disangka, reaksi Darwin sama seperti Rhea. Dia hanya menyuruh Paula untuk tidak usah memedulikannya dan cukup menunggu laporan dari pihak kepolisian.Selanjutnya, Paula menghabiskan waktu di kamar tidurnya untuk menggambar, sementara Darwin bekerja di ruang kerjanya. Mereka tidak saling mengganggu dan mulai menemukan sedikit keharmonisan dalam kebersamaan mereka.Pada malam hari, Paula menerima sekantong besar bahan makanan yang dikirim oleh Wilson. Dia menyuruh pengawal menyamar sebagai kurir dan mengirimkannya ke alamat apartemen mereka. Makan siang tadi juga kemungkinan besar dikirim dengan cara yang sama.Setelah memasak, Paula pergi memanggil Darwin untuk makan. Namun, dia melihat bahwa Darwin telah pingsan di meja kerjanya dengan hidung yang sedang berdarah. Ini perta