“Cukup sudah selama ini kamu berpura-pura menjadi tunanganku. Aku benar-benar berterima kasih dengan kebaikan yang kamu dan orang tua kamu lakukan.”Adnan benar-benar pergi, ia tidak peduli melihat Ussy mengamuk. Bahkan melemparkan gelas sampa mengenai kepala belakang Adnan. Lelaki itu tidak memperdulikan rasa sakit di kepalanya.Sekarang tujuan lelaki itu hanya rumahnya dulu. Setidaknya ia tinggal bersama dengan keluarga aslinya. Berharap dengan tinggal di rumah penuh kenangan, ia bisa dengan cepat mendapatkan kembali ingatannya.Ia hanya memegang selembar uang berwarna biru, itu pun sisa tadi pagi saat ia pergi untuk menemui Jelita.Kamu memang salah karena menipuku. Tapi aku nggak akan mungkin lupa kebaikanmu.Menggunakan ojek online Adnan kembali ke rumahnya. Tubuhnya sampai basah karena hujan deras di tengah jalan sedangkan jas hujan hanya ada satu. Karena ingin segera sampai, Adnan sama sekali tidak peduli dengan kondisinya yang basah kuyup.Dengan tubuh menggigil, Adnan berdiri
Jantung Lea langsung berdetak kencang. Ia tidak pernah bisa menyembunyikan perasaannya. Padahal mereka sedang membahas soal Lea, tapi Adnan malah tiba-tiba menyerempet pada hal lain hingga membuat Lea salah tingkah. “Mas, kamu kesini malam-malam memang nggak dicariin?” “Kenapa malah mengalihkan pembicaraan?” Adnan malah balik bertanya. “Aku cuman bingung saja, Mas. Status kita itu sebenarnya bagaimana, kamu masih hidup sedangkan tiga tahun ini aku taunya kamu sudah meninggal.” “Berarti harus diperjelas. Aku nggak mau status kita menggantung kayak gini.” Maksudnya Mas Adnan apa ya? Apa dia mau memperjelas kalau aku dan dia nggak punya hubungan? Dia pasti lebih milih perempuan itu, apalagi dia yang menemani Mas Adnan selama beberapa tahun ini. Nggak mungkin kalau mereka nggak saling cinta. “Kita bisa bicarakan ini nanti, Mas. Kamu juga harus pulang.” Adnan mendesah pelan. “Tapi aku nggak punya tempat untuk pulang selain kesini.” “Maksud kamu, Mas?” Lea terbelalak. “Te
Aku akan memberitahunya besok. Malam ini aku tidak mau merusak kebahagiaan Mas Adnan.“Hey, kamu kenapa nangis?” Adnan mengulang pertanyaannya.“Cuman terharu saja, Mas. Aku nggak pernah bayangin bisa ketemu kamu lagi.”“Sekarang aku ada di hadapan kamu, kita bangun lagi mimpi-mimpi yang pernah tertunda. Aku akan berusaha membahagiakanmu, maaf untuk beberapa tahun yang berat kemarin. Kamu melewatinya sendiri.”“Aku kuat karena ada Jelita, Mas. kalau nggak ada dia yang bikin aku kuat, nggak tahu lagi aku serapuh apa.”Lea tersentak saat tiba-tiba Adnan memeluknya.Tidak melawan atau membalas pelukan sang suami. Terlalu kaget dengan sentuhan Adnan. Namun hatinya yang berbunga tentu tak bisa dibohongi, ia merindukan Adnan, merindukan semuanya yang ada dalam diri pria itu.Sebuah pelukan saja tidak cukup bagi Lea, ia ingin terus berada di samping suaminya
“Nggak becus banget kamu. Gimana mau jadi istri yang bener kalau bersihin yang kayak gini nggak bisa!”Kembali Jelita mendapat bentakan dari mama mertuanya. Tangisnya pun tidak bisa terbendung lagi.“Malah mewek lagi. Cengeng banget kamu!” Mamanya Devan pergi meninggalkan Jelita yang masih menangis sesegukan.Ibu ... mau pulang.Jelita duduk bersimpuh di lantai sambil mencoba membersihkan pecahan telur yang mengotori lantai. Ia bersihkan sebisanya saja menggunakan tisu. Hanya dibersihkan nodanya saja, sedangkan bau amis masih tercium dan lantai pun masih licin tapi menurut Jelita itu sudah bersih.Mana tahu dia cara mengepel lantai. Ini saja terpaksa, kalau bukan karena mama mertuanya.Menahan rasa lapar, Jelita kembali ke kamar dengan berderai air mata. Hari pertama bertemu mertua, Jelita benar-benar menderita. Tidak menyangka mamanya Devan akan segalak ini karena dulu
“Ada apa? Kenapa wajahnya cemberut gitu?”Lea menatap suaminya dengan sorot mata sendu. “Mas, kalau misalkan kita pindah mau nggak?”Kening Adnan berkerut. “Pindah? Kemana? Memangnya disini kenapa?”Jika berada jauh dari sini Lea bisa merasa lebih tenang meskipun ia sadar tidak akan bisa terus menyembunyikan fakta dari suaminya. Tapi setidaknya dalam waktu dekat ia tidak diberondong dengan berbagai pertanyaan dari tetangga.Belum lagi Lea masih punya tanggung jawab karena ia sendiri yang memilih untuk kembali bekerja menggantikan sang ayah. Sekarang setelah kembali bersama Adnan, tidak mungkin Lea lepas tanggung jawab dari pekerjaannya. Ia juga butuh uang untuk pengobatan sang suami.“Boleh nggak kalo aku ceritanya nanti disana? Habis sarapan kita langsung pindah ya?”“Iya.” Adnan tidak berani bertanya lagi karena dari raut wajah Lea, ia sudah bisa membaca kalau ada sesuatu yang tidak baik-baik saja.“Mas tunggu ya, aku buatin sarapan.”“Aku bantu.”Lea menggeleng. “Nggak usah, mendin
Dengan kasar Devan menarik Jelita masuk ke dalam rumah.“Apa ini? Kenapa jadi begini, Lea?” bentaknya dengan mata menyala marah.“Kenapa Om marah ke aku sih? Aku aja nggak tahu kok.”“Nggak ada gunanya emang kerjasama dengan bocah ingusan kayak kamu! Sial!”Jelita terpaku, kedua tangannya mengepal. Dada perempuan muda itu bergemuruh, ia sekarang yakin kalau di hati Devan hanya ada Lea bukan Jelita.Jelita memang unggul soal paras dan umurnya tapi hati Devan tidak bisa dibohongi, cintanya hanya untuk Lea seorang.“Mulai detik ini, aku talak kamu. Kamu bukan istriku lagi.”“Om ….” Bibir Jelita bergetar, air matanya berjatuhan.Tanpa peduli pada Jelita, Devan pergi begitu saja. Ia murka karena Lea memilih untuk bersama Adnan.Hanya memikirkan dirinya sendiri tanpa mau tahu kalau hati Jelita hancur. Sebenarnya itu salahnya sendiri, bermain api harus siap terbakar. Jelita salah karena merebut milik ibunya, sekarang ia berharap memiliki Devan seutuhnya. Tentu tidak akan bisa karena dari awa
Dengan kaki yang terasa lemas, Lea keluar toilet dan menghampiri Adnan.“Mas.”“Kamu kenapa?” Lelaki itu kaget melihat istrinya berlinang air mata.“Jelita, Mas. Kita ke rumah sakit sekarang.”“Jelita kenapa?” Adnan ikut panik.“Tadi aku baca chat dari kalau Jelita dibawa ke rumah sakit karena pendarahan. Ayo, Mas. Aku khawatir.” Lea menarik tangan suaminya itu keluar dari food court.Setelah masuk ke dalam mobil ia baru sadar kalau perjalanan sangat jauh kalau memakai mobil. Ia langsung memesan tiket pesawat. Ada penerbangan paling cepat dua jam lagi. Itu lebih baik daripada harus menempuh jalur darat yang memakan waktu lebih lama.Di perjalanan ke bandara, Adnan berulang kali menghubungi Rizky tapi tidak diangkat. Lea pun mencoba untuk fokus menyetir karena bandara juga hanya berjarak 10 menit perjalanan lagi dari tempat mereka sekarang.“Lita akan baik-baik saja.” Adnan meyakinkan sang istri dan juga meyakinkan dirinya sendiri.Tadi pagi ia baru saja diberitahu hal mencengangkan, s
Keduanya saling menjauh dengan perasaan campur aduk.“Ya, sebentar. Ibu baru selesai mandi.”Adnan menatap istrinya yang pipinya merah merona. “Masih ada nanti malam,” katanya dengan kerlingan mata menggoda.“Aku sampai lupa kalau ada Jelita di sini, Mas.” Lea mengambil pakaiannya sendiri. “Mas cari saja pakaiannya di dalam.” Ia buru-buru melangkah ke kamar mandi.Karena kejadian barusan, Lea masih malu. Padahal tidak seharusnya mereka bersikap malu-malu. Menikah saja sudah sangat lama, tapi itulah yang menciptakan debaran di dalam dada.Adnan hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah istrinya. Gegas ia mengenakan baju lalu keluar dari kamar.Jelita terlihat duduk di sofa dengan pandangan lurus ke depan.“Lita.”Perempuan hamil itu menoleh. “Yah.”“Butuh sesuatu? Sebentar lagi ibu selesai.”“Nggak, Yah.”Jemari Jelita saling menjalin di atas pangkuan, ia terlihat ragu untuk bicara namun Adnan menangkap gelagat putrinya yang tak biasa itu.“Kenapa? Bicara saja. Jangan pendam apapun se