Pada keesokan harinya, di siang hari, Feng dan Huang akhirnya juga tiba di Pulau Sugi. Dan setelah hampir seharian mengitari pulau tersebut tanpa lelah, keduanya mendapatkan informasi bahwa malam sebelumnya, Hoaren pernah menginap di salah satu pemukiman yang ada di selatan pulau.Sayangnya, si penjahat tersebut telah menghilang dari Pulau Sugi. Informasi tambahan yang didapat keduanya dari sebuah dermaga kecil di selatan itu, bahwa Hoaren telah pula menumpang sebuah kapal kecil menuju pulau berikutnya, Pulau Durian.Dengan tidak menghiraukan kondisi tubuhnya sendiri yang sudah kelelahan, Huang bersikeras untuk mengejar Hoaren. Dan mau tidak mau, Feng terpaksa menemani sang kekasih menuju Pulau Durian.“Keparat!”Brakk!Huang meluahkan kekesalannya pada sebuah batu besar di tepi laut hingga batu seukuran manusia itu hancur berantakan.Feng hanya bisa menyaksikan itu dengan helaan napas yang panjang. Dalam keadaan seperti ini, sang tunangan sudah sulit untuk diberi nasihat. Yaah, dia t
Pagi-pagi sekali, Feng dan Huang telah keluar dari penginapan, menyusuri pesisir timur Pulau Alai, dari utara bergerak ke selatan.Setiap keramaian yang mereka temukan, keduanya pasti bertanya pada penduduk tempatan tentang di mana letak kawasan Batu Limau. Dan mereka akan langsung bergerak begitu mendapatkan petunjuk arah.Sementara itu, di kawasan Batu Limau sendiri. Hoaren telah mendapat tahu tentang larangan apa saja yang tidak boleh dilakukan di lokasi yang dikeramatkan oleh warga lokal tersebut.“Jadi,” kata seorang tua kisaran 80 tahun. “Kau harus berhati-hati, Anak Muda. Mungkin di matamu kawasan ini tidak memiliki kekuatan mistis. Tapi percayalah, jika kau bertindak gegabah, maka hanya kesialan dan penyesalan yang akan kau dapatkan untuk sisa hidupmu.”Hoaren tersenyum dan mengangguk-angguk. “Tentu saja, Tuk Gomo. Aku hanya berpelesir biasa saja. Lagi pula, siapa yang mau dikutuk seumur hidupnya?”Pria tua yang bergelar Datuk Gomo terkekeh. Gomo dalam bahasa Melayu Kuno adala
“Aku tak hendak menakut-nakuti kalian,” kata Datuk Gomo. “Akan tetapi, berhati-hatilah menghadapi pria itu. Hanya itu yang dapat aku katakan pada kalian berdua.”Feng saling pandang dengan Huang.“Dia memang seorang yang licik,” kata sang gadis kemudian. “Orang biasa mungkin mudah terkecoh dengan wajahnya yang manis dan pandai bertutur kata. Tapi Datuk Gomo jangan khawatir, kami berdua sudah cukup mengenal seorang Hoaren.”Pria tua mengangguk-angguk sembari mengelus jenggot panjangnya yang abu-abu.“Kalau begitu,” kata Feng pula. “Kami permisi, Datuk. Semakin cepat kami menemukan si Hoaren itu, maka akan semakin baik bagi orang-orang di Laut Melayu ini.”“Silakan!”Feng dan Huang akhirnya bergerak ke arah tenggara, bagian paling selatan dari Pulau Alai.Begitu mereka tiba di kawasan Batu Limau yang berada di pinggir pantai itu, keduanya terheran-heran demi melihat pelbagai batu kesar yang membentuk ragam benda seolah-olah, batu-batu besar di tepi laut itu sengaja diukir oleh seseorang
Huang telah lebih dahulu menyadari apa yang akan dilakukan oleh Hoaren sehingga dia dengan cepat menarik serangannya, dan melentingkan tubuhnya jauh ke belakang, berjumpalitan beberapa kali sebelum akhirnya menjejak di atas sebuah batu besar.Pasir-pasir berhamburan ke udara akibat ledakan tenaga dalam Hoaren, lalu turun kembali ke bumi laksana hujan.Haoren menepis-nepis bajunya sembari terkekeh dan melirik pada Huang. “Kau benar-benar tidak tahu apa-apa tentangku, Nona Huang yang cantik!”“Adik!” Feng tiba dan mendarat di samping sang kekasih di atas batu yang sama. “Kau baik-baik saja?”“Kakak,” ujar Huang dan segera menetralisir aliran tenaga dalamnya yang menjadi sedikit kacau. “Bajingan itu,” lanjutnya, “dia menguasai jurus-jurus tertinggi Shaolin. Tinju Baju Besi, aku sangat yakin!”“Aku tahu,” Feng menatap pada Hoaren. “Sebelumnya, dia menahan Cakar Naga Biru-ku dengan Cakar Naga Shaolin.”“Keparat,” Huang meludah ke samping. “Dari mana dia mempelajari semua itu?”“Siapa yang
Huang melepaskan lagi jurus Pedang Surga-nya, Cakar Phoenix Menghujani Bumi. Kilatan-kilatan dari bilah pedang bergagang merah yang terlihat menjadi sangat banyak, melesat ke arah Hoaren.Swiing!Crass! Crass!Kilauan-kilauan bilah pedang menghantam apa saja. Membuat satu titik di kawasan itu menjadi semakin menyedihkan dengan batu-batu besar yang tercacah menjadi kepingan-kepingan kecil. Atau lubang-lubang tipis memanjang yang terbentuk di permukaan tanah dna menguarkan asap tipis.Sayangnya, Hoaren telah mengantisipasi jurus mengerikan itu dengan melontarkan tubuhnya lebih tinggi ke arah belakang.Dia menyeringai sebab bagaimanapun, serangan brutal dari Nona Huang barusan justru menyebabkan satu tabung bambu seruas yang juga telah disembunyikan Hoaren di titik yang sama menjadi hancur dan mengepulkan asap.Huang tidak menyadari itu sebab kepulan asap dari tabung ketiga bercampur baur dengan debu dan pasir yang berhamburan ke udara akibat ledakan demi ledakan jurus pedangnya.Sementa
Feng mengernyit lalu melirik sang kekasih. Dan entah apa yang terjadi, wajah dan tubuh sang tunangan terlihat menggoda hasratnya hingga berahinya sedikit demi sedikit menjadi terbakar.Pun hal yang sama juga dialami oleh Huang sendiri. Akan tetapi, dia tetap bersikeras untuk menepis godaan hasrat tersebut.“Apa maksudmu, Hoaren?!”Hoaren tersenyum lebar sembari menunjuk-nunjuk dua orang di depan sana. “Biar kuberi tahu pada kalian berdua,” ucapnya. “Kawasan ini bernama Batu Limau.”“Cih!” Huang meludah ke tanah. “Apa yang kau katakan, hah? Kau pikir kami tidak mencari tahu tentang kawasan ini terlebih dahulu?”“Oh, begitukah?” Hoaren terkekeh. “Berarti, kalian tahu bahwa ada pantangan di kawasan ini yang tidak boleh dilanggar, bukan?”Feng maju selangkah ke depan sementara itu, asap putih yang samar-samar menutupi kawasan itu terlihat semakin menyebar lebih luas. Bergerak ke sana kemari akibat embusan angin yang tak menentu.“Apa yang telah kau rencanakan?”“Baiklah,” Hoaren mengedipk
Pria tua memerhatikan kondisi berkabut di depannya sebelum akhirnya memutuskan untuk memeriksa lebih jauh.“Datuk!” Liyan cukup bingung harus melakukan apa.“Tetap di tempatmu!” seru sang datuk tanpa berpaling.“Tapi, Datuk―”“Liyan!” Datuk Gomo menghela napas dalam-dalam. “Kali ini, aku merasakan bahaya yang besar. Ini tidak seperti yang sering kau hadapi. Kau mengerti?”Liyan mengangguk meskipun pria tua tidak melihat itu sebab membelakanginya.“Tetap di sini,” lanjut sang datuk. “Dan bila aku memanggilmu nanti, maka segeralah kau datang dengan tetap menjaga pernapasanmu. Kurasa, kabut itu punya pengaruh tertentu pada tubuh manusia!”“Baik, Datuk!”Seorang Datuk Gomo bukanlah pendekar yang menguasai silat dan kesaktian bela diri. Seorang Gomo hanyalah sebatas dukun sakti yang memiliki indra keenam lebih tajam tentang hal-hal berbau mistik.Meski demikian, yang satu ini sepertinya memiliki hal yang lebih daripada sekadar seorang Gomo.Dia melangkah dengan tenang, memasuki kawasan Bat
“Adik,” balas Feng dengan berbasaha Mandarin pula. “Kita akan mengahadapi ini dengan bersama-sama. Apa pun yang terjadi, aku akan tetap berada di sisimu!”Huang tersenyum tipis dan genggaman tangan mereka semakin erat.“Para Tetua,” ucap seorang pemuka adat di sisi kiri. “Datuk Gomo, kami khawatir jika kita menunda-nunda hukum adat pada kedua orang ini, maka tulah yang akan kita terima hanya akan semakin buruk.”Dan suara-suara berdengung seketika memenuhi balai desa, belum lagi dari mereka yang mengintip jalannya sidang adat tersebut dari luar.Feng mengeratkan genggaman tangannya di tangan sang kekasih, menatap pasti ke dalam matanya, dan menganggukkan kepala dengan senyuman.“Setidaknya,” bisik Huang pada tunangannya. “Aku bisa mati di sampingmu, Kakak.”“Datuk Gomo,” ujar tetua wanita pada sang dukun. “Jika kita tidak memutuskan perkara ini dengan segera, takutnya orang-orang akan bertindak atas kemauan mereka sendiri. Aku khawatir ini hanya akan menjadi penyesalan bagi kita semua