Share

Bab 7

Arjuna terpaku memandang Ratih. Meski penampilannya sederhana, namun terlihat sangat mempesona. Arjuna seakan terhipnotis. Hal itu membangkitkan sesuatu dalam dirinya.

Arjuna dilema, antara mendekat dan merengkuh Ratih dalam pelukannya, atau segera melangkah menjauh dari sana.

Tak mau terbawa suasana yang nantinya berujung khilaf dan mungkin akan ia sesali, Arjuna membawa kakinya melangkah menjauh.

Sampai dikamar Arjuna langsung merebahkan tubuhnya ke ranjang. Namun bayangan Ratih berseliweran di kepalanya dan membuatnya frustasi.

Arggghhhhh

"Gadis itu kenapa malam-malam masih ada didapur? Apa tidak capek bekerja seharian?" monolog Arjuna.

Hingga tengah malam, Arjuna belum bisa terlelap. Merasakan tubuhnya panas, membuat Arjuna beranjak ke kamar mandi. Ia berharap dengan menyiram tubuhnya dengan air bisa mendinginkan tubuh dan pikirannya.

***

Ratih mondar mandir didepan pintu kamar Arjuna. Biasanya jam setengah delapan, tuannya itu sudah turun untuk sarapan. Namun kali ini sudah hampir jam delapan, tuannya belum keluar kamar.

Memberanikan diri, Ratih mengetuk pintu. "Tuan, sarapan anda telah siap dimeja makan."

Hening

Ratih mengetuk lagi sedikit lebih keras. "Tuan Arjuna, apa anda baik-baik saja?"

Masih tidak ada jawaban.

Ratih mulai khawatir, dengan ragu-ragu ia mengetuk pintu untuk yang ketiga kalinya dengan keras. "Tuan Arjuna, apa anda sakit?"

Arjuna yang mendengar pintunya diketuk dengan keras terlonjak kaget. Ia mengucek matanya dengan kepala yang masih terasa berat. Ketukan di pintu yang semakin keras membuatnya menjawab dengan berteriak. "Sebentar lagi aku turun ke bawah"

Ratih merasa lega mendengar suara tuannya. "Baik tuan, saya akan menunggu diruang makan." sahutnya sembari melangkah turun ke bawah.

Arjuna melempar selimutnya dengan asal saat melihat jam di nakas menunjukkan pukul delapan. Gegas ia menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.

Selesai dengan ritual mandinya, Arjuna beranjak membuka lemari dan mengambil pakaian kerja. Dengan kilat ia memakai, sampai-sampai dasinya miring tak ia hiraukan. Setelah memakai sepatu, tangannya menyambar tas kerjanya yang ada dimeja lalu segera turun ke bawah.

"Ratih, nanti antarkan sarapanku ke kantor. Aku sudah terlambat dan harus segera berangkat." ucap Arjuna dengan langkah tergesa gesa menuju pintu. Namun ucapan Ratih membuat kakinya berhenti seketika.

"Tuan, rambut anda belum disisir." ucap Ratih terlihat sungkan.

Langkah kaki Arjuna terhenti seketika, sontak tangannya meraba rambutnya yang memang masih berantakan. "Ah iya" jawabnya hendak kembali ke kamar, namun Ratih mencegahnya.

"Biar saya bantu, Tuan." ucap Ratih sembari mengeluarkan sisir yang kebetulan ada di sakunya, kemudian mendekati Arjuna. Dengan lembut jari lentiknya menyisir rambut majikannya.

Perlakuan Ratih yang penuh perhatian itu membuat Arjuna membeku. Apalagi saat mata mereka bertemu, ada getar-getar halus yang terasa diantara keduanya.

Debaran jantung Arjuna terasa semakin kencang seiring dengan semakin dekatnya jarak diantara mereka. Aroma lembut Ratih memenuhi indera Arjuna, membuatnya seakan terhipnotis.

Reno menatap aneh pada bosnya yang sejak datang terlihat sumringah. Sangat berbeda dengan kemarin, dimana Arjuna lebih banyak diam dan ketus padanya.

Seharian Reno memperhatikan Arjuna yang terlihat lebih ramah dan bersahabat. "kira-kira apa ya, yang membuat sikap Tuan Arjuna berubah drastis?" batin Reno bertanya tanya.

Meskipun penasaran, Reno tidak berani menanyakan langsung pada Arjuna. Ia tidak ingin terlihat terlalu mencampuri urusan pribadi atasannya itu.

Sarapan yang minta Arjuna telah sampai dikantor diantar oleh sopir. Reno yang menerima, segera membawanya ke ruangan Arjuna.

"Tuan, tadi sopir datang mengantarkan sarapan anda." ucap Reno sembari menaruh beberapa rantang makanan ke atas meja.

"Kenapa bukan Ratih yang mengantar?" tanya Arjuna.

"Mungkin Ratih sibuk mengerjakan pekerjaan rumah, tuan." lanjut Reno.

"Panggilkan Ratih kemari untuk melayaniku makan." perintah Arjuna.

"Kalau tuan tidak keberatan, saya bisa melayani tuan, mengambilkan makanan untuk tuan." tawar Reno.

"Biar Ratih saja, itu tugasnya!" tegas Arjuna.

Reno menghela nafas panjang. Tuannya ini benar-benar keras kepala. Padahal Reno yang ada disini bisa melayani, tapi Tuannya itu bersikeras memanggil Ratih yang berada dirumah.

"Bos mah bebas" batin Reno pasrah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status