"Tidak, Papah tidak apa-apa," dalih Bryan berusaha menyembunyikannya dari Ramel.Bryan baru saja selesai bicara, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu, pengawal pun segera membukanya."Selamat pagi." Sapaan itu membuat Ramel, Bella dan Bryan memutar kepala ke arah datangnya suara. Wajah Bella seketika berubah karena terkejut, sedangkan wajah Ramel terlihat tegang, sorot matanya menunjukkan kemarahan."Selamat pagi Sarah," balas Bella sambil tersenyum.Wanita cantik itu berusaha terlihat biasa saja, agar tidak menimbulkan rasa curiga dalam hati ayahnya. Sebisa mungkin ayahnya jangan sampai mengetahui tentang hubungan Sarah dengan suaminya."Silahkan duduk," lanjut Bella mempersilahkan Sarah untuk duduk.Ia pun segera bangkit dari tempatnya, melangkah menuju lemari es untuk mengambil minum untuk Sarah."Terima kasih," ucap Sarah saat Bella menaruh minuman di hadapannya."Apa ada hal penting yang ingin kamu bicarakan?" Akhirnya Ramel membuka mulut.Sarah tersenyum manis, "Tidak, aku d
Satu Minggu telah berlalu, kondisi kediaman Wijaya terlihat baik-baik saja. Tetapi tidak dengan kondisi hati Bella, wanita cantik itu lebih banyak diam berbeda dengan hari-hari sebelumnya.Tentu hal itu mengundang tanya bagi seluruh penghuni kediaman Wijaya, terutama Ramel. Pria tampan itu sudah beberapa kali bertanya kepada istrinya, tetapi Bella terus saja berdalih.Sebenarnya Bella ingin sekali menanya Ramel tentang hubungannya dengan Sarah. Tetapi Bella mengurungkan niat, ia ingin Ramel yang terlebih dahulu membuka mulut dan berkata jujur. Apalagi dua hari yang lalu, ia dan Sarah kembali bertemu secara diam-diam untuk kedua kalinya.Dipertemuan itu Sarah menunjukkan gaun pengantinnya, bukan hanya itu saja! Wanita berusia 25 tahun itu juga menunjukkan kartu undangan yang berjumlah ribuan lembar."Sayang, nanti malam temani aku undangan ya?" ucap Ramel setelah menghabiskan sarapannya."Iya Mas," jawab singkat Bella tanpa berekspresi."Yaudah, Mas berangkat dulu ya." Ramel bangkit da
"Maafkan aku sayang, aku khilaf dan tidak sadar waktu itu." Hanya meminta maaf yang dapat Ramel lakukan saat ini."Ceraikan aku dan menikahlah dengan Sarah." Setelah mengatakan itu Bella langsung bangkit dari tempatnya lalu pergi.Sepanjang jalan menuju kediaman Wijaya, Bella tidak berhenti meneteskan air mata. Hatinya hancur tercabik-cabik, rumah tangga yang ia perjuangkan selama setahun ini dengan suka duka dan penuh derita, akhirnya berakhir dengan perpisahan.Cintanya yang begitu besar kepada Ramel, tidak akan menjadi penghalang untuk ia berpisah. Daripada di madu dan hidup menderita! Bella lebih baik berpisah dan merelakan pria yang ia cintai itu menjadi milik wanita lain.Setibanya di kediaman Wijaya, Bella langsung turun dari mobil. Wanita cantik itu berlari menaiki tangga menuju kamarnya sambil menagis.Bryan yang duduk di ruang tamu, segera menaruh koran yang ada di tangannya ke atas meja lalu mengejar putrinya. "Bella, kamu kenapa sayang?" tanya Bryan yang baru tiba di ka
"Sarah hamil, aku sudah tahu," sahut Bella dengan wajah datar."Bukan itu, makanya dengar aku dulu." Rara sedikit kesel karena sahabatnya itu sok tahu."Jadi, tentang apa?" Bella pun jadi penasaran."Aneh gak sih, aku melihat Kevin ke luar dari Apartemen Sarah dua hari yang lalu. Aku sempat bertanya sama petugas kebersihan, katanya Kevin memang sering datang ke sana. Kadang datang tengah malam keluarnya besok pagi." Rara menceritakan apa yang ia lihat dengan mata kepalanya sendiri."Ah, masa sih?" tanya Bella yang kurang percaya."Aku gak bohong Bel, coba aku foto waktu itu! Biar ada bukti," sesal Rara yang lupa mengambil foto Kevin saat ke luar dari kamar apartemen Sarah."Oh iya, kamu kapan kembali dari Prancis?" tanya Bella."Dua hari yang lalu, aku tiba di bandara pukul 2 malam. Jadi temanku mengajakku untuk menginap di Apartemennya, nah di situlah tanpa sengaja aku melihat Kevin ke luar dari kamar Sarah." Rara menjelaskan kenapa ia bisa melihat Kevin."Jadi menurut kamu Ra?" tan
Perlahan Ramel melangkah maju sehingga Bella melangkah mundur, hingga keduanya terjatuh di atas tempat tidur. Percintaan itupun berubah menjadi panas, bahkan keduanya sudah polos tanpa sehelai benang.Sentuh lembut dari Ramel membuat Bella seketika melupakan masalahnya. Wanita cantik itu tidak berhenti mendesah saat Ramel menghujaminya."Oh...ssshhh...hum..." Desahan itu semakin menggema seiring dengan gerakan pinggul Ramel. Pria tampan itu semakin mempercepat gerakan pinggulnya maju mundur, sambil meremas kedua gunung kembar istrinya."Ow...Mas Ramel..." Desahan itu terdengar jelas di telinga Sarah yang sedang melewati pintu kamar Bella menuju kamarnya. Wanita bertubuh tinggi itu menghentikan langkahnya, untuk memperjelas pendengarannya."Sial," geram Sarah.Pintu kamar Bella yang tidak tertutup rapat membuat Sarah berniat untuk melihatnya. Seketika ia mengepalkan seluruh jari tangannya menjadi satu, Sarah benar-benar marah melihat Ramel dan Bella sedang melakukan hubungan suami
Satu Minggu telah berlalu, hubungan Ramel dan Bella masih dingin seperti es. Pria tampan itu sudah 2 malam tidur di kamar Sarah, walupun mereka di kamar yang sama Ramel tidak sedikitpun menyentuh Sarah. Pria tampan itu memilih tidur di sofa sedangkan Sarah di atas tempat tidur.Ramel tidur di sana bukan untuk berbuat adil antara kedua istrinya, tetapi karena beberapa hari ini Sarah sering mengeluh sakit di bagian perut. Hal itu membuat Bella meminta Ramel untuk menemaninya.Bella memang sangat membenci Sarah, tetapi tidak dengan janinnya. Wanita cantik itu tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk pada kandungan Sarah. "Tok....tok...tok..." Terdengar suara ketukan pintu."Masuk." Suara bariton Ramel dari dalam."Permisi Pak, ada tamu yang ingin bertemu dengan Bapak," ucap sang sekretaris."Suru dia masuk," perintah Ramel yang langsung dilaksanakan oleh sekretarisnya."Selamat siang Tuan Ramel."Sapaan itu membuat Ramel memutar mata, tadinya pria tampan itu sedang fokus menatap layar lap
Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit Sarah tidak berhenti mengoceh. Ia protes karena Ramel tidak pernah menyentuhnya, padahal mereka sudah satu Minggu menikah."Kekebalan tubuh anak kita akan lemah jika kamu tidak menyentuhku," gerutu Sarah."Kamu kan minum vitamin sama susu," ucap Ramel yang fokus menyetir mobil."Itu saja tidak cukup Ramel! Apa kamu tidak tahu, wanita hamil itu memiliki nafsu lebih tinggi." Tanpa malu Sarah bicara seperti itu."Jadi maksudmu?" tanya Ramel."Ya, kamu harus menyentuhku, setidaknya 3 atau 4 kali dalam satu Minggu," jawab Sarah."Untuk saat ini aku belum bisa, aku harus menjaga perasaan Bella." Tolak Ramel."Jadi kamu tidak menjaga perasaanku? Aku juga istrimu Ramel, seharusnya kamu lebih perhatian padaku karena aku sedang mengandung anakmu." Nada Sarah sedikit meninggi karena kesal.Untuk apa dia menikah dengan Ramel jika pria tampan itu tidak menyentuhnya dan tidak menganggapnya istri. Janin yang ada di dalam kandungannya saat ini tidak lah begitu
Tepat pukul 1 siang Bella sudah tiba di kafe begitu juga dengan Rara. Kedua sahabat itu tersenyum karena sebentar lagi rahasia Sarah akan terbongkar. Ramel akan mencampakkannya dari kediaman Wijaya."Hari ini aku akan menunjukkan kertas ini kepada Ramel," ucap Bella dengan penuh keyakinan."Jangan lupa, katakan tentang noda darah itu." Rara mengingatkan sahabatnya."Iya, aku tidak mungkin lupa," sahut Bella sambil tersenyum.Keduanya berbincang-bincang sambil menikmati cemilan dan minuman dingin."Kring....kring...kring..." Tiba-tiba terdengar suara dering ponsel.Mata Bella berputar, "Papah," ucapnya setelah melihat nama yang muncul di layar ponselnya."Iya Pah," ucap Bella setelah mengusap layar ponselnya."Bella, segeralah ke rumah sakit." Suara Bryan terdengar bergetar."Ada apa Pah? Apa yang terjadi?" Bella bertanya, tetapi sambungan teleponnya langsung terputus."Ada apa Bel? tanya Rara yang juga ikut panik."Aku tidak tahu Ra, papah hanya memintaku untuk segera ke rumah sakit,