Malam itu bagi Damian adalah malam surga, dimana seluruh panca inderanya ditarik pada kenikmatan luar biasa.
Gadis dengan tatto Dewi keadilan di tulang selangka bagian belakang memang memikatnya dengan birahi. Ketika damian mengerakkan pinggul gadis itu turun naik dari belakang, matanya tertuju pada tatto tersebut. Tatto Dewi keadilan dengan mata ditutup, seolah tengah menutup mata tentang kelakuannya hari itu.
Suara erangan gadis bertato itu semakin membuat Damian bersemangat. Pinggul Damian bergerak cepat, mengikuti irama lenguhan gadis itu.
Siapa namanya tadi?
Ah, Anggela. Gadis itu memperkenalkan diri dengan nama itu. Perempuan itu muncul di dangau yang disewanya di Garut. Dengan bibir merona merah delima dan eyeshadow berwarna cokelat membara dia muncul menggunakan dress hitam minimalis, memperlihatkan jenjang tungkainya yang indah.
Mata gadis itu biru, dan rambutnya berwarna merah menyala, seolah seperti api yang akan membakar Damian.
Pertama kali Damian terpesona, hasratnya langsung terbakar, perempuan itu sangat indah, seolah bunga sedap malam yang sedang merekah.
"Hargaku sangat mahal," ucap Anggela sambil melemparkan senyum manis yang membakar hasrat Damian lebih dalam lagi.
Damian, bertanya, memancing, "sebutkan hargamu?"
"Untuk satu jam, 1000 dolar." Jawab gadis itu sambil menunjukkan telunjuknya yang lentik.
Damian bukannya tidak tahu. Dia memang menyewa gadis itu seminggu sebelumnya. Gadis yang terkenal dari mulut ke mulut karena harganya yang dipatok dengan dolar, dan pemilih.
Damian belum pernah melihat gadis itu, tapi perempuan berharga 1000 dolar pasti cantik, minimal dirawat. Rasa penasarannya saja yang membuat Damian menyewa gadis bernama angela ini.
Damian jarang melakukan perjalanan ke luar kota hanya untuk menuntaskan hasratnya. Kalau dia ingin, di dalam kota pun tempat-tempat romantis tersedia di berbagai sudut kota.
Damian tinggal memilih, mau tempat remang-remang, hotel mewah, sauna panas, kolam mandi bergairah, semua tersedia di ibu kota. Hanya harus pandai mencari, dan punya uang.
Pekerjaan Damian sebagai pengacara membuat akses ketempat seperti itu bukan hal yang sulit. Para kliennya dengan senang hati menunjuk tempat tersebut, mengundangnya bahkan mentraktirnya bila dia ingin.
Namun, hari itu dia ingin bersenang-senang di sebuah dangau di wilayah Garut. Tempat yang dirancang dengan suasana temaram, romantis dan tenang. Dangau yang didirikan di tengah danau. Jauh dari hingar bingar lagu menyentak, atau Lampu berkedap kedip. Tempat dimana dia bisa membungkus ketenangan dengan keringat dan adrenalin yang berpacu deras.
Lalu, perempuan itu muncul di depan pintu dangau, mengenakan gaun hitam minimalis, memamerkan senyum manisnya yang menggoda. Pertama kali dalam hidup Damian dia terbakar hasrat hanya dengan melihat perempuan itu. Perempuan yang rambutnya di cat berwarna merah, perempuan yang mengenakan lensa kontak berwarna biru. Perempuan yang melangkah dengan kaki memakai high heels 5 cm.
Ketika perempuan itu menjejakkan kakinya di depan pintu, seolah ada pijar pijar berpendar di sekeliling perempuan itu, dan gerakannya melambat dengan anggun.
**
Damian menatapi gadis yang duduk di atas dirinya, bergoyang naik dan turun dengan teratur, matanya terlihat mengerjap tidak fokus. Perempuan itu mengangkat dagunya sedikit, membuka mulutnya yang semu merah. Suara erangan terdengar dan deru napasnya memburu.
Mata Damian lahap menatapi pemandangan indah di atasnya. Melihat hidung Anggela, dagunya, buah dadanya, yang bergerak dengan irama teratur. Perempuan ini sungguh sempurna dipandangi dari beragam view.
Damian sendiri mendengus dengan napas resah, sesuatu seolah mengguncangnya dari bawah sampai atas dadanya, mengunci otaknya dalam kenikmatan.
Anggela terlihat seolah sedang meraih puncak dirinya di langit ketujuh, dan Damian bisa merasai sesuatu seolah akan meledak dari arah bawah perutnya. Lalu, Damian tidak sanggup menahannya, dia merentangkan tangannya meraih pinggang Anggela. Mempercepat gerakan gadis itu. Lalu, Damian mengerang dan kakinya mengejang.
Napas Damian memburu, matanya mengerjap. Anggela masih di atasnya, tersenyum. Gadis itu mengangkat kakinya dan berpindah tempat duduk.
Damian berdiri, masih mengatur napas. Dia menoleh ke arah Anggela, "berapa hargamu untuk menemaniku satu malam?"
Anggela terkejut, lalu menolehkan kepala kepada lelaki itu, tersenyum. Dia bangkit dan kemudian mengambil handuk yang tersampir diatas tiang gantungan.
Mengelap tubuh telanjangnya yang begitu sempurna. Perempuan itu lalu memunguti bajunya dan mengenakan dengan cepat.
"Bagaimana kalau 5000 dolar?" Tawar Damian lagi yang sekarang sudah duduk di atas kasur.
Anggela menatapnya, lalu mendekat ke arah Damian, dikecupnya pipi Damian seolah mengecup seorang anak sekolah yang sedang kasmaran.
"Ini bukan masalah uang," sahut Anggela sambil mengambil tas miliknya. "Aku hanya bermain satu kali untuk satu orang, itu aturannya."
Apa? Aturan macam apa itu?
"Memangnya tidak ada orang yang sama yang menyewamu?"
"Tentu saja ada, tapi anda bisa.mengantri," jawab Anggela sambil memamerkan gigi putihnya.
Damian segera berjalan ke arah Anggela, "sepuluh ribu dolar, aku akan mentransfernya sekarang."
"Simpan saja uangnya Tuan muda, aku hanya melayani satu kali. Bukankah Anda sudah merasakan surga?" Jawab Anggela sinis, dia lantas memakai high heels nya.
Damian langsung meraih tangan Anggela, "Kau cuma pecun, ngapain jual mahal!" Sentaknya kesal.
Anggela mengibaskan tangannya dengan cepat, lalu dia menatap lelaki itu dengan nanar, ada amarah terbayang di bola matanya yang dilapisi lensa kontak. "Kalau tidak tahu apa-apa tidak usah menghakimi. Bukankah Anda itu seorang pengacara!!"
Lalu kemudian perempuan itu membuang muka, dan segera bergegas menuju pintu. Dia menutup nya dengan keras, membuat kesadaran Damian yang sempat terpaku seolah kembali.
Apa-apaan perempuan itu! Perempuan murahan yang menjual kenikmatan lendir! Seolah matanya menyalahkan dirinya yang telah menyewanya.
Damian sudah membayarnya, dan perempuan itu yang mematok harganya. Betapa sombong sekali perempuan itu. Lihat saja, Damian akan mendapatkannya, dan dia akan membuat perempuan murahan itu bertekuk lutut padanya, memohon-mohon ketika damian menghancurkannya menjadi serpihan.
Damian menelepon seseorang yang menjadi perantara perempuan itu dengan dirinya. Lihat saja, dia akan mendapatkan kontak perempuan itu dan dia akan menjadikan perempuan itu miliknya.
Suara nada tunggu terdengar, beberapa saat Damian harus menunggu. Terdengar suara telepon diangkat.
"Haloo," sebentuk suara lelaki baru bangun dari tidur terdengar malas.
"Steve, ini aku Damian!"
"Oh, hai Bos, gimana malamnya? Bukannya sekarang elu sedang di Garut?"
"Iya, gue masih di Garut. Lu tahu, perempuan yang elu rekomendasikan. Perempuan 1000 dolar itu..."
"Ah, dia ya. Kenapa? Ada masalah bos?"
"Gue bisa dapat nomor privatnya?"
"Lho, kenapa?"
"Udah, enggak usah banyak tanya, kasih tahu gue nomor privatnya."
"Ah, soal itu sorry bos. Perempuan itu sangat rahasia, secret banget. Gue aja dapat antrian untuk lo susah banget. Kenapa? Elu ada komplain?"
"Bukan....."
Lalu terdengar tawa dari sebrang sana, "hahahaha, gue tahu. Lo ketagihan ya?"
Mendengar ucapan kawannya, wajah Damian merah padam. "sialan Lo!" Maki Damian dengan kesal. "Udah, buruan klo elo tahu kontak mucikarinya, kasih ke gue!"
"Iya-iya, nanti gue kirim nomornya sama elu. Eh, eh gimana dia mainnya, enak, nikmat?" Tanya steve diseberang sana dengan rasa penasaran.
"Klo elu penasaran, sewa aja dia!" Bentak Damian kesal.
Steve tergelak, "Bukannya enggak mau bos, enggak sanggup bayarannya," seru Steve.
Damian mendecakkan lidah, lalu kemudian berujar lagi, "ya pokoknya lu cari dulu kontaknya. Kirim ke gue secepatnya."
"Iya, iya, kenapa sih Lo buru-buru banget, barusan bukannya Lo menghabiskan malam dengan tuh pecun!"
"Gue mau menghancurkan tuh cewek!" Ucap Damian dengan menekan rahangnya yang saling beradu.
Setelah menutup teleponnya, Damian melempar handphone I phone keluaran terbaru itu dan melemparnya ke atas kasur. Dia sendiri melebarkan tangannya di atas kasur setelah menelentangkan tubuhnya di atas kasur berseprai putih itu.Wangi Anggela masih tertinggal diatas seprai. Wangi lembut yang seolah keluar dari buluh buluh kulit gadis itu. Damian tahu, itu hanya parfum yang dioleskan di sekujur tubuhnya, namun wangi itu melekat sampai ke dasar Sukma.Damian merasa dadanya bergemuruh keras, dalam matanya sosok anggela yang duduk di atas sofa, membelakanginya dan memegang bangku sofa dengan kuat ketika damian menghujamnya dari belakang. Pinggulnya putih bersih, dan pinggangnya samping, begitu pas dan enak udah dipegang.Arrrg! Seumur hidup Damian tidak pernah ditolak perempuan, apalagi perempuan pecun. Damian membaringkan tubuhnya di atas kasur, lalu kemudian berguling ketika mendengar nada pesan berbunyi diponselnya. Steve mengirim sebuah nomor dan sebuah nama, Claudia.Damian tidak mem
Damian masuk ke dalam ruangannya, sebuah ruangan yang diisi dengan meja, kursi tinggi dan empuk. Disisi meja ada sebuah lemari dan lemari kabinet. Lemari berisi photo, piagam, piala dan buku-buku, sedang lemari kabinet berisi data data manual kasus-kasus yang diurutkan berdasr abjad dan nomor. Lalu, setengah meter dari depan meja ada sofa dan meja pendek.Ruangan kerja Damian disekat oleh meja kaca sehingga dia bisa melihat sekretarisnya, Titania sedang sibuk menghadap ke depan komputer dan tengah mengetik.Damian meletakkan tas kerjanya di atas meja, dipandangnya Steve yang sudah mengulum senyum dengan alis mata yang digerak gerakkan. "Gimana perjalanan lu bos?" Tanya Steve langsung Nyamber."Capek. Nyetir dari Garut ke Jakarta sendirian bikin kaki pegel," jawab Damian sambil memencet telepon yang terhubung ke sekretarisnya."Tit, tolong buatkan kopi, dua," sahut Damian."Iya pak," jawab Titania.Damian melepaskan tombol penghubung dengan sekretarisnya, lalu kemudian duduk di atas
Steve berjalan masuk ke dalam ruangan, diikuti oleh Damian. Mereka mengambil posisi paling pinggir, karena posisi depan sepertinya sudah diisi oleh orang lain.Di depan mereka sebuah panggung yang memanjang. Posisi panggung memiliki posisi lebih tinggi dari tempat mereka duduk. Di atas panggung ada lima buah tiang yang menjulang dan berkilat bisu. Di ujung panggung, seseorang sedang memainkan musik menggunakan grand piano, sesuatu yang tidak umum ditempat tersebut. Dihadapan piano ada sebuah tirai yang menutup, sepertinya merupakan tempat untuk keluar, atau mungkin untuk tempat untuk masuk para penari yang sudah beraksi.Damian tahu tempat apa itu. Itu adalah tempat bagi penari striptis, atau sebutan lainnya penari telanjang di tiang. "Kukira apa, ternyata penari tiang," bisik Damian pada Steve.Steve menoleh ke arah Damian, mengulas senyum, "gue tahu elo khatam yang beginian, tapi gue jamin, yang ini beda," ucap Steve sambil menjilat bibirnya yang terasa kering."Apanya yang beda?"
Damian menengok ke arah Steve yang terlihat terpesona dengan cara penampilan Anggela yang tidak biasa. Muncul dengan gaun lebar, lalu melepasnya dengan drastis, seperti sulap. Gadis itu membuat banyak lelaki terpukau dengan performance nya yang spektakuler.Kini Anggela menari ditengah para penari lain. Gadis itu menaikkan pinggulnya, meninggikan dagunya, dan meliuk ke bawah ke atas.Empat gadis lainnya melakukan hal serupa, meliuk dengan gerakan sama, menciptakan harmoni indah para wanita penari tiang. Dilantuni dengan denting piano yang naik dan tinggi, mengikuti gerakan penari yang kadang perlahan, kadang cepat."Penampilan yang epik," bisik Steve menengok ke arah Damian. "Aku suka perempuan berambut merah itu!"Damian merasa ada api yang membakar hatinya, seperti sebuah perasaan cemburu. Dia tidak menyukai Anggela menunjukkan keelokan tubuhnya dihadapannya para lelaki mata keranjang ini.Namun, memangnya siapa Damian. Dia pun sama, penikmat surga dunia.Steve yang tidak menyadari
Anggela lihat bemper mobilnya dan cukup puas ketika mengetahui bahwa mobil miliknya baik-baik saja. Sekarang gadis itu menatap ke arah mobil yang berhadapan dengan mobilnya dengan sisi mobil sedikit miring. gadis itu meletakkan dua tangannya ke pinggang. siluetnya sempurna sangat indah, bisa membuat lelaki manapun meneguk ludah memandangnya.Damian yang melihat perempuan obsesinya itu, Dengan cepat turun dari mobil."Anggela!" Panggil Damian dengan cepat. jantung lelaki itu terpompa cepat, timbul hasrat luar biasa seperti hendak meledak dalam dadanya.Anggela menengok ke arah suara yang memanggilnya, tangan perempuan itu terlipat di depan dada. Melihat sosok Damian, kepalanya meneleng ke arah kiri, alis Anggela terangkat sebelah, "iya?""Aku sudah mencarimu kemana-mana, dan aku tidak menyangka bisa bertemu denganmu di sini.""Apa aku mengenalmu?" Anggela bertanya heran, melihat ada seseorang yang memanggil dan sok akrab dengan dirinya."Kau tidak ingat aku?" Damian melotot, tidak perc
Tik tok, detik jam terdengar menggema dalam kepala Damian. Pemuda itu membuka tangannya dan melihat jam berapa ini? Sudah jam 9 malam, dia ketiduran menunggu.Damian mengeram, merasa marah dan seperti terbakar. Lalu, di teleponnya Steve."Ya bos?" Steve menyahuti dari sebrang sana. Saat ini dia sedang mengetik di depan laptop, memeriksa berita acara untuk persidangan mendatang. Kebetulan jadwal sidang Minggu depan dan dia ingin memiliki persiapan maksimal."Lu lagi apa?""Gue lagi baca untuk kasus Pak Anggara. Sidangnya Minggu depan, kalau tidak ada persiapan bisa gawat.""Oh," Damian ingat, kasus hak waris dari sebuah keluarga kaya. Sudah masuk persidangan, tinggal tunggu waktu saja."Gimana bos? Udah kelar ngeluarin tai macannya?" Tanya Steve meledek. Damian tertawa hambar. Antara dia dan Steve, mereka selalu menyebut acara klimaks dalam penyatuan antara lelaki dan perempuan sebagai istilah ngeluarin tai macan. Istilah itu sudah digunakan sejak jaman kuliah. Kode yang hanya mereka
Anggela menatap lelaki dihadapannya, sedikit merasa heran ketika melihat sikap dingin dan tak acuh dari lelaki di hadapannya. Kemarin lelaki ini mengemis satu malam dengannya, sekarang sikapnya sungguh sombong sekali.Anggela lalu hendak menuju interkom yang dipasang di dinding ruangan tersebut, hendak meminta agar memasang lagu. Tapi Damian menghentikannya."Tidak perlu lagu, aku ingin kau menari tanpa musik."Anggela menatap ke arah Damian, sedikit bingung, tapi Anggela langsung memperbaiki emosinya. Anggela terbiasa menguasai diri, dia tidak Sudi memperlihatkan sisi hatinya pada siapapun.Gadis cantik itu mengangguk. Dia lalu membelakangi Damian. Mula-mula punggungnya bergoyang dengan nada patah-patah. Dari bagian bawah, lalu goyangannya naik ke atas. Anggela masih memunggungi Damian. Kini damian menaikkan satu kakinya ke atas pahanya sendiri, menikmati pertunjukan dari perempuan yang dibenci dan diinginkan sekaligus. Perasaannya yang sungguh-sungguh rumit.Anggela memutar lehernya
"Show me," Anggela kini meletakkan dua tangannya dipinggang, dengan kaki yang dilebarkan dengan mengenakan hak tinggi, membuat tampilannya begitu menggoda.Damian berdiri, memperbaiki dasinya, lalu mendekat ke arah Anggela, "aku tahu, bagimu uang bukan segalanya, jadi apa yang membuat mu tertarik, aku memikirkannya dengan seksama." Damian mengetuk ujung jarinya ke arah dahi.Anggela mengangkat dagunya, mulai terlihat tertarik."Jadi, nona Anggela, aku ingin kau jadi istriku. Aku akan menyayangimu setiap hari. Memenuhi semua kebutuhanmu. Kau hanya perlu menghangatkan aku setiap malam. Kurasa ini perjanjian yang bagus,"Anggela membelalakkan matanya, dan ini pertama kali Damian melihat emosi terpampang dihadapan gadis nan misterius ini.Damian mendekat, menyentuh pipi gadis dihadapannya. Mata Anggela seolah menggambarkan beragam perasaan yang tidak terbaca. Lalu, gadis itu melipat tangannya di dada."Kukira anda mau ngomong apa....""Kau tidak perlu lagi melayani lelaki lelaki lain, cu