Part 49POV ANDRANiken memang benar-benar keterlaluan. Dia tetap kekeuh, untuk tidak mau minta maaf dengan Ibu dan Eka Firman. Membuatku terheran-heran.Astaga ... terbuat dari apa hati perempuan yang aku nikahi itu. Sungguh aku sangat menyesal menikahi dia. Dan semakin menyesal, cinta ini pernah berlabuh padanya. Bahkan pernah menjadi budak cinta kepada Niken. Menuruti semua gaya hidupnya, yang sebenarnya diluar batas mampuku. Hingga aku terjerumus dan terlilit hutang."Mama, Zaki kangen sama Nenek," ucap Zaki. Deg.Membuat hati ini terasa sesak. Gimana tak sesak? Aku sendiri juga sangat merindukan sosok Ibuku. Wanita yang bertaruh nyawa melahirkanku. Wanita yang membesarkanku, dengan penuh cinta.Bahkan di kala aku sakit dulu, Ibu terus terjaga. Hingga aku tertidur.Kini, aku hanya bisa membuat malu, dan repot beliau. Bahkan ingin menemuinya saja aku tak berani, karena sangkutan hutang yang merajalela.Aku sangat yakin, Ibu juga sangat merindukanku. Maafkan aku Ibu! Maafkan aku!S
PART 50POV ANDRA"Hai," balasku terasa kikuk. Hatiku semakin berdebar nggak jelas. Tanpa aku sadari, aku meremas tangan Zaki. Membuat Zaki menarik tangannya sendiri. Mungkin merasa sakit, karena saking kuatnya aku remas."Yah, pesenin pop ice nya!" pinta Zaki dengan nada merengek. Hingga aku lupa, apa tujuan utamaku mampir ke lapak penjual Pop Ice ini."Owh, iya, Nak," balasku. Zaki terlihat mengulas senyum. "Durian, ya, Yah!" pesan Zaki. "Mang, Pop Ice duriannya satu, ya!" pesanku seraya menatap ke arah penjual Pop Ice."Siap!" balas Penjual Pop Ice itu. Kemudian segera membuatkan permintaanku.Adista nampaknya juga terlihat salah tingkah. Dia berkali-kali menyedot pipet Pop Ice yang dia pegang. Terkadang juga ia mainkan pipet Pop Ice itu.Aku berkali-kali mengusap leher. Keringat masih membasahi. Bercampur keringat dingin juga rasanya. Dalam kondisi terpuruk, harus ketemu mantan, itu terasa sangat memalukan.Ya, sungguh aku malu dengan keadaanku. Adista yang sekarang terlihat can
PART 51POV EKAUsaha menjahit sudah mulai aku telateni lagi. Alhamdulillah, satu dua orang, sudah ada yang datang, untuk mempermak baju. Ya, sekarang memang sudah jarang yang menjahitkan baju, mulai dari bahan. Seringnya beli baju jadi dan mempermak jika kebesaran atau kepanjangan.Karena sekarang juga banyak banget , yang jual baju online. Tapi, berapa pun rejekinya, di syukuri saja. Lagian ini bukan kewajibanku untuk mencari nafkah. Aku hanya sekedar sedikit meringankan beban suami.Ya, tanggung jawab Bank setiap bulan tak bisa mundur. Kalaupun mundur sehari bayarnya, akan dikenakan denda. Dan kami tak mau main-main dengan Bank. Karena nama baik yang akan di pertaruhkan.Pokok syukuri dan Nikmati. Rejeki sudah Allah yang beri. Asal kita tetap berusaha, untuk menjemput rejeki itu."Dek?""Iya?""Emmm, aku sudah telpon Mas Andra," ucap Mas Firman. Aku melipat kening tipis."Apa katanya?" tanyaku penasaran.Mas Firman terlihat menghela napas sejenak. Kemudian merebahkan badan diatas
part 52Menunggu Mas Firman ternyata lama juga ternyata. Permak baju sudah selesai. Tapi, Mas Firman dan Dika belum kunjung pulang.Kok jadi nyesel tak ikut ke rumah Ibu. Tahu gitu, tadi ikut. Permak baju juga nggak lama ini. Jadi langsung tahu reaksi mertua. Tak menunggu seperti ini. HemmmAku gantung baju yang sudah selesai aku permak. Keluar dari ruangan kerja. Ceileeee, ruangan kerja? Hi hi hi, berasa gimana gitu ....Kaki ini melangkah menuju ke dapur. Tenggorokan terasa kering. Ingin sekali meneguk air yang dingin. Biar hati yang panas ini, berasa dingin. Hemmm ...."Assalamualaikum," terdengar suara salam. Suara yang sangat tak asing di telinga ini. Siapa lagi kalau nggak suara Mak Giyem. Si ratu gosip."Waalaikum salam," jawabku setelah menutup pintu kulkas. Ya, aku sudah selesai meneguk air dingin. Rasanya panas hati sudah mulai turun.Panas hati, mikiri bagaimana nasib ipar. Duh ... kasihan sekali nasib mereka. Wajah Zaki membayangi mata. Kasihan dia, kasihan perkembangan da
Part 53Pekerjaanku pagi ini, sudah hampir selesai. Tinggal nyuci baju saja. Mau muter mesin cuci, tadi sempat mati lampu sebentar. Giliran listrik sudah normal, malas melanda.Kalau malas melanda memang tak ada obatnya. Kecuali di paksakan. Mas Firman sudah berangkat kerja. Dika sedang nonton film kartun kesukaannya. Dia sudah mandi, memang aku biasakan seperti itu. Biar kelak dia nggak jorok.Membiasakan diri untuk bersih, memang harusnya dari kecil. Jadi dia akan terbiasa saat dewasa nanti. Setiap pagi, aku suruh dia mandi, ganti baju dan membersihkan kamarnya sendiri sebisanya. Walau melipat selimut masih asal-asalan. Menata bantal juga masih sekenanya. Namanya juga masih kecil, tapi aku ajari. Biar saat dewasa nanti, dia bersihan. Dan merasa nggak nyaman, jika berada di tempat yang kurang bersih. Walau dia laki-laki."Ma, jadi hari ini ketemu Mas Zaki?" tanya Dika. Aku sedikit mengulas senyum. Kuperhatikan wajah anak laki-lakiku itu. Raut wajah berharap yang aku temukan.Dika
part 54POV EKAKami sudah sampai di rumah Mbak Niken. Melihat keadaannya sekarang, sungguh aku miris sekali. Rumah kontrakannya yang sempit, dan badan Mbak Niken yang sangat kurus dan memprihatinkan. Membuat siapa saja yang melihatnya, pasti akan menjatuhkan rasa Iba.Dika sekarang sudah bermain dengan Zaki. Melepas kangen dengan kakak sepupunya. Aku lihat Zaki sudah tak senakal dulu. Badannya terlihat tak terawat. Baju yang di pakai juga terlihat lusuh.Kalau dulu, waktu Mbak Niken masih sehat, penampilan anak no satu. Pokok harus licin dan wangi. Tak boleh main kotor-kotoran. Dan selalu menyindir Dika, jika Dika terlihat kucel.Astaghfirullah, tapi melihat kondisi Mbak Niken sekarang, bagaimana mau terawat, sedangkan ibunya saja merawat diri sendiri saja kesusahan. Baju Mbak Niken sendiri nampak kucel. Aku lihat di pojok kamarnya bertumpuk pakaian. Entahlah, itu pakaian kotor atau kering. Aku tak tahu.Aku lihat Ibu Mertua terus menerus menyeka matanya. Bapak aku lihat raut wajahn
Part 55POV EKAMata ini melihat perempuan cantik itu masuk kedalam rumah dengan santun, setelah di persilahkan oleh Mas Andra."Horee ... Tante cantik main ke sini!" teriak Zaki, yang mana aku lihat dia nampak senang dan memeluk pinggangnya. Mereka nampaknya sudah sering ketemu.Perempuan itu terlihat mengusap lembut kepala Zaki. Dengan senyum manis yang dia sunggingkan. Seolah dia memang penyayang sama anak kecil.Ibu dan Bapak terlihat mengarah ke perempuan itu. Sorot mata mereka tak bisa aku artikan. "Kayak nggak asing? Kayak pernah kenal?" celetuk Ibu. Aku nyimak sajalah, walau sangat penasaran perempuan itu siapa?Masa' iya pacarnya Mas Andra? Yang bener aja? Mbak Niken kan masih hidup? Hemmm ... nampaknya bukanlah, kok mau cewek secantik dan semodis itu sama Mas Andra. Secara Mas Andra sekarang terlihat buluk dan kucel. Jauh berbeda. Sudah tak seperi dulu lagi."Dia Adista Bu," sahut Mas Andra. Ibu terlihat melongo dan kemudian menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya.
PART 56POV EKAKami mendengar teriakan Mbak Niken. Seketika kami semua beranjak menuju ke kamarnya. Karena takut Mbak Niken kenapa-napa.Mas Andra walau cuek, tapi saat mendengar istrinya berteriak memanggilnya, seketika dia berlalu paling cepat. Raut cemas dan khawatir masih sangat terlihat."Dek!!!" teriak Mas Andra. Nada suaranya terdengar cemas. Bahkan sangat cemas. "Ya Allah ...." teriak Ibu, nada suaranya tak kalah cemas. Deg.Mata ini mendelik saat melihat keadaan Mbak Niken. Sangat memprihatinkan. Napasnya tersengal-sengal. Seolah sudah sangat susah. Badannya kurus sekali."Astaghfirullah!" ucap Bapak. Sama saja, tak ada yang tak cemas melihat keadaan Mbak Niken.Mas Andra terlihat menyandarkan kepala Mbak Niken di dadanya. Napasnya semakin terlihat tersengal. Matanya merem melek. Semakin terlihat kesusahan. Kututup bibir ini. Sungguh kasihan sekali melihat kondisi Mbak Niken.Badan yang dulu semok, yang dulu sering dia banggakan dan pamerkan, kini telah hilang. Hanya tula