Share

47. Perjalan Paling Sedih

Aku mendongakkan wajah. Seketika, kulihat hujan sudah reda. Aku bangkit dan melangkah lesu meninggalkan kursi tunggu di depan loket. Kuputuskan untuk pulang kembali ke rumah.

Belum jauh kaki beranjak, salah seorang yang duduk di deretan kursi tunggu—aku baru saja berjalan melewatinya—tiba-tiba berseru.

“Mas! Mas!”

Tak terlalu yakin, tapi kurasa panggilan tadi tertuju padaku.

“Ya?” Aku berhenti berjalan, menoleh ke belakang dan mendapati seorang wanita paruh baya yang menggendong anaknya berjalan pelan ke arahku.

“Tadi saya dengar obrolan Mas sama penjaga karcis,” kata wanita itu, “apa Mas masih pengen berangkat ke Tegal?”

“Iya, Bu. Sebenarnya saya harus berangkat malam ini juga.”

“Maaf, bukannya Mas masih bisa naik kereta api? Kalau Mas mau, masih ada keberangkatan kereta Tegal Arum yang dari stasiun Senen. Jam segini kayaknya masih keburu, kok,”

<
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status