Share

Bab 3. Penolakan

“Erlan, kau belum menjawab pertanyaan mama.”

Erlan mendesah pelan lalu melirik ke arah Gempi yang kini sedang lahap makan roti bakar selai nanas. Setelahnya pria itu menggeleng yang membuat Gian mendengus. 

“Mama pikir kau benar-benar sudah memiliki kekasih.” Terlihat raut kekecewaan dari wajah wanita paruh baya itu. “Tapi ini bukan masalah karena mama sudah mendapatkan wanita yang cocok untukmu,” sambungnya. 

“Ma—”

“Papa, aku sudah selesai makan!”  

Pria itu menoleh ke arah Gempi lalu tersenyum tipis. “Baiklah, kalau begitu kita berangkat sekarang!”  

Segera Erlan berdiri yang langsung disusul Gempi. Mereka lantas berpamitan kepada Gian untuk berangkat ke sekolah Gempi. 

Tiba di salah satu sekolah taman kanak-kanak, anak dan papa itu keluar dari mobil. “Kau hati-hati. Jika ada yang nakal, jangan lupa beritahu papa. Ok?”

“Ok, Papa!” Gempi menyatukan ujung ibu jari dan jari telunjuknya yang kemudian ditaruh di depan mata. Sehingga Erlan terkekeh ringan melihatnya.

“Ok, princess. Sekarang kau masuk!” 

“Iya, Papa.” Gadis manis itu melambaikan tangannya sebelum masuk.  

Sementara Erlan memilih langsung pergi setelah tidak melihat Gempi. Ia mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Hingga tiba-tiba seseorang menyebrang yang membuatnya hampir menabrak si penyeberang.

“Apa kau tidak memiliki otak?” umpat Erlan yang menyembulkan kepalanya dari balik jendela. 

Sontak wanita yang masih kaget pun menunduk beberapa kali. “Maafkan saya, Tuan. Saya sedang buru-buru.” 

Tanpa menunggu sahutan dari si pemilik mobil, wanita yang tidak lain adalah Alyn pun bergegas pergi. Sementara Erlan masih diam sambil menatap punggung Alyn yang menjauh. Pria itu cukup terkejut karena wanita yang hampir ditabraknya merupakan wanita yang sama dengan yang ia temui kemarin.  

“Kebetulan macam apa ini?” gumam Erlan kemudian kembali melanjukan mobilnya karena pengguna jalan di belakangnya sudah protes.  

“Alyn, kau dari mana saja?” tanya Cleo begitu Alyn tiba di bandara. 

“Oh, maafkan aku. Aku bangun kesiangan tadi,” jawab Alyn yang kemudian duduk di kursi.  

“Pantas saja. Aku beberapa kali menghubungimu, tapi kesulitan.”

“Ah … aku bahkan lupa mengisi daya ponselku.”

Cleo hanya mampu geleng-geleng. “Kau memang ceroboh! Lebih baik kau perbaiki riasanmu. Sebentar lagi kita akan berangkat.”

“Baiklah.”

Wanita itu segera merapikan penampilannya yang sedikit berantakan. Setelahnya ia dan teman-teman sejawatnya yang lain pun segera ke pesawat.

***

“Ah, ini melelahkan.” Cleo mengeluh setelah menyelesaikan penerbangan yang terakhir.

Alyn yang mendengarnya hanya tersenyum. Sehingga Cleo langsung bertanya, “Apa kau tidak lelah, Alyn?”

“Tentu saja!” 

Cleo terkekeh lalu mengajak Alyn untuk segera ke hotel. “Besok kita libur. Apa kau memiliki acara?”

“Aku tidak tahu. Tapi yang jelas, hari ini aku harus bersiap menemani ibuku.” Setelah tiba di hotel, Alyn segera bersiap-siap.

Wanita itu mengenakan dress selutut berwarna hitam. Sehingga menampilkan betisnya yang kontras dengan warna pakaiannya. Nampak cantik dengan rambut yang sengaja ia gerai begitu saja. 

Setelahnya ia segera berangkat karena sudah terlambat beberapa menit dari jam yang sudah ditentukan. 

“Alyn!” panggil Erin begitu melihat anaknya yang baru saja tiba di restoran. 

Sontak Alyn menoleh ke arah sumber suara kemudian menghampiri ibunya dengan senyuman manis. “Maafkan aku, Ibu. Tadi ada sedikit kendala di tempatku bekerja.”

“Tidak apa-apa, Alyn. Ayo duduklah,” ujar Erin yang dipatuhi oleh Alyn. 

Wanita itu duduk lalu menyapa teman ibunya. “Senang bertemu denganmu, Nyonya.”

“Aku pun begitu senang, Alyn.” Wanita paruh baya itu kemudian menoleh ke arah Erin. “Erin, aku tidak tahu jika anakmu tumbuh menjadi gadis yang cantik.”

Erin terkekeh saja. Hingga tiba-tiba seorang gadis manis berlari ke arah Alyn sambil memanggilnya dengan sebutan. “Mama!” 

Sontak mereka langsung melihat ke arah gadis kecil yang memeluk Alyn.

“Gempi!” panggil Erlan yang mengejar, tetapi langkahnya terhenti ketika melihat wanita yang dipeluk Gempi adalah Alyn.  

Lantas, benarkah ini hanya sebuah kebetulan saja?

“Gempi, kau mengenalnya?” tanya teman dari Erin yang tak lain adalah Gian.

“Iya. Ini mama gempi!” jawab Gempi membuat Gian melebarkan matanya lalu terkekeh. 

Setelahnya Gian melihat ke arah Erlan yang masih berdiri terpaku di tempatnya. “Erlan, bisa kau jelaskan?”

Erlan lantas berdeham pelan kemudian menghampiri mereka. Ia duduk di tempatnya semula lalu menjelaskan apa yang terjadi kemarin. Sehingga Gian langsung tersenyum lebar.

“Ini benar-benar di luar dugaan. Jadi mama yang dimaksud Gempi tadi adalah Alyn? Ah, jika begini … kita harus segera melaksanakan pesta pernikahan!”

“Apa?” Semua orang terkejut, terlebih Alyn yang sebelumnya tidak tahu apa-apa. 

Wanita yang kini sedang memangku Gempi itu langsung menoleh ke arah Erin. “Ibu, bisa Ibu jelaskan. Sebenarnya apa yang terjadi?” 

Erin menarik napas terlebih dahulu lalu mengeluarkannya secara perlahan. “Sejujurnya ibu dan teman ibu sepakat akan menjodohkan kamu dengan Nak Erlan.” 

“Apa?” Alyn langsung memekik yang membuat Gempi langsung mendongak.

Sementara Erlan yang sudah paham dengan tabiat ibunya pun terlihat biasa saja. “Mama, sepertinya rencanamu kali ini tidak akan berhasil,” ujarnya. 

Sebelumnya jika Gian menjodohkan, pasti pihak Erlan yang akan menolak. Namun, kali ini ia tidak perlu repot-repot menolak karena dari gaya bahasanya saja ia sudah bisa menebak jika Alyn akan menolak. 

Gian mendengus sebal lalu menatap Alyn dengan lembut. “Alyn, kamu mau ya menikah dengan anak tante? Lihat, Gempi begitu nyaman denganmu.” 

Alyn menunduk sebentar menatap gadis manis yang baru ia ketahui namanya itu. Setelahnya ia menoleh ke arah Erin sejenak. “Tante, tapi aku rasa ini tidak akan berhasil.”

“Apa maksudmu, Alyn?” 

“Sejujurnya aku belum memikirkan pernikahan,” ujar Alyn dengan hati-hati. Sehingga tercetak jelas raut kekecewaan dari Gian yang membuat Alyn semakin tidak enak. 

“Alyn, apa kau tidak ingin mempertimbangkannya? Kasian Gempi.”  

Memang Alyn juga merasa iba dengan Gempi. Terlebih ketika mengingat kejadian di pesawat kemarin. Namun, ia benar-benar belum menginginkan pernikahan!

Alyn masih menikmati pekerjaannya yang memang menjadi cita-citanya dulu. Sehingga rencana untuk menikah belum ada di kamusnya.  

“Mam, dia saja tidak ingin menikah. Untuk apa dipaksa? Lagipula aku merasa tidak cocok dengannya,” cetus Erlan tanpa memikirkan perasaan orang lain.

Oh, sebenarnya apa yang dipikirkan Erlan? Apa pria itu benar-benar tidak memiliki perasaan. Atau merasa harga dirinya terluka karena biasanya ia paling keras dalam menolak? 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status