Share

Polos Maksimal

"T-tapi … gimana caranya, Pak??" tanya Santi bingung dan panik.

"Buka!!"

"Hah? Apa, Pak??"

"Aku bilang buka!!"

Santi segera membuka kait celana yang dikenakan Bima. Matanya sempat menatap tajam tak percaya ke arah senjata yang masih tertutup kain tipis itu.

Karena tak sabar dengan yang dilakukan oleh Santi, Bima segera menurunkan celananya sendiri. Dan begitu senjata tumpul itu tak tertutup apapun lagi, Bima duduk di kursi kerjanya dengan menyandarkan tubuhnya ke belakang.

"Kamu urut dia!" perintah Bima.

"Hah?? Apa, Pak??"

"Kamu nggak bisa jawab dengan perkataan lain??"

"Tapi, saya benar-benar enggak ngerti harus bagaimana!"

Bima menutup wajahnya dengan kedua tangan karena melupakan bagaimana polosnya sekretaris barunya itu. Akhirnya dengan menahan nafsunya, Bima menuntun tangan Santi untuk memegang miliknya.

"Emmmhhh … teruslah bergerak seperti itu!" kata Bima tanpa melepaskan tangan Santi.

Santi menuruti apa yang diperintahkan oleh Bima tanpa banyak membantah lagi. Sejujurnya dia pun mulai menikmati permainan baru yang sedang dia pelajari.

Santi merasakan ada dorongan kuat dalam tubuhnya yang membuat miliknya kembali basah. Bahkan tanpa sadar, Santi mendekatkan bibirnya untuk mengecup senjata Bima yang berotot itu.

"Kamu!!" Bima tersentak kaget ketika menerima kecupan singkat di bagian ujung miliknya. Entah kenapa hanya mendapat kecupan singkat seperti itu bisa membuat Bima hampir mencapai klimaksnya.

Dan benar saja, ketika Santi mempercepat ritme tangannya, Bima bisa melepaskan keinginannya tanpa harus tertunda lagi.

"I-ini apa, Pak?? Kok keluar cairan lengket dari sini??" tanya Santi. Benar-benar polos maksimal.

"Itu yang harus dikeluarkan dari tubuhku. Karena kalau enggak, kepalaku akan terus merasa pusing!!"

Santi hanya mengangguk-anggukkan kepalanya seolah mengerti dengan apa yang dijelaskan oleh Bima. Padahal sebenarnya dia sama sekali tidak mengerti.

"Kamu jangan cuma angguk-angguk saja! Sebenarnya kamu ngerti nggak, sih?"

"Ma-maaf, Pak. Aku memang nggak ngerti!!"

"Aku jadi curiga, jangan-jangan kamu pakai ijazah palsu, ya?" tuduh Bima.

"Loh … kok Bapak menuduh saya seperti itu? Salahku dimana, Pak?"

"Memangnya kamu selama sekolah nggak pernah diajari tentang reproduksi?"

"Diajarin, Pak. Tapi kan yang dibahas reproduksi hewan, bukan manusia!"

"Astaga, Santiiiiiiiiii!!! Nggak mungkin kalau tidak dibahas tentang reproduksi manusia. Pasti kamu nggak nyimak 'kan?"

"Beneran, Pak! Ngapain aku bohong?? Ohhh … apa jangan-jangan waktu dijelaskan reproduksi manusia, aku sedang izin nggak masuk kali ya, Pak?"

"Kalau kamu tanya sama aku, aku mau tanya sama siapa?"

Santi tersenyum sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Dia bingung harus merespon bagaimana omelan Bos barunya tersebut.

"Ngapain malah senyum-senyum? Kamu ngeledek aku??"

"Eh, mana berani, Pak! Aku cuma bingung harus menjawab apa!!"

"Mulai besok kamu harus belajar dengan sungguh-sungguh dari para tamu yang datang ke kantor."

"Baik, Pak!"

"Ya sudah .. kembali ke meja kerjamu!" kata Bima sambil membenarkan posisi celananya.

Setelah Santi keluar dari ruangannya, Bima menghubungi Aldo untuk mengatur wanita yang nanti malam harus memuaskannya.

"Aku nggak mau tahu, nanti malam harus ada wanita yang bisa memuaskanku. Jangan kayak yang barusan!!"

"Iya-iya aku tahu!"

***

Lampu kerlap-kerlip disko membuat suasana diskotik terasa sangat ramai. Banyak gadis muda yang menari di lantai dansa dengan baju yang kurang bahan. Namun, entah kenapa Bima yang biasanya bersemangat melihat kemolekan para gadis yang menarik itu, malam ini tidak berselera sama sekali.

Saat ada seorang wanita cantik dan seksi menghampirinya, Bima sama sekali tidak tergoda. Bahkan ketika tangan sang wanita itu menggelitik pahanya dengan gerakan sensual, Bima tetap tak bergeming.

"Kenapa malam ini seperti nggak bersemangat gitu sih, Bim??" tanya wanita itu.

"Aku juga nggak tahu. Rasanya aku mulai bosan dengan aktivitasku ini."

Mendengar jawaban Bima, wanita itu tersenyum penuh kemenangan. Dia berpikir itu adalah celah untuk mendapatkan lelaki mapan tersebut.

Dengan gerakan tubuh yang erotis, wanita yang bernama Clara itu duduk di pangkuan Bima. Tangannya melingkar di leher Bima dengan tubuh yang menempel lekat.

"Mungkin sudah waktunya yang dibawa sana mendapatkan tempat yang terindah."

"Maksud kamu?"

"Bagaimana kalau kita pindah ke hotel saja dulu? Aku akan memberitahumu apa yang ku maksud."

"Baiklah. Kamu atur aja tempatnya, aku mau ke toilet dulu sebentar," ujar Bima seraya berdiri dan membiarkan Clara duduk di kursinya sendiri.

"Yessss!!!" pekik Clara sepeninggal Bima.

Clara mengambil sebuah obat perangsang dari dalam tasnya. Dan obat itu dia campurkan dengan minuman Bima yang belum disentuh sama sekali.

"Malam ini kamu akan menjadi milikku!" kata Clara dengan penuh percaya diri. Kali ini dia yakin akan berhasil membuat Bima bertekuk lutut di hadapannya.

"Gimana? Kamu udah pesan tempatnya?" tanya Bima setelah kembali dari toilet.

"Ya."

"Ya sudah kalau begitu, ayo kita berangkat sekarang!"

"Heiii … tunggu dulu!! Kenapa nggak minum dulu minuman yang sudah kamu pesan ini?"

"Ah, aku hampir saja melupakannya!" kata Bima. Diambilnya gelas minuman tersebut dan meminumnya hingga habis. Setelah itu dirangkulnya Clara untuk keluar dari diskotik tersebut dan menuju ke hotel yang sudah dipesan.

Sepanjang perjalanan, Clara tak henti-hentinya memuji ketampanan Bima. Dan dengan gerakan yang sensual, Clara sengaja memancing hasrat Bima.

"Silahkan ini kuncinya!" kata pegawai hotel begitu Clara menunjukkan bukti booking kamar di ponselnya.

Tanpa banyak basa-basi, keduanya segera menuju ke kamar tersebut. Baru saja duduk di atas ranjang beberapa menit, Bima merasakan tubuhnya terasa panas.

"Ada yang nggak beres sama tubuhku. Jangan-jangan wanita licik ini memberiku sesuatu?" gumam Bima sambil melirik ke arah Clara.

"Aku ke toilet dulu sebentar!"

"Baiklah, aku akan menunggu di sini …"

Clara merebahkan tubuhnya di atas ranjang dengan posisi satu kakinya ditekuk. Clara yang mengenakan dress di atas lutut berwarna merah cerah, terlihat sangat seksi dengan pose tersebut.

Apalagi posisi Bima yang berada di dekat ranjang, bisa melihat dengan jelas apa yang ada di balik dress tersebut. Namun, Bima masih bisa menahan dirinya dan pergi menuju toilet.

Tubuhnya terasa semakin panas sehingga Bima memilih untuk mendinginkannya dengan mandi di bawah air shower. Aliran air dingin yang membasahi kulitnya, nyatanya tak mampu mengurangi rasa panas yang menjalar di sekujur tubuhnya.

Dengan putus asa Bima menyambar handuk yang berada di sebelah tombol shower. Dililitnya sebagian tubuhnya dengan handuk tersebut.

Setelah itu Bima keluar dari kamar mandi dan mendapati Clara tengah tertidur dengan posisi yang begitu menggoda. Dengan rasa yang menggebu-gebu dan tak bisa ditahan lagi, Bima mendekati Clara dan langsung memposisikan diri di atas tubuh Clara.

Mata Bima mulai menggelap, ketika Clara meliukkan tubuhnya seperti ular. Apalagi ketika tangan nakal Clara berjalan di atas dada bidang Bima yang polos.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status