“Almeera, kalau ada yang bersikap tidak baik padamu di mansion ini, kamu bisa melaporkannya kepada Opa. Nanti Opa akan menyuruh Hamdan untuk mengirimkan nomor ponsel Opa yang baru padamu,” sindir Tuan Barata seraya melirik sekilas ke arah Hana. Sudah jelas ia ingin memberikan peringatan kepada menantunya itu.Almeera hanya membalas dengan anggukan kecil. Ia tidak tahu siapa yang dimaksud oleh Tuan Barata, entah itu Kaisar atau Hana. Yang pasti ia tidak ingin memperkeruh keadaaan. Apalagi, dia bukanlah siapa-siapa selain seorang yang menumpang hidup pada keluarga Syailendra. Jika bukan karena belas kasihan Tuan Barata, mungkin dirinya dan sang adik akan hidup terlantar seperti gelandangan. “Kita harus berangkat sekarang, atau Opa akan ketinggalan pesawat,” sela Kaisar. Lelaki itu nampak sudah tidak sabar untuk mengajak sang kakek ke bandara.Sempat terdengar helaan napas berat dari pria tua itu sebelum beranjak dari sofa. Meski berat meninggalkan rumahnya, Tuan Barata akhirnya melang
Ketika mengerjapkan mata, Gayatri terkejut melihat dirinya ada di sebuah ruangan serba putih. Perempuan tua itu melihat sekelilingnya dengan bingung, berusaha mencari tahu apa yang terjadi. Seingatnya semalam ia masih berada di rumah. Namun kedatangan lelaki muda yang memberikan kabar mengejutkan tentang sang cucu, membuat ia mendadak pusing dan hilang kesadaran. Mungkinkah pria itu yang membawanya kemari?Melihat selang infus yang terpasang di tangannya, Gayatri baru mengerti bahwa ia berada di kamar rumah sakit. Tadi pagi ia juga sempat membuka mata sebentar. Namun, kondisi tubuh yang masih lemah membuat perempuan tua itu tertidur lagi. Gayatri pun berusaha untuk turun dari brankar, meski kepalanya terasa seringan kapas. Namun, ia berhenti saat mendengar langkah kaki yang mendekat ke pintu. Tak berselang lama, dua orang masuk bersamaan ke kamarnya. Yang satu adalah pria yang kemarin bertamu ke rumahnya, dan satu lagi adalah seorang perawat. “Nenek sudah bangun?” Willy bergegas men
Harum bau masakan tercium di seluruh dapur. Setelah menghidangkan makanan di atas meja makan, Almeera duduk sebentar untuk mengistirahatkan diri. Mungkin akibat kakinya yang belum pulih dengan sempurna, gadis itu mudah lelah. Sembari menyeka keringatnya, Almeera meminum seteguk air untuk melepas dahaga. Namun, ia hampir tersedak saat mendengar suara Hana yang menggelegar. Almeera pun menoleh ke arah peremuan paruh baya itu dengan tatapan bingung. Begitu pula dengan Bi Yuli dan para pelayan yang baru pulang dari berbelanja. “Almeera!”Bibir Hana tertarik kencang dalam satu garis lurus yang tegas. Tangan kanannya menggenggam blazer berwarna putih, sementara tangan kirinya mengepal di sisi tubuh. Mata perempuan paruh baya itu menyala dengan api kemarahan, seakan ingin membakar habis gadis berkacamata di hadapannya. "Kecerobohan macam apa yang kamu lakukan ini? Bagaimana bisa kamu tidak hati-hati?" suara Hana keluar serak, penuh dengan kemarahan yang tertahan. Dengan gerakan cepat, p
“Mbak Meera, ayo kita cepat pulang ke rumah sekarang! Rumah kita tadi didatangi oleh Pak Harsono dan mereka memukuli Bapak,” ucap adiknya, tampak panik.DEG!Pak Harsono?Almeera yang sedang melayani pelanggan rumah makan tempatnya bekerja, sontak berhenti. Firasat buruk langsung memenuhi hati Almeera mendengar nama rentenir paling kejam di kampungnya itu.Apakah ayah tirinya kembali membuat ulah?Memang sejak Ibunya meninggal, pria paruh baya itu semakin tak bisa diandalkan. Kerjanya hanya berjudi dan mabuk-mabukan–membuat keluarganya semakin terjerat dalam tumpukan utang.“Baik, Mbak akan pulang. Tunggu di sini dulu, Rifki, Mbak akan berpamitan kepada Bu Sri,” ucapnya, lalu segera menemui sang pemilik rumah makan. Untungnya, bos Almeera mengizinkan walau gajinya harus dipotong dua ratus ribu.Tapi, Almeera tak peduli.Bersama sang adik, dia pun bergegas keluar dari rumah makan itu.Secepat mungkin, keduanya berlari.Namun ketika mereka tiba di rumah, kaki Almeera melemas.Kondis
Tanpa pikir panjang, Almeera menggendong tubuh Rifki menuju ke taksi. Dengan mata berkaca-kaca, ia meminta sopir taksi agar mengantarnya ke rumah sakit terdekat. Badannya begitu panas, hingga Rifki pun dilarikan ke ruang IGD supaya bisa dilakukan penanganan secara intensif.“Apa Anda keluarga pasien?” tanya dokter yang memeriksa Rifki.“Iya, Dok, saya kakaknya. Bagaimana keadaan adik saya, Rifki?” tanya Almeera dengan raut wajah penuh kecemasan.“Pasien menderita pneumonia akut dan harus menjalani rawat inap di rumah sakit. Kami sudah memasangkan ventilator untuk membantu pernapasannya. Nanti pasien akan ditangani secara langsung oleh dokter spesialis paru-paru. Sekarang, Anda bisa mengurus administrasinya dulu,” ujar sang dokter.Pneumonia?Bagaimana bisa?Namun, Almeera menahan pertanyaannya itu dan langsung menemui petugas bagian administrasi. Saat bagiannya tiba, seorang wanita dengan blazer hitam memberikan penjelasan mengenai estimasi biaya perawatan. Dimulai dari tarif kama
‘Sepertinya, rumah ini telah berpindah kepemilikan,’ batin Almeera mencoba menenangkan diri. Hanya saja, Almeera sekarang tak tahu harus meminta tolong kepada siapa.Dia tak punya kenalan di kota ini.Dengan gontai, Almeera lantas memutuskan untuk berjalan menjauh dari rumah itu.Dia bahkan tak sadar sudah melewati sederet bangunan ruko yang berjajar di pinggir jalan. Dan … dalam kondisi yang hampir putus asa, Almeera justru melihat seorang pria tua yang sedang menyeberang jalan, tapi tak menyadari bahwa ada sebuah mobil yang melaju kencang ke arahnya.Deg!Hati nurani Almeera langsung terusik. “Awas, Pak!” seru Almeera. Sang kakek menoleh ke arahnya dengan ekspresi terkejut.Namun, ia masih diam di tempat. Menyadari itu, Almeera berlari secepat kilat menuju ke arah sang kakek–mengambil tindakan penyelamatan. Sekuat tenaga, ia menarik lengan pria tua itu, lalu memeluknya hingga mereka terjatuh dalam posisi duduk di trotoar. Bugh!TIN!“Kalau jalan, pake mata dong! Ngaggetin tah
“Almeera kenapa kamu melamun? Ayo, masuk!” “Hah? I-iya. Opa, maaf,” kaget Almeera.Gadis itu mengiringi langkah Tuan Barata dengan perasaan canggung. Ini pertama kalinya ia melihat kediaman yang begitu mewah dan luas. Bahkan, jarak dari halaman ke pintu depan saja terhitung tiga kali lipat dari lebar rumahnya di kampung! Namun, kejutan tak berhenti di sana…..Begitu menginjakkan kaki di pintu, empat orang pelayan bergegas menyambut kedatangan mereka. “Selamat datang kembali, Tuan Besar. Apakah Anda ingin makan siang?” sapa salah satu pelayan yang sepertinya paling senior.Tuan Barata tampak mengangguk santai. “Makan siangnya nanti saja, Bi Yuli. Untuk sekarang, tolong obati luka di siku dan lutut Almeera, lalu buatkan teh herbal untuknya.”“Oh, iya. Jangan lupa, ambilkan salah satu baju milik Karenina untuk Almeera.”“Maaf? Baju Nyonya Muda untuk Nona ini?” tanya Bi Yuli, terkejut. Almeera sampai menengok. Entah mengapa, dia merasakan perempuan berseragam hitam itu meliriknya d
“B-bukan, Tuan,” jawab Almeera ketakutan, “Sa–saya…”“Lepaskan Almeera, Kaisar! Opa yang menyuruh Bi Yuli untuk memberikan baju Karenina kepada Almeera, karena dia sudah menyelamatkan hidup Opa. Tanpa Almeera, Opa sekarang sudah tertabrak mobil.”Melihat sang cucu tampak menyakiti Almeera, Tuan Barata segera turun tangan melepaskan tangan Kaisar yang mencengkeram lengan Almeera. Kini kedua alis Kaisar langsung tertaut membentuk satu garis lurus. “Si Mata Empat ini menyelamatkan Opa? Apa aku tidak salah dengar?” ulangnya.“Tidak, Kaisar. Almeera mempertaruhkan nyawanya demi Opa, dan Opa sudah memilih dia untuk menjadi istri keduamu.”Duar!Perkataan Tuan Barata bagaikan petir yang menyambar Almeera di siang hari. Sungguh, menikah dengan Kaisar saja tidak mau.Apalagi harus jadi istri kedua darinya? Lebih baik, dia susah payah mencari biaya rumah sakit sang adik daripada menjadi perusak rumah tangga wanita lain! Almeera hendak berbicara, tapi Kaisar ternyata lebih cepat! “Nina masi