“Almeera kenapa kamu melamun? Ayo, masuk!”
“Hah? I-iya. Opa, maaf,” kaget Almeera.
Gadis itu mengiringi langkah Tuan Barata dengan perasaan canggung.
Ini pertama kalinya ia melihat kediaman yang begitu mewah dan luas.
Bahkan, jarak dari halaman ke pintu depan saja terhitung tiga kali lipat dari lebar rumahnya di kampung!
Namun, kejutan tak berhenti di sana…..
Begitu menginjakkan kaki di pintu, empat orang pelayan bergegas menyambut kedatangan mereka.
“Selamat datang kembali, Tuan Besar. Apakah Anda ingin makan siang?” sapa salah satu pelayan yang sepertinya paling senior.
Tuan Barata tampak mengangguk santai. “Makan siangnya nanti saja, Bi Yuli. Untuk sekarang, tolong obati luka di siku dan lutut Almeera, lalu buatkan teh herbal untuknya.”
“Oh, iya. Jangan lupa, ambilkan salah satu baju milik Karenina untuk Almeera.”
“Maaf? Baju Nyonya Muda untuk Nona ini?” tanya Bi Yuli, terkejut.
Almeera sampai menengok.
Entah mengapa, dia merasakan perempuan berseragam hitam itu meliriknya dengan tatapan meremehkan?
“Apa perlu aku ulangi sekali lagi? Pakaian Almeera kotor setelah menolongku di jalan raya, jadi dia perlu baju ganti. Sekarang juga, bawa Almeera ke kamar tamu, Bi,” tegas Tuan Barata, tampak mengomeli pelayan itu.
Bi Yuli bahkan sampai ketakutan. “B-baik, Tuan Besar,” ucapnya.
Dengan sigap, wanita itu dan para pelayan lain mengarahkan Almeera menuju salah satu kamar tamu di lantai bawah.
Almeera sendiri hanya bisa menurut.
Ia tidak membuka suara selama para pelayan itu mengobati lukanya, lalu memberikan secangkir teh hangat dengan aroma rempah-rempah.
“Nona bisa berganti pakaian sekarang, saya akan menunggu di depan pintu,” ucap Bi Yuli sambil menyodorkan sebuah gaun sifon berwarna dusty pink ke tangan Almeera.
Sesudah berkata demikian, ia pergi begitu saja tanpa penjelasan.
Almeera menarik napas panjang.
Buru-buru, ia mengganti bajunya dengan gaun pemberian Bi Yuli.
Dia harus pergi ke rumah sakit segera setelah mengganti pakaian!
Hanya saja, begitu diantar oleh Bi Yuli ke ruang tengah mansion, Tuan Barata tampak sudah menunggunya.
“Duduklah di sini, Opa ingin bicara,” pintanya seraya menepuk bagian sofa putih yang masih kosong.
Senyum cerah tampak terbit di sudut bibir Tuan Barata saat melihat kedatangan Almeera.
Gadis itu jadi tak enak.
Bila langsung pergi, tampaknya bukanlah hal yang sopan.
“Baik, Opa.” Tak lama, Almeera pun duduk di tempat yang ditunjuk Tuan Barata.
Tuan Barata masih tersenyum. “Oh iya, Nak. Kamu cocok sekali memakai gaun milik Karenina. Itu artinya, keputusanku untuk memilihmu sudah tepat.”
“Memilih saya?” Almeera mengerutkan kening, bingung. “Untuk apa, Opa?”
“Untuk melahirkan pewaris bagi keluarga Syailendra,” ucapnya sembari memandang penampilan baru Almeera, “cicitku.”
Hah?
Refleks, Almeera mengusap daun telinganya.
Ia takut indra pendengarannya salah mengartikan ucapan dari Tuan Barata akibat tekanan hidup yang bertubi-tubi!
“Maaf, Opa. Maksudnya saya menikah dengan salah satu keluarga Opa?” tanya Almeera memastikan.
Jujur, ia berharap pria tua itu menertawakannya karena salah.Sayangnya, itu tak terjadi.
Dengan antusias, Tuan Brata berkata, “Iya, Nak Almeera. Kamu mau, kan?”
“Opa akan menyuruh Hamdan untuk mengurus semua biaya rumah sakit, asalkan kamu setuju untuk menikah dengan cucu pertama Opa.”
Mata Almeera membulat. “Ba–bagaimana Opa bisa tahu kalau adik saya di rumah sakit?”
Dia tidak menyangka Tuan Barata bisa tahu masalah yang sedang menimpanya.
Apa pria itu mengira Almeera sengaja membantunya agar dapat imbalan?
Namun belum sempat Almmera bertanya, tiba-tiba terdengar derap sepatu seorang pria yang mendekat ke arah mereka.
“Kau, si mata Empat yang menabrakku di rumah sakit, kan? Kenapa bisa kau ada di sini?”
Deg!
Jantung Almeera serasa akan melompat keluar tatkala beradu pandang dengan … Kaisar!
Susah payah Almeera melarikan diri dari pria berjas abu tadi, tapi sekarang dia malah bertemu dengan pria menakutkan ini di rumah Tuan Barata?
Kaisar pasti akan membalas dendam kepadanya sebentar lagi!
“Kaisar, kenapa kamu bersikap tidak sopan kepada tamu spesial Opa? Apa kalian sudah saling mengenal?” tegur Tuan Barata–menyela sang cucu.
Kaisar tampak mengerutkan kening. “Opa menyebut gadis ini tamu spesial? Dia sudah menabrak dan merusak ponselku, lalu kabur begitu saja dari rumah sakit. Apakah–”
“Tunggu!” ucap Kaisar memandang Almeera dari atas ke bawah dengan tajam.
Detik selanjutnya, gadis itu terkejut karena lengan kanannya ditarik oleh pria itu.
“Siapa yang mengizinkanmu memakai baju istriku? Apa kau mencurinya?”
Tatapannya ... bahkan menggelap!
“B-bukan, Tuan,” jawab Almeera ketakutan, “Sa–saya…”“Lepaskan Almeera, Kaisar! Opa yang menyuruh Bi Yuli untuk memberikan baju Karenina kepada Almeera, karena dia sudah menyelamatkan hidup Opa. Tanpa Almeera, Opa sekarang sudah tertabrak mobil.”Melihat sang cucu tampak menyakiti Almeera, Tuan Barata segera turun tangan melepaskan tangan Kaisar yang mencengkeram lengan Almeera. Kini kedua alis Kaisar langsung tertaut membentuk satu garis lurus. “Si Mata Empat ini menyelamatkan Opa? Apa aku tidak salah dengar?” ulangnya.“Tidak, Kaisar. Almeera mempertaruhkan nyawanya demi Opa, dan Opa sudah memilih dia untuk menjadi istri keduamu.”Duar!Perkataan Tuan Barata bagaikan petir yang menyambar Almeera di siang hari. Sungguh, menikah dengan Kaisar saja tidak mau.Apalagi harus jadi istri kedua darinya? Lebih baik, dia susah payah mencari biaya rumah sakit sang adik daripada menjadi perusak rumah tangga wanita lain! Almeera hendak berbicara, tapi Kaisar ternyata lebih cepat! “Nina masi
Cukup lama, Almeera terdiam. Kenapa pria ini harus memiliki istri kedua untuk mendapat keturunan?Tapi, Almeera ragu bertanya.Salah-salah, dia bisa menyinggung Kaisar dan berakhir dipenjarakan!“Ehem….”Deheman Kaisar menyadarkan Almeera dari lamunan. Seketika, gadis itu menyadari bahwa Kaisar tengah menatapnya tajam. “Bagaimana? Kau setuju, kan?”Almmera meremas jemari tangannya.Dia masih ragu. Tapi, biaya perawatan sang adik sulit ditolaknya.Jadi, tak apa bila dia harus berkorban sedikit demi kesembuhan dan masa depan adiknya, kan?“Kalau begitu … saya setuju, Tuan,” cicit Almeera pada akhirnya.Sementara itu, Kaisar tersenyum sinis. “Sebenarnya, aku yakin kamu pasti setuju. Bukankah ini yang kamu inginkan, mendapatkan uang dengan cara mudah dan lolos dari kesalahanmu?” tuduhnya.Deg!Almeera hendak membalas ucapan pria itu, tetapi Kaisar sudah beranjak dari kursinya dengan sorot mata dingin. “Berikan nomor ponsel dan kartu identitasmu.”Ck! Almeera sebenarnya tak mau. Tapi,
“Nona Almeera?” Panggilan dari seberang menyadarkan dari lamunan.Gadis itu sontak menarik napas panjang sebelum akhirnya menjawab. “Iya, Tuan, ada apa?” “Tolong, temui saya segera di Kafe Upgrade, sebelah kanan poliklinik anak. Saya ada di meja nomor sebelas, Nona,” ujar sang pengacara.“Baik, Tuan, saya akan ke sana sekarang.”Almeera pun merapikan diri sejenak. Sesudah menitipkan Rifki pada perawat, gadis itu turun dengan lift untuk menuju ke lantai satu dan menemukan kafe yang dimaksud oleh sang pengacara. Pandangan matanya mengarah kepada seorang pria berkacamata yang mengenakan dasi berwarna biru. Pria itu juga membawa tas kerja berukuran besar. Almeera yakin bila dia adalah pengacara yang diutus oleh Kaisar.“Halo, Pak Arjuna?” sapa Almeera.“Halo, Nona Almeera. Saya Arjuna Handoko, pengacara yang mewakili Tuan Kaisar. Silakan duduk, Nona,” kata pria itu memperkenalkan diri. Tak berselang lama, Tuan Arjuna menyodorkan map berwarna merah ke tangan Almeera. “Saya akan lan
Sambil menjaga Rifki, Almeera memikirkan nasibnya di kemudian hari. Bagaimana tidak. Meski hanya menjalani sebuah pernikahan kontrak, dia tetap akan menjadi wanita yang kedua. Dengan kata lain, dia akan menyakiti hati dari istri pertama Kaisar. Hingga detik ini, Almeera belum mengerti kenapa Tuan Barata memaksa sang cucu untuk menikah lagi. Padahal, istri Kaisar yang bernama Karenina itu sedang terbaring koma. Bukankah kesannya ini sangat keterlaluan?‘Aku harus menjaga jarak dari Tuan Kaisar. Kalau bisa, aku akan minta izin untuk tinggal di tempat yang terpisah setelah dilakukan inseminasi.’ Almeera membatin di dalam hati, berusaha menguatkan dirinya sendiri. Rasa lelah membuat Almeera tertidur di samping brankar sang adik. Hingga suara ketukan di pintu membuatnya tersentak kaget. Tak disangka pagi sudah menjelang. Buru-buru, Almeera memakai kacamata dan mengikat rambutnya asal-asalan. “Selamat pagi, apakah Adik Rifki tidur nyenyak semalam?” tanya sang perawat yang bertugas pagi i
Alih-alih meratapi nasib, Almeera memilih untuk pasrah. Ke manapun takdir akan membawanya nanti, ia harus tetap kuat dan menjalaninya dengan lapang dada. Toh, pernikahannya dengan Kaisar juga tidak akan bertahan lama. Bila ia menyerah sekarang, maka nyawa sang adik yang akan menjadi taruhan. Kendaraan beroda empat yang membawa Almeera akhirnya memasuki gerbang kediaman keluarga Syailendra. Gadis itu pun keluar dari mobil dengan perasaan berkecamuk. Sambil mencengkeram ujung kebayanya, Almeera melangkah ke pintu depan. Ini adalah kali kedua dia menginjakkan kaki di mansion mewah ini, tetapi dalam kondisi yang berbeda. Jika dulu dia hanyalah orang asing, sekarang dia akan menjadi cucu menantu dari Tuan Barata. “Nona Almeera, mari ikut saya ke ruang tengah. Akad nikah akan segera dimulai,” ajak Bi Yuli. Melihat Almeera tak leluasa bergerak akibat kebaya yang ia pakai, Bi Yuli menyuruh dua orang pelayan untuk menggandeng lengan kiri dan kanan gadis itu. Sementara ia sendiri menjadi pen
Seperti sebelumnya, Bi Yuli memandu Almera untuk menaiki tangga. Bila tidak, gadis itu pasti akan tersesat karena banyak sekali ruangan di lantai dua. Bi Yuli pun berbelok ke kanan, berlawanan arah dengan ruang kerja Kaisar.Perempuan berwajah datar itu berhenti mendadak di depan pintu berwarna putih. Ia menekan tuas pintu, lalu membiarkannya setengah terbuka. Setelah itu, ia mempersilakan Almeera untuk masuk.“Silakan masuk, Nona. Ini adalah kamar pengantin Anda dan Tuan Kaisar.”Langkah Almeera terhenti sejenak di ambang pintu. Rasanya seperti bermimpi kala pandangannya menyapu seluruh sudut kamar. Sebuah ranjang besar dengan sprei putih bersih terhampar di tengah ruangan. Bagaikan kanvas yang dilukis dengan taburan kelopak mawar merah, membentuk pola berbentuk hati yang menggambarkan penyatuan cinta. Bisa dibilang, inilah kamar pengantin yang didambakan oleh setiap gadis muda.Semakin mendekat ke ranjang, indra penciuman Almeera dimanjakan dengan harum mawar yang semerbak. Sementar
“Itu saja yang ingin Opa katakan. Sekarang istirahatlah di kamar, Almeera. Jam tujuh malam kita akan berkumpul untuk makan malam bersama,” ucap Tuan Barata. Pria tua itu lantas beranjak dari duduknya. Dengan ditemani oleh Hamdan, Tuan Barata kembali ke kamarnya sendiri. Sementara itu, Almeera masih menatap lamat sosok Karenina yang terlelap dalam tidur panjang. Tanpa sadar, bulir bening mengalir dari kedua sudut matanya. Gadis itu pun mendekat ke ranjang, lalu menyentuh ringan punggung tangan Karenina. “Maafkan saya, Nyonya. Saya tidak bermaksud merusak rumah tangga Nyonya. Saya berjanji akan pergi secepat mungkin setelah melahirkan bayi. Semoga Nyonya segera sadar dan bisa bersama lagi dengan Tuan Kaisar.”Usai mengucapkan permintaan maaf yang tulus, Almeera menutup pintu kamar Karenina. Ia berjalan sambil menyeka air matanya yang mengalir dari balik kacamata. Tak tahu harus ke mana, gadis itu menaiki tangga untuk menuju ke kamar pengantin. Sebab, hanya ruangan itulah satu-satunya
Saking terkejutnya, Almeera langsung turun dari tempat tidur. Beruntung, gadis itu tidak terjatuh karena sempat berpegangan pada pinggiran ranjang. Bagi Almeera, Kaisar bukanlah manusia biasa, melainkan seorang penguasa diktator yang siap menindasnya kapan saja. “Siapa yang menyuruhmu tidur di sini?” hardik Kaisar.“Ini bukan kemauan saya, tapi Opa Barata yang mengaturnya,” jawab Almeera apa adanya. “Jangan sentuh tempat tidurku! Aku tidak mau kamu mengotorinya,” tukas Kaisar dengan nada penuh peringatan. Daripada membuat Kaisar semakin murka, Almeera buru-buru menyingkir. Ia bermaksud untuk meninggalkan kamar itu. Namun sebelum mencapai pintu, Kaisar tiba-tiba menghadang langkahnya. “Mau ke mana? Apa kabur sudah menjadi kebiasaanmu?” tanya Kaisar dengan mata menyipit. “Bukankah Tuan ingin saya pergi?” tanya Almeera bingung. Sungguh, ia tidak bisa menebak apa isi pikiran pria ini. “Aku menyuruhmu jangan menyentuh tempat tidurku, bukan meninggalkan kamar ini,” dengus Kaisar.Sam