“B-bukan, Tuan,” jawab Almeera ketakutan, “Sa–saya…”
“Lepaskan Almeera, Kaisar! Opa yang menyuruh Bi Yuli untuk memberikan baju Karenina kepada Almeera, karena dia sudah menyelamatkan hidup Opa. Tanpa Almeera, Opa sekarang sudah tertabrak mobil.”
Melihat sang cucu tampak menyakiti Almeera, Tuan Barata segera turun tangan melepaskan tangan Kaisar yang mencengkeram lengan Almeera.
Kini kedua alis Kaisar langsung tertaut membentuk satu garis lurus. “Si Mata Empat ini menyelamatkan Opa? Apa aku tidak salah dengar?” ulangnya.
“Tidak, Kaisar. Almeera mempertaruhkan nyawanya demi Opa, dan Opa sudah memilih dia untuk menjadi istri keduamu.”
Duar!
Perkataan Tuan Barata bagaikan petir yang menyambar Almeera di siang hari.
Sungguh, menikah dengan Kaisar saja tidak mau.
Apalagi harus jadi istri kedua darinya?
Lebih baik, dia susah payah mencari biaya rumah sakit sang adik daripada menjadi perusak rumah tangga wanita lain!
Almeera hendak berbicara, tapi Kaisar ternyata lebih cepat!
“Nina masih terbaring koma, dan Opa ingin aku menikah lagi?” ucapnya.
Rahang pria itu tampak mengeras, menahan emosi.
Namun, Tuan Barata tetap tenang. “Justru karena istrimu terbaring koma selama berbulan-bulan, maka kamu harus menikah lagi. Apalagi, dokter mengatakan bahwa harapan Nina untuk sadar sangat tipis. Opa yakin Nina pasti memahami keputusan Opa.”
“Sampai kapan pun, aku tidak akan menikah lagi, terlebih dengan si Mata Empat ini!”
Tuan Brata tampak menghela napas. “Baiklah, kalau kamu tidak mau, artinya kamu tidak peduli lagi dengan Opa. Keputusan Opa untuk menghentikan pengobatan di rumah sakit sudah tepat. Sekarang pergilah, Kaisar, jangan temui Opa lagi.”
Pria tua itu langsung memberi isyarat kepada Hamdan untuk menggandengnya menuju ke kamar.
Namun….
Baru beberapa langkah, pria tua itu mendadak memegangi kepalanya!
Sontak, Kaisar pun berlari dan langsung memegangi sang kakek.
“Opa, sudah kubilang Opa jangan memaksakan diri. Aku akan segera memanggil dokter.”
“Tidak perlu. Percuma saja kamu memanggil dokter, karena Opa tidak akan minum obat,” tolak Tuan Barata bersikukuh.
“Ck, kenapa Opa keras kepala sekali? Baiklah, aku akan mengantar Opa ke kamar, kita akan bicara.”
Hanya saja, sebelum mengayunkan langkah, Kaisar menoleh ke arah Hamdan.
“Pak Hamdan, awasi gadis itu, jangan sampai dia kabur dari mansion,” titahnya.
“Baik, Tuan Muda,” jawab Hamdan, cepat.
Selepas kepergian sepasang kakek dan cucu itu, Almeera benar-benar bingung harus berbuat apa.
Dia tidak ingin terkurung di mansion mewah ini, apalagi sampai terjebak menjadi istri kedua dari seorang pria arogan.
“Nona, tidak usah takut, Tuan Muda bukan orang jahat,” celetuk Hamdan tiba-tiba.
Almeera hanya mengangguk kecil, tetapi di dalam hati ia masih meragukan ucapan Hamdan.
Pastilah, ia berkata demikian sebab Kaisar adalah cucu dari Tuan Barata.
Mana mungkin seorang pegawai akan menjelek-jelekkan keluarga dari majikannya, kan?
Tapi, apakah Almeera boleh mempercayai Pak Hamdan?
Namun, Almeera tak menyangka jika dia harus menunggu dalam ketidakpastian satu jam lamanya.
Dan Kaisar tiba-tiba muncul tanpa Tuan Barata di sampingnya.
“Pak Hamdan, temani Opa Barata di kamar. Aku akan bicara dengan gadis ini,” titahnya cepat.
Deg!
Entah mengapa… Almeera merasakan firasat buruk.
Terlebih, Kaisar tanpa aba-aba membawa paksa Almeera menaiki tangga menuju ke lantai dua dan mendorong tubuhnya agar masuk ke sebuah ruangan.
Ceklek!
Kaisar bahkan mengunci pintunya dari dalam.
“Tu-tuan, mau apa? Kalau Tuan membunuh saya, Tuan akan terkena masalah hukum,” ucap Almeera, memberanikan diri.
Namun, Kaisar malah terus melangkah menuju Almeera.
Gadis itu jelas panik.
Dia mundur ke belakang, sampai hampir menabrak meja.
“Kamu pikir, aku mau mengotori tanganku dengan membunuh orang sepertimu?” balas Kaisar dengan tatapan yang menusuk.
Pria tampan itu maju beberapa sentimeter untuk mengikis jarak antara dirinya dengan Almeera. “Aku akan membuat kesepakatan denganmu, demi kesehatan Opa Barata. Kamu harus menerimanya, atau aku akan menjebloskanmu ke penjara!”
“Kesepakatan apa, Tuan?” tanya Almeera gugup. Suaranya hampir saja hilang akibat rasa takut yang mendera.
Bukannya menjawab, Kaisar justru menekan sejumlah nomor pada pesawat telepon yang ada di meja itu.
“Selamat siang, Tuan Arjuna. Apa Anda bisa datang sekarang ke mansion? Saya ingin membuat surat perjanjian pranikah, karena saya akan menikah lagi besok pagi.”
Hah?
Perjanjian Pranikah?
Apakah pria menyeramkan ini benar-benar akan menikahinya untuk memenuhi permintaan Tuan Barata?
“Duduk, Mata Empat!” Setelah mengakhiri panggilannya, pria itu langsung menunjuk wajah Almeera menggunakan jari telunjuknya.
Almeera pun menarik pelan kursi yang ada di hadapannya dengan tangan gemetar.
Seketika dia menyadari, tempat di mana Kaisar membawanya saat ini adalah semacam ruang kerja.
“Kau pasti sudah mendengar apa yang aku katakan tadi. Kita akan menikah besok pagi.”
Suara Kaisar terdengar begitu dingin, seolah ia sedang berbicara dengan seorang terdakwa.
Almeera sontak menelan ludahnya kasar.
Ini sih … ibarat keluar dari lubang buaya, saat ini ia justru masuk ke kandang singa.
Susah payah ia menghindar dari kejaran Harsono, sekarang ia malah akan dinikahi sebagai istri kedua dari pria asing yang menyeramkan.
Terlebih … meski jarak mereka terpisah oleh meja, Almeera bisa merasakan getaran kebencian pria ini terhadap dirinya.
“Apa Anda mau menikahi gadis kampung yang jelek seperti saya?”
Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulut Almeera.
Ia memang membutuhkan uang, tetapi bukan berarti ia mau menjadi perusak rumah tangga orang lain.
“Jelek?” Kaisar langsung mengetukkan jemarinya dengan keras ke atas meja. “Sepertinya, kau sadar diri. Tapi, sudah kubilang, kan? Aku menikahimu karena permintaan Opa Barata.”
“Karena itu, kuharap kau ingat ini, aku tak akan berminat padamu.”
Almeera diam kala ucapan merendahkan itu terlontar dengan mudah dari mulut Kaisar.
Dia sedikit sakit hati, tapi itu bukan yang utama sekarang.
Almeera hanya berharap jika pria ini menarik ucapannya dan membatalkan rencana pernikahan mereka yang tak masuk akal.
Hanya saja, yang terjadi selanjutnya justru di luar dugaan!
“Pernikahan ini bukan sungguhan. Kita hanya akan menikah kontrak sampai kamu melahirkan bayi melalui cara inseminasi buatan. Setelah itu, kita akan bercerai,” ucap Kaisar tenang. “Sebagai gantinya, aku akan melunasi biaya rumah sakit adikmu dan memastikan pendidikannya.”
Cukup lama, Almeera terdiam. Kenapa pria ini harus memiliki istri kedua untuk mendapat keturunan?Tapi, Almeera ragu bertanya.Salah-salah, dia bisa menyinggung Kaisar dan berakhir dipenjarakan!“Ehem….”Deheman Kaisar menyadarkan Almeera dari lamunan. Seketika, gadis itu menyadari bahwa Kaisar tengah menatapnya tajam. “Bagaimana? Kau setuju, kan?”Almmera meremas jemari tangannya.Dia masih ragu. Tapi, biaya perawatan sang adik sulit ditolaknya.Jadi, tak apa bila dia harus berkorban sedikit demi kesembuhan dan masa depan adiknya, kan?“Kalau begitu … saya setuju, Tuan,” cicit Almeera pada akhirnya.Sementara itu, Kaisar tersenyum sinis. “Sebenarnya, aku yakin kamu pasti setuju. Bukankah ini yang kamu inginkan, mendapatkan uang dengan cara mudah dan lolos dari kesalahanmu?” tuduhnya.Deg!Almeera hendak membalas ucapan pria itu, tetapi Kaisar sudah beranjak dari kursinya dengan sorot mata dingin. “Berikan nomor ponsel dan kartu identitasmu.”Ck! Almeera sebenarnya tak mau. Tapi,
“Nona Almeera?” Panggilan dari seberang menyadarkan dari lamunan.Gadis itu sontak menarik napas panjang sebelum akhirnya menjawab. “Iya, Tuan, ada apa?” “Tolong, temui saya segera di Kafe Upgrade, sebelah kanan poliklinik anak. Saya ada di meja nomor sebelas, Nona,” ujar sang pengacara.“Baik, Tuan, saya akan ke sana sekarang.”Almeera pun merapikan diri sejenak. Sesudah menitipkan Rifki pada perawat, gadis itu turun dengan lift untuk menuju ke lantai satu dan menemukan kafe yang dimaksud oleh sang pengacara. Pandangan matanya mengarah kepada seorang pria berkacamata yang mengenakan dasi berwarna biru. Pria itu juga membawa tas kerja berukuran besar. Almeera yakin bila dia adalah pengacara yang diutus oleh Kaisar.“Halo, Pak Arjuna?” sapa Almeera.“Halo, Nona Almeera. Saya Arjuna Handoko, pengacara yang mewakili Tuan Kaisar. Silakan duduk, Nona,” kata pria itu memperkenalkan diri. Tak berselang lama, Tuan Arjuna menyodorkan map berwarna merah ke tangan Almeera. “Saya akan lan
Sambil menjaga Rifki, Almeera memikirkan nasibnya di kemudian hari. Bagaimana tidak. Meski hanya menjalani sebuah pernikahan kontrak, dia tetap akan menjadi wanita yang kedua. Dengan kata lain, dia akan menyakiti hati dari istri pertama Kaisar. Hingga detik ini, Almeera belum mengerti kenapa Tuan Barata memaksa sang cucu untuk menikah lagi. Padahal, istri Kaisar yang bernama Karenina itu sedang terbaring koma. Bukankah kesannya ini sangat keterlaluan?‘Aku harus menjaga jarak dari Tuan Kaisar. Kalau bisa, aku akan minta izin untuk tinggal di tempat yang terpisah setelah dilakukan inseminasi.’ Almeera membatin di dalam hati, berusaha menguatkan dirinya sendiri. Rasa lelah membuat Almeera tertidur di samping brankar sang adik. Hingga suara ketukan di pintu membuatnya tersentak kaget. Tak disangka pagi sudah menjelang. Buru-buru, Almeera memakai kacamata dan mengikat rambutnya asal-asalan. “Selamat pagi, apakah Adik Rifki tidur nyenyak semalam?” tanya sang perawat yang bertugas pagi i
Alih-alih meratapi nasib, Almeera memilih untuk pasrah. Ke manapun takdir akan membawanya nanti, ia harus tetap kuat dan menjalaninya dengan lapang dada. Toh, pernikahannya dengan Kaisar juga tidak akan bertahan lama. Bila ia menyerah sekarang, maka nyawa sang adik yang akan menjadi taruhan. Kendaraan beroda empat yang membawa Almeera akhirnya memasuki gerbang kediaman keluarga Syailendra. Gadis itu pun keluar dari mobil dengan perasaan berkecamuk. Sambil mencengkeram ujung kebayanya, Almeera melangkah ke pintu depan. Ini adalah kali kedua dia menginjakkan kaki di mansion mewah ini, tetapi dalam kondisi yang berbeda. Jika dulu dia hanyalah orang asing, sekarang dia akan menjadi cucu menantu dari Tuan Barata. “Nona Almeera, mari ikut saya ke ruang tengah. Akad nikah akan segera dimulai,” ajak Bi Yuli. Melihat Almeera tak leluasa bergerak akibat kebaya yang ia pakai, Bi Yuli menyuruh dua orang pelayan untuk menggandeng lengan kiri dan kanan gadis itu. Sementara ia sendiri menjadi pen
Seperti sebelumnya, Bi Yuli memandu Almera untuk menaiki tangga. Bila tidak, gadis itu pasti akan tersesat karena banyak sekali ruangan di lantai dua. Bi Yuli pun berbelok ke kanan, berlawanan arah dengan ruang kerja Kaisar.Perempuan berwajah datar itu berhenti mendadak di depan pintu berwarna putih. Ia menekan tuas pintu, lalu membiarkannya setengah terbuka. Setelah itu, ia mempersilakan Almeera untuk masuk.“Silakan masuk, Nona. Ini adalah kamar pengantin Anda dan Tuan Kaisar.”Langkah Almeera terhenti sejenak di ambang pintu. Rasanya seperti bermimpi kala pandangannya menyapu seluruh sudut kamar. Sebuah ranjang besar dengan sprei putih bersih terhampar di tengah ruangan. Bagaikan kanvas yang dilukis dengan taburan kelopak mawar merah, membentuk pola berbentuk hati yang menggambarkan penyatuan cinta. Bisa dibilang, inilah kamar pengantin yang didambakan oleh setiap gadis muda.Semakin mendekat ke ranjang, indra penciuman Almeera dimanjakan dengan harum mawar yang semerbak. Sementar
“Itu saja yang ingin Opa katakan. Sekarang istirahatlah di kamar, Almeera. Jam tujuh malam kita akan berkumpul untuk makan malam bersama,” ucap Tuan Barata. Pria tua itu lantas beranjak dari duduknya. Dengan ditemani oleh Hamdan, Tuan Barata kembali ke kamarnya sendiri. Sementara itu, Almeera masih menatap lamat sosok Karenina yang terlelap dalam tidur panjang. Tanpa sadar, bulir bening mengalir dari kedua sudut matanya. Gadis itu pun mendekat ke ranjang, lalu menyentuh ringan punggung tangan Karenina. “Maafkan saya, Nyonya. Saya tidak bermaksud merusak rumah tangga Nyonya. Saya berjanji akan pergi secepat mungkin setelah melahirkan bayi. Semoga Nyonya segera sadar dan bisa bersama lagi dengan Tuan Kaisar.”Usai mengucapkan permintaan maaf yang tulus, Almeera menutup pintu kamar Karenina. Ia berjalan sambil menyeka air matanya yang mengalir dari balik kacamata. Tak tahu harus ke mana, gadis itu menaiki tangga untuk menuju ke kamar pengantin. Sebab, hanya ruangan itulah satu-satunya
Saking terkejutnya, Almeera langsung turun dari tempat tidur. Beruntung, gadis itu tidak terjatuh karena sempat berpegangan pada pinggiran ranjang. Bagi Almeera, Kaisar bukanlah manusia biasa, melainkan seorang penguasa diktator yang siap menindasnya kapan saja. “Siapa yang menyuruhmu tidur di sini?” hardik Kaisar.“Ini bukan kemauan saya, tapi Opa Barata yang mengaturnya,” jawab Almeera apa adanya. “Jangan sentuh tempat tidurku! Aku tidak mau kamu mengotorinya,” tukas Kaisar dengan nada penuh peringatan. Daripada membuat Kaisar semakin murka, Almeera buru-buru menyingkir. Ia bermaksud untuk meninggalkan kamar itu. Namun sebelum mencapai pintu, Kaisar tiba-tiba menghadang langkahnya. “Mau ke mana? Apa kabur sudah menjadi kebiasaanmu?” tanya Kaisar dengan mata menyipit. “Bukankah Tuan ingin saya pergi?” tanya Almeera bingung. Sungguh, ia tidak bisa menebak apa isi pikiran pria ini. “Aku menyuruhmu jangan menyentuh tempat tidurku, bukan meninggalkan kamar ini,” dengus Kaisar.Sam
Darah Hana serasa naik ke ubun-ubun. Setelah mematikan sambungan telepon, perempuan paruh baya itu melempar ponselnya ke atas ranjang. Gara-gara ulah sang ayah mertua, sekarang ada seorang pengganggu dalam kehidupan rumah tangga Karenina. Dengan langkah yang menghentak, Hana keluar dari kamarnya. Ia duduk di ruang tengah apartemen, menunggu putra kesayangannya pulang dari berolahraga. Bagaimanapun, ia tidak akan membiarkan seorang gadis kampungan menghancurkan rencana yang telah ia susun selama ini. Beberapa menit kemudian, seorang pria muda membuka pintu. Ia terkejut melihat Hana memijit pangkal hidungnya sendiri. Dari raut wajahnya, sang ibu nampak sedang menghadapi masalah yang berat. “Kenapa Mama bangun pag-pagi begini? Apa kepala Mama pusing?”“Mama mendapat kabar buruk dari Jakarta, Reval,” sahut Hana.“Kabar buruk? Apa Opa Barata sakit atau kondisi Kak Nina memburuk?” tanya Reval khawatir. “Bukan, ini tentang kakakmu, Kaisar. Dia menikah lagi.”Sontak, kening lelaki tampan