Perempuan paruh baya itu melepas kacamata hitam yang melekat di wajahnya. Semua yang ia kenakan adalah barang bermerk dengan harga fantastis. Mulai dari pakaian, tas, sepatu, hingga anting berlian yang tersemat di telinganya. Jelas sudah bila dia bukanlah wanita sembarangan. “Kenapa kamu terkejut, Hamdan? Apa aku tidak boleh pulang ke rumah mendiang suamiku? Bukankah aku masih dianggap menantu di rumah ini?” tanya Hana sembari menatap Hamdan. “B-bukan begitu maksud saya, Nyonya Besar. Biasanya Anda memberitahu dulu sebelum pulang,” ucap Hamdan meralat ucapannya. Sedikit saja salah bicara, bisa berakibat fatal. Apalagi, Hana memiliki sifat temperamen dan mudah sekali tersinggung hanya karena hal-hal sepele. “Memang aku tidak ada rencana untuk kembali ke Jakarta. Tapi, karena aku mendengar kabar yang sangat buruk, terpaksa aku pulang lebih awal.”Hamdan langsung meneguk saliva kasar. Ia tahu benar apa yang dimaksud oleh Hana, yaitu pernikahan kedua Kaisar yang diatur oleh Tuan Barata
Rasanya Almeera ingin memegangi tangan Bi Ningrum agar tidak pergi meninggalkan vila. Sayangnya, hal itu mustahil untuk dilakukan. Perempuan paruh baya itu memiliki urusan keluarga yang mendesak dan tidak bisa ditunda.Alhasil, Almeera hanya bisa menatap kepergian pasangan paruh baya itu dari atas ranjang. Setelah mereka menghilang dari balik pintu, atmosfer di kamar itu berubah sangat canggung. Mengingat Kaisar terakhir kali membentaknya, Almeera memilih untuk bungkam. Jangan sampai ia memantik api dalam diri Kaisar, karena saat ini nasibnya dan sang nenek ada di tangan pria itu. Almeera hanya memperhatikan Kaisar yang menunduk ke salah satu tas belanjaannya. Dengan tangan kiri, pria itu mengeluarkan dua buah buku. Yang satu adalah buku gambar dan satunya lagi merupakan majalah wanita.Detik selanjutnya, Almeera terkejut lantaran Kaisar melemparkan buku tersebut ke pangkuannya. “Daripada pikiranmu melantur, lebih baik kamu menggambar atau membaca majalah ini. Siapa tahu penampilanm
“Mbak Meera, ayo kita cepat pulang ke rumah sekarang! Rumah kita tadi didatangi oleh Pak Harsono dan mereka memukuli Bapak,” ucap adiknya, tampak panik.DEG!Pak Harsono?Almeera yang sedang melayani pelanggan rumah makan tempatnya bekerja, sontak berhenti. Firasat buruk langsung memenuhi hati Almeera mendengar nama rentenir paling kejam di kampungnya itu.Apakah ayah tirinya kembali membuat ulah?Memang sejak Ibunya meninggal, pria paruh baya itu semakin tak bisa diandalkan. Kerjanya hanya berjudi dan mabuk-mabukan–membuat keluarganya semakin terjerat dalam tumpukan utang.“Baik, Mbak akan pulang. Tunggu di sini dulu, Rifki, Mbak akan berpamitan kepada Bu Sri,” ucapnya, lalu segera menemui sang pemilik rumah makan. Untungnya, bos Almeera mengizinkan walau gajinya harus dipotong dua ratus ribu.Tapi, Almeera tak peduli.Bersama sang adik, dia pun bergegas keluar dari rumah makan itu.Secepat mungkin, keduanya berlari.Namun ketika mereka tiba di rumah, kaki Almeera melemas.Kondis
Tanpa pikir panjang, Almeera menggendong tubuh Rifki menuju ke taksi. Dengan mata berkaca-kaca, ia meminta sopir taksi agar mengantarnya ke rumah sakit terdekat. Badannya begitu panas, hingga Rifki pun dilarikan ke ruang IGD supaya bisa dilakukan penanganan secara intensif.“Apa Anda keluarga pasien?” tanya dokter yang memeriksa Rifki.“Iya, Dok, saya kakaknya. Bagaimana keadaan adik saya, Rifki?” tanya Almeera dengan raut wajah penuh kecemasan.“Pasien menderita pneumonia akut dan harus menjalani rawat inap di rumah sakit. Kami sudah memasangkan ventilator untuk membantu pernapasannya. Nanti pasien akan ditangani secara langsung oleh dokter spesialis paru-paru. Sekarang, Anda bisa mengurus administrasinya dulu,” ujar sang dokter.Pneumonia?Bagaimana bisa?Namun, Almeera menahan pertanyaannya itu dan langsung menemui petugas bagian administrasi. Saat bagiannya tiba, seorang wanita dengan blazer hitam memberikan penjelasan mengenai estimasi biaya perawatan. Dimulai dari tarif kama
‘Sepertinya, rumah ini telah berpindah kepemilikan,’ batin Almeera mencoba menenangkan diri. Hanya saja, Almeera sekarang tak tahu harus meminta tolong kepada siapa.Dia tak punya kenalan di kota ini.Dengan gontai, Almeera lantas memutuskan untuk berjalan menjauh dari rumah itu.Dia bahkan tak sadar sudah melewati sederet bangunan ruko yang berjajar di pinggir jalan. Dan … dalam kondisi yang hampir putus asa, Almeera justru melihat seorang pria tua yang sedang menyeberang jalan, tapi tak menyadari bahwa ada sebuah mobil yang melaju kencang ke arahnya.Deg!Hati nurani Almeera langsung terusik. “Awas, Pak!” seru Almeera. Sang kakek menoleh ke arahnya dengan ekspresi terkejut.Namun, ia masih diam di tempat. Menyadari itu, Almeera berlari secepat kilat menuju ke arah sang kakek–mengambil tindakan penyelamatan. Sekuat tenaga, ia menarik lengan pria tua itu, lalu memeluknya hingga mereka terjatuh dalam posisi duduk di trotoar. Bugh!TIN!“Kalau jalan, pake mata dong! Ngaggetin tah
“Almeera kenapa kamu melamun? Ayo, masuk!” “Hah? I-iya. Opa, maaf,” kaget Almeera.Gadis itu mengiringi langkah Tuan Barata dengan perasaan canggung. Ini pertama kalinya ia melihat kediaman yang begitu mewah dan luas. Bahkan, jarak dari halaman ke pintu depan saja terhitung tiga kali lipat dari lebar rumahnya di kampung! Namun, kejutan tak berhenti di sana…..Begitu menginjakkan kaki di pintu, empat orang pelayan bergegas menyambut kedatangan mereka. “Selamat datang kembali, Tuan Besar. Apakah Anda ingin makan siang?” sapa salah satu pelayan yang sepertinya paling senior.Tuan Barata tampak mengangguk santai. “Makan siangnya nanti saja, Bi Yuli. Untuk sekarang, tolong obati luka di siku dan lutut Almeera, lalu buatkan teh herbal untuknya.”“Oh, iya. Jangan lupa, ambilkan salah satu baju milik Karenina untuk Almeera.”“Maaf? Baju Nyonya Muda untuk Nona ini?” tanya Bi Yuli, terkejut. Almeera sampai menengok. Entah mengapa, dia merasakan perempuan berseragam hitam itu meliriknya d
“B-bukan, Tuan,” jawab Almeera ketakutan, “Sa–saya…”“Lepaskan Almeera, Kaisar! Opa yang menyuruh Bi Yuli untuk memberikan baju Karenina kepada Almeera, karena dia sudah menyelamatkan hidup Opa. Tanpa Almeera, Opa sekarang sudah tertabrak mobil.”Melihat sang cucu tampak menyakiti Almeera, Tuan Barata segera turun tangan melepaskan tangan Kaisar yang mencengkeram lengan Almeera. Kini kedua alis Kaisar langsung tertaut membentuk satu garis lurus. “Si Mata Empat ini menyelamatkan Opa? Apa aku tidak salah dengar?” ulangnya.“Tidak, Kaisar. Almeera mempertaruhkan nyawanya demi Opa, dan Opa sudah memilih dia untuk menjadi istri keduamu.”Duar!Perkataan Tuan Barata bagaikan petir yang menyambar Almeera di siang hari. Sungguh, menikah dengan Kaisar saja tidak mau.Apalagi harus jadi istri kedua darinya? Lebih baik, dia susah payah mencari biaya rumah sakit sang adik daripada menjadi perusak rumah tangga wanita lain! Almeera hendak berbicara, tapi Kaisar ternyata lebih cepat! “Nina masi
Cukup lama, Almeera terdiam. Kenapa pria ini harus memiliki istri kedua untuk mendapat keturunan?Tapi, Almeera ragu bertanya.Salah-salah, dia bisa menyinggung Kaisar dan berakhir dipenjarakan!“Ehem….”Deheman Kaisar menyadarkan Almeera dari lamunan. Seketika, gadis itu menyadari bahwa Kaisar tengah menatapnya tajam. “Bagaimana? Kau setuju, kan?”Almmera meremas jemari tangannya.Dia masih ragu. Tapi, biaya perawatan sang adik sulit ditolaknya.Jadi, tak apa bila dia harus berkorban sedikit demi kesembuhan dan masa depan adiknya, kan?“Kalau begitu … saya setuju, Tuan,” cicit Almeera pada akhirnya.Sementara itu, Kaisar tersenyum sinis. “Sebenarnya, aku yakin kamu pasti setuju. Bukankah ini yang kamu inginkan, mendapatkan uang dengan cara mudah dan lolos dari kesalahanmu?” tuduhnya.Deg!Almeera hendak membalas ucapan pria itu, tetapi Kaisar sudah beranjak dari kursinya dengan sorot mata dingin. “Berikan nomor ponsel dan kartu identitasmu.”Ck! Almeera sebenarnya tak mau. Tapi,