Share

2. Istri Pertama William

**

Betapa anehnya kalimat William barusan, seakan pria itu ingin menegaskan bahwa Binar bukanlah istri sungguhan.

Kendati demikian, perempuan itu hanya mengangguk tanpa kata-kata. Ia meraih bathrobe untuk menutupi tubuh sebelum melangkah ke kamar mandi dan meninggalkan sang suami.

Tak menyadari jika William tengah menatap noda merah kecoklatan di atas seprai.

Pria itu menarik napas panjang. “Aku tidak pernah mengira akan melakukan ini. Aku harap Rachel akan mengerti. Aku melakukannya untuk kebaikan bersama dan sama sekali tidak berniat untuk mengkhianatinya.”

Satu jam kemudian, Binar dan William sudah duduk di atas kursi meja makan di lantai bawah, bersama seorang perempuan cantik mempesona, Rachel Aluna.

Istri pertama William yang berusia 29 tahun itu berprofesi sebagai foto model terkenal.

Seketika, Binar merasa begitu insecure dengan keberadaan Rachel yang berkilauan.

Rasanya, ia sungguh tak layak menyandang status istri William, walau hanya yang kedua.

“Binar, ini adalah Rachel, istriku. Tolong bersikap baik kepadanya,” tutur William memecah keheningan.

Binar seketika berusaha tersenyum. “Senang bertemu dengan Anda, Mbak.”

Rachel sendiri tampak membalas senyum Binar dengan setengah hati. Perempuan cantik itu melemparkan pandangan penuh penilaian sebelum membalas, “Aku harap kamu bisa melaksanakan tugasmu dengan baik. Kamu harus tahu, Willy menikahimu karena terpaksa. Jadi jangan pernah berharap apapun, Willy hanya mencintai aku.”

Sepotong roti yang baru Binar kunyah seperti berhenti di kerongkongan setelah mendengar penuturan dingin Rachel. Perempuan itu segera meraih air dalam gelas di hadapannya dan meneguknya banyak-banyak.

Kendati rasa hatinya mendadak sesak, Binar kembali menampakkan gestur baik-baik saja. “Saya tahu, Mbak. Saya akan berusaha menyelesaikan tugas saya secepatnya agar bisa lekas bercerai dengan Tuan William.”

“Bagus,” sahut Rachel dengan senyum jumawa. “Seharusnya memang begitu. Jangan sampai kamu keenakan dengan keadaan ini, sehingga lupa dengan posisimu.”

Kerutan halus seketika menghiasi dahi Binar.

Ini adalah pertemuan pertama dirinya dengan istri pertama William, namun perempuan itu sudah meninggalkan kesan yang begitu buruk. Ingin rasanya Binar berteriak kepada Rachel, berkata bahwa sesungguhnya ia juga terpaksa menikah dengan William dan sama sekali tidak senang dengan keadaan ini.

Namun Binar tahu, sebaiknya tidak membuat keributan pagi-pagi. Maka, perempuan itu hanya bisa diam hingga acara sarapan berakhir beberapa saat kemudian.

“Ada beberapa hal yang harus aku bereskan di kantor, jadi aku akan pergi sekarang,” kata William kemudian. “Aku akan kembali malam nanti. Kamu nggak perlu melakukan apapun, ada asisten yang akan menyiapkan semua kebutuhanmu.”

Binar hanya menjawab dengan anggukan pelan. Ia berharap dua orang di hadapannya ini secepatnya berlalu dari hadapannya, terlebih Rachel Aluna, yang sedari tadi melayangkan tatapan penuh intimidasi.

“Apakah kamu nggak apa-apa di rumah sendirian, Binar? Kamu baik-baik saja, kan?” tanya William padanya.

“Sayang, dia bukan anak kecil. Dia sudah cukup tua untuk mengurus dirinya sendiri. Kamu nggak perlu sekhawatir itu. Lagian semuanya sudah tersedia di sini, kan?” Rachel Aluna menyela dengan nada datar. Mimik wajah perempuan itu biasa saja, namun Binar tahu, Rachel sedang menyembunyikan rasa tidak suka.

William mengangguk. “Kalau begitu kami pergi dulu.”

Ia mengulurkan tangan, yang disambut dengan mesra oleh istri pertamanya. Keduanya berjalan keluar menuju pintu depan mansion.

Meninggalkan Binar yang masih terpaku di depan meja makan. Memandang betapa serasi kedua orang itu. Tampan dan cantik, serta sama-sama memiliki value tinggi. Binar jadi merasa bersalah, sudah menyisipkan diri di antara keduanya.

“Aku harap semuanya cepat berlalu, jadi aku nggak perlu berurusan lagi dengan William Aarav dan istrinya,” gumamnya pelan seraya mengayun langkah kembali ke kamarnya di lantai atas. “Rasanya Rachel Aluna nggak terlalu senang dengan ide ini, tapi aku sangat mengerti. Istri mana memangnya yang senang suaminya menikah lagi, walau dalam keadaan terpaksa?”

Binar justru bersyukur saat ini William pergi, sehingga ia bisa sendirian saja. Ia rasa lebih baik seperti itu.

Seperti yang William katakan, pria itu kembali datang pada malam harinya. Dan seperti yang terjadi pada malam pertama kemarin, ia tetap menyentuh Binar dengan lembut dan hati-hati.

“Apakah masih sakit?” tanyanya ketika melihat wajah sang istri kedua yang bersimbah keringat selepas kegiatan malam mereka. Tentu saja berkeringat, William sudah melakukan itu setidaknya tiga kali.

Binar mengangguk lirih. “Sedikit. Tapi nggak apa-apa, Tuan. Saya baik-baik saja.”

“Biasakan dirimu sampai setidaknya satu bulan ke depan. Saat kamu sudah positif hamil, kita nggak akan melakukannya lagi.”

Entah bagaimana Binar agak terkejut mendengar itu walaupun ia seperti biasa, tetap menampakkan wajah tenang.

“Besok kita ke dokter untuk memeriksakan keadaanmu.”

“Baiklah, Tuan.”

“Aku nggak bisa menginap di sini malam ini. Aku akan pulang ke rumah, karena Rachel sendirian. Apa kamu nggak apa-apa?”

Lagi-lagi Binar mengangguk. Ia tidak punya hak untuk mencegah apapun yang dilakukan William, sebab ingat seperti apa posisinya. Ia hanyalah alat yang dibutuhkan William untuk memiliki keturunan, bukan benar-benar istri yang ia nikahi karena rasa cinta.

Maka pada sisa malam itu, Binar menghabiskan waktunya sendirian di dalam kamar mansion megah yang sama sekali tidak menyenangkan.

William memenuhi perkataannya pada keesokan hari.

Ia membawa Binar ke dokter obgyn kepercayaannya. Dokter yang juga membantu William dan Rachel melakukan program hamil selama lima tahun ini, namun sampai sejauh ini masih belum membuahkan hasil.

“Keadaan Nyonya Binar sangat baik, Tuan William,” tutur dokter laki-laki itu setelah beberapa saat melakukan berbagai pemeriksaan.

“Hasil dari pemeriksaan HSG, semua organ reproduksi dalam keadaan bagus. Riwayat kesehatannya baik, serta kadar hormon juga seimbang. Saya pikir nggak akan ada masalah kali ini. Saya nggak merekomendasikan program apapun, kita tunggu saja hasilnya sampai satu bulan ke depan.”

Sang dokter melayangkan senyum kepada pasangan pengantin baru di hadapannya, sementara William menghela napas lega. Teringat pemeriksaan sebelumnya, yang mana dokter menyatakan Rachel mengalami premature ovarian failure atau rahim yang tidak bisa berfungsi secara normal, sehingga program hamilnya kerap gagal, kali ini William seperti mendapat harapan baru. Dengan Binar, ia bisa secepatnya memiliki keturunan.

“Jangan lupa, kamu harus menjaga kesehatan dan minum vitaminnya setiap hari.” William mengingatkan saat keduanya dalam perjalanan kembali ke mansion. “Ini harus berhasil, Binar. Aku nggak bisa gagal lagi seperti kemarin-kemarin.”

Binar baru saja akan bertanya mengapa kemarin-kemarin William gagal, namun saat itu mobil sudah berbelok ke halaman mansion, dan sudah ada mobil lain yang berhenti di sana.

“Oh, Rachel menyusul ke sini?”

Mendengar nama itu, Binar mendadak ciut. Ia memandang ke arah dalam, di mana istri pertama suaminya tampak berjalan keluar dari sana.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status