Share

Istri Kedua: Melahirkan Putra sang Presdir
Istri Kedua: Melahirkan Putra sang Presdir
Penulis: Anindya Alfarizi

1. Pernikahan Kedua

Resepsi pernikahan kedua dari Presdir Diamond Group sedang dihelat secara privatePara tamu yang hadir tampak menikmati pesta di mansion mewah itu, kecuali satu orang--Binar Azaleya. Pengantin wanita dari Tuan William itu bahkan memilih undur diri ke kamar kala waktu masih menunjukkan pukul 22.00.

Klak!

Lampu kamar mansion mewah itu menyala otomatis begitu Binar masuk. Segera ia menuju kamar mandi untuk melepaskan gaun pengantin mewah yang masih melekat pada tubuh rampingnya.

Sayangnya, berkali-kali dia mencoba, resleting yang terletak di bagian punggung itu tak mau turun. Gadis itu sampai kembali ke area kamar untuk mencari sesuatu yang dapat membantunya.

“Biar kubantu!”

Suara bariton dari belakang membuat Binar tersentak. Pasalnya, ia tidak mendengar seseorang masuk ke dalam kamar.

“Tuan William? Kenapa Anda ada di sini?” Ragu, Binar bertanya.

“Aku juga lelah. Semua tamu sudah pulang.” Pria tampan itu hanya menyahut pendek seraya membantu membuka resleting bagian belakang gaun pengantin –seolah tindakannya itu biasa saja dan tak berarti apapun.

“Tuan, saya bisa melakukannya sendiri. Tolong–”

“Kamu ingat tujuan utama pernikahan ini, kan?"

Tatapan pria itu membuat Binar menundukkan wajahnya. Apakah ia harus melayani pria itu sekarang?

Pernikahan ini memang bertujuan untuk menghasilkan penerus keluarga Aarav. Tidak lebih dan tidak kurang. Binar bahkan tahu dirinya akan dibuang setelah tujuan itu berhasil didapatkan. Seandainya bukan karena desakan ayah dan ibu tirinya, jelas dia tak akan pernah mau.

Deg!

Seketika, Binar sadar jika Tuan William sudah tak mengenakan jas pengantinnya. Tiga kancing atas kemeja pria itu bahkan terbuka, memamerkan tubuh bagian atas yang Binar akui, mempesona.

Jantung perempuan itu menggila. Sepertinya, dia tak bisa kabur malam ini.

“Ka–kalau begitu, sebaiknya kita melakukannya dengan cepat, Tuan William.”

“Tentu! Ini sudah larut malam. Kita bisa terkena flu jika mandi terlalu malam,” ucap pria itu tegas, hingga membuat kedua alis Binar terangkat.

Tunggu ... mandi?

Berarti, dia aman karena Tuan William tak akan menyentuhnya, kan?

Tak ingin suami yang baru dinikahinya itu berubah pikiran, Binar pun segera berlari dan menutup kamar mandi.

Dijatuhkannya gaun pengantin yang dari tadi ia cengkeram dan merendam tubuhnya di dalam bathup. Persetan dengan rasa malu, perempuan itu hanya ingin semua ini cepat berlalu.

Hanya saja, Binar tak sadar bahwa dirinya lupa mengunci kamar mandi!

William Aarav ternyata menyusul masuk ke dalam bathup, dan tanpa ragu turut berendam berhadapan dengannya.

Binar ingin berteriak.

Namun, pandangan mata pria 32 tahun yang terpancang lurus kepadanya, membuat Binar menahan diri.

“Maaf jika ucapanku terdengar kasar," ucap pria itu tiba-tiba, "Lebih cepat kamu hamil, maka lebih cepat pula kita bisa mengakhiri semua ini."

"Setelahnya, aku akan kembali kepada istriku dan kamu bisa mencari pria yang lebih baik."

Jantung Binar mencelos. Ucapan pria itu memang benar.

Ia pun mengangguk–berusaha menampakkan gestur tenang dan biasa saja.

Kesucian yang sudah ia jaga selama 25 tahun, sepertinya harus ia serahkan malam ini kepada William–suami yang tak mencintai dan dicintai olehnya.

Tanpa kata, keduanya membilas tubuh dan mengeringkan badan.

Binar berusaha mengalihkan pandangan dari tubuh William saat menuju ke tempat tidur bersama.

Tak butuh waktu lama, posisi William sudah berada di atas tubuh Binar.

Entah mengapa, rasa takut kembali menderanya. 

“Tolong lakukan pelan-pelan,” pinta Binar lirih. Ia ketakutan.

William mengangguk. “Rileks saja, jangan gugup. Katakan padaku kalau kamu merasa sakit. Aku akan berhenti.”

Kedua manik Binar sontak memejam kala sang suami membelai rahangnya dengan lembut.

Sekujur tubuh Binar merinding begitu napas hangat William menerpa telinganya.

Tubuhnya meremang setiap merasakan sentuhan-sentuhan ‘suaminya’ di bagian yang selama ini belum terjamah.

Entah sejak kapan, suasana di kamar itu memanas.

Binar bahkan tak sadar, sampai dia menyadari sesuatu terasa membelah inti tubuhnya.

Walau ternyata memang benar-benar sakit, namun entah mengapa Binar tidak ingin William berhenti.

Perempuan itu memejamkan mata rapat-rapat dengan kedua tangan meremat fabrik seprai. Ia mengatupkan bibir, berusaha tidak terlalu bersuara kala afeksi lembut namun penuh gairah dari William yang menghujani setiap inci bagian tubuh, berhasil menenggelamkan akal sehatnya.

“Tidak apa-apa, kau boleh bersuara. Jangan khawatir, tidak akan ada yang mendengar.” William menyunggingkan seringai lebar, yang membuat wajah Binar kembali membara.

"Akh, Tuan...."

Desahan seketika memenuhi ruangan.

Tuan Konglomerat itu menyemburkan harapan-harapan di rahim sang istri kedua, hingga tanpa keduanya sadari, kegiatan itu berlangsung hingga malam berganti menjadi fajar.

Pergumulan panas itu bahkan baru berakhir saat langit timur perlahan terang, dengan keduanya yang tertidur dengan saling berbagi pelukan.

Hanya saja, ketika Binar terbangun pada keesokan paginya, William Aarav ternyata sudah tidak berada di sampingnya.

Air mata gadis itu pun luruh. “Apa yang aku harapkan? Aku hanya perempuan yang dia nikahi karena menginginkan keturunan, bukan karena cinta.”

William Aarav memang populer sebagai pengusaha muda tampan dan kaya. Sudah menjadi rahasia umum, pria itu digilai banyak perempuan, namun percuma saja, karena William sudah memiliki istri yang ia cintai.

Sayangnya, publik tak akan menyangka bahwa pria itu semalam telah menghabiskan malam pengantin dengan Binar, gadis biasa yang tak layak disandingkan dengannya.

Saking biasanya, Binar layak untuk ditinggalkan setelah malam itu, kan?

“Kamu sudah bangun?”

Perempuan 25 tahun itu sedikit terkesiap tatkala sapaan terdengar tiba-tiba ; suara Tuan William.

Ia reflek menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang polos, serta buru-buru menghapus air mata.

Suaminya itu belum pergi? Apakah ia melihat Binar menangis?

Di sisi lain, William mengerutkan alis melihat tindakan Binar. Bukankah ia sudah melihat dan melakukan segalanya pada tubuh istrinya itu semalam?

Tapi, itu tak penting saat ini, sebab ada hal yang harus keduanya lakukan sekarang.

“Bersihkan dirimu dan bersiaplah turun untuk sarapan bersama. Istriku sebentar lagi datang,” titahnya dengan suara dingin.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status