Setelah Bi Ayem dan Niko keluar, Alice meringkuk di kasurnya Ia menangis sambil memeluk tubuhnya sendiri.
“Tidak Alice, kamu harus terus bertahan. Aku yakin kamu pasti bisa melewati semua cobaan ini. Kamu gak salah, kamu gak pernah nabrak Non Meli. Kamu harus yakin cepat atau lambat pasti kebenaran akan terbongkar,” ucap Alice lirih.
Pagi sudah tiba, Alex sudah rapi dengan setelan kerjanya.
Seperti biasa, tempat yang ia tuju sebelum berangkat ke kantor adalah meja makan.
Alex melihat hanya ada Bi Ayem dan beberapa pelayan yang melayaninya pagi ini. Itu berarti Alice masih berada di dalam kamar mandi sejak semalam.
Dengan Langkah cepat Alex langsung menuju kamar Alice dan membuka pintu kamar mandi Alice.
Dilihatnya Alice yang masih Menekuk lututnya dan duduk dilantai kamar mandi.
“Keluarlah,” titah Alex dan langsung meninggalkan kamar Alice.
Flashback On
Semalam ketika Alice selesai mengganti bajunya dengan di bantu Bi Ayem, Alice meminum teh buatan Niko.
“Bi bagaimana kalau Tuan Muda tau kalau kita yang sudah membebaskan Alice?” tanya Niko.
Bi Ayem berfikir sejenak,
“Begini saja, bagaimana kalau pagi-pagi sebelum Tuan Muda bangun Alice kita kunci lagi di kamar mandi dan Alice beberapa menit sebelum jam 7 kau harus membasahi badanmu sehingga tuan muda tidak curiga,” usul Bi Ayem.
“Makasih ya, Bi. Terima kasih juga Kak Niko,” ucap Alice sambil tersenyum.
Ternyata masih ada orang baik yang mau menolongku.~ Batin Alice
Flashback Off
“Pagi Bi Ayem. Makasih ya, Bi.” Alice mengucapkan rasa terima kasihnya pada Bi Ayem atas pertolongannya semalam sambil memeluk Bi Ayem dari samping.
“Sama-sama Alice. jangan sedih lagi ya,” ujar Bi Ayem
“Engga dong. Aku udah semangat lagi nih,” ucap Alice sambil tersenyum ceria. “Oh ya, masakan udah beres, aku lanjut siram tanaman aja ya, Bi. Sepertinya bibit bunga favorite aku sudah dateng, jadi aku langsung tanam aja ya Bi.”
“Ya udah semangat Alice,” ucap Bi Ayem.
Alex yang sudah selesai dengan sarapannya masih belum melihat Alice disekitarnya.
“Bi Ayem!” teriak Alex.
“Dimana gadis bodoh itu?” tanya Alex.
“Maksud Tuan, Nona Alice?” tanya Bi Ayem.
“Siapapun namanya aku tak peduli,” tegas Alex.
“Ada di kebun Tuan, sedang menyiram tanaman dan menanam bibit baru,” jawab Bi Ayem.
...
Alice yang sedang menanam bunga kesukaanya dikagetkan oleh suara seseorang yang menepuk pundaknya dan menyapanya.
“Pagi Alice,” sapa Niko.
“Kak Niko, ngagetin aja,” ujar Alice.
“Kamu semangat banget nih pagi ini.“
“Iya dong harus semangat karena aku lagi nanam bunga kesuakan aku, bunga lily,” ucap Alice dengan penuh semangat.
“Bunga Lily? Kau suka bunga Lily?” tanya Niko.
“Iya.”
“Tumben, biasanya Perempuan suka bunga mawar bahkan bunga bank hehehe,” ucap Niko dengan nada becanda.
“Oh kalau bunga bank aku lebih suka lagi Kak hehehe,” jawab Alice sambil tertawa kecil.
“Kau tau kak, bunga lily itu melambangkan kesucian, bersih, dan menawan. Bunga lily itu tampil apa adanya. Jika suatu saat aku dikasih kesempatan, aku mau beli bunga lily dengan berbagai macam warna,” terang Alice.
“Ternyata kau benar-benar menyukai bunga lily,” ucap Niko sambil tertawa.
Niko mendekati wajah Alice, yang terlihat terdapat tanah dipipinya.
Eh eh Alice tampak gugup saat Niko semakin mendekatkan wajahnya.
“Ada apa kak?” tanya Alice, reflek Alice pun memejamkan matanya.
“Huh sangkin semangatnya kau sampai membuat mukamu itu terlihat seperti tanaman, penuh tanah. Hahahah.” Niko tertawa karena melihat wajah Alice yang terlihat lucu penuh dengan tanah.
Sedangan Alice tersenyum malu. Entah apa yang ada dipikirannya tadi, mengapa ia justru memejamkan matanya saat Niko mendekati wajahnya.
Ekhemm.
Suara deheman itu membuyarkan tawa keduanya. Alice dan Niko melihat ke sumber suara itu.
“Bukannya Kerja, malah asik-asikan pacaran! Niko kamu ikut aku. Hari ini kamu gantikan Septi untuk mengantarku ke kantor. Mulai hari ini Septi sudah tidak lagi bekerja denganku. Aku sudah memecatnya karena dia telah berani mengkhianatiku dan aku peringatkan kepadamu Niko, aku menggajimu mahal untuk bekerja bukan untuk pacaran!“ tegur Alex.
“Siap, Tuan Muda.”
...
Niko mengantar Alex ke kantornya. Selama perjalanan di dalam mobil itu terasa sangat canggung. Tak ada pembicaraan apapun disana.
Sejenak Niko teringat peringatan Bi Ayem agar dirinya tetap menjaga jarak dengan Alice karena Alice sebenarnya merupakan Istri dari Tuan Muda bukan seorang pelayan.
“Sejak kapan kau dekat dengan gadis bodoh itu?” tanya Alex yang membuyarkan lamunan Niko.
“Kam..kami ti..tidak dekat, Tuan. Tadi kami hanya mengobrol biasa,” ucap Niko dengan rasa takut. Pasalnya saat ia melihat ke kaca mobil, dilihatnya tatapan tajam Alex kepada dirinya.
“Oh ya? Aku lihat kalian begitu akrab. Bahkan kalian terlihat sangat senang berbincang-bincang," ujar Niko. "Aku peringatkan sekali lagi, Niko. Gadis bodoh itu adalah istriku. Dia hanya bisa menjadi pelayanku dan budakku. Kau atau siapapun tidak berhak mendekati gadis bodoh itu, Mengerti!” tegas Alex dengan menekan beberapa kata dalam ucapannya.
“Ba..ba..baik Tuan,” jawab Niko.
“Tuan aneh sekali, kalau hanya dijadikan budak kenapa dia posesif sekali seperti orang yang sedang cemburu pada pasangannya,” gumam Niko yang samar-samar masih bisa didengar oleh Alex.
“Heh kau berbicara apa? Kau ingin mati, heh!” teriak Alex.
“Tidak tuan,” jawab Niko
Astaga pagi-pagi begini sudah kena seprot dua kali. Huh.. ~ Batin Niko
“Oh ya, Hari ini pihak rumah sakit akan memindahkan Meli kerumahku. Persiapkan dengan baik. Aku ingin kamar meli berada disebelah kamar tidur ku,” Ujar Alex
“Siap tuan.”
Di ruangan Alex, tampak seorang wanita paruh baya tengah duduk di kursi kebesaran milik Alex.Wanita itu memutarkan kursinya hingga keadaan kursi membelakangi meja kerja Alex.Ia duduk bersantai sambil menunggu sang punya ruangan itu datang.“Anak kurang ajar, bos macam apa dia ini jam segini belum datang. Dan apa ini? bahkan dia membuatku menunggu cukup lama,” ucap wanita paruh baya itu lirih sambil melihat jam yang ada dipergelangan tangannya.Tak lama, terdengar suara pintu ruangan itu terbuka. Dengan cepat Wanita itu memutar kursinya.“Mama, ngapain mama disini?” tanya Alex melihat mamanya yang sedang duduk di bangku kebesarannya.Ya wanita paruh baya itu adalah Agatha Alfonso, sang ibunda dari Alex Alfonso dan suaminya bernama Martin Alfonso.“Sepertinya anakku tidak suka dengan kedatangan mamanya yang cantik ini?” ujar Agatha.“Ayolah Ma, katakan saja ada kepentingan apa mama kemari. Karena Alex sudah tau kebiasaan mama kalau datang ke kantor Alex. Kalau tidak karena pamit akan
Di ruang makan kediaman Martin Alfonso suasana terasa hening. Baik Agatha maupun Martin sama-sama terdiam, disana terlihat tak ada sepatah kata pun keluar dari mulut mereka.Ditengah makan malam yang hening. Diam-diam Agatha menatap Alice dengan tajam. Diperhatikannya gadis cantik dengan parasnya yang manis dan bermata coklat bening yang sedang tersenyum cangung kearahnya.Di Tengah kecanggungan Alice, Alice tetap berusaha untuk menampilkan senyum manisnya kearah Agatha. Sedari tadi jantungnya serasa berdetak sangat kencang. Bagaimana tidak jika sedari Alice datang pandangan Agatha tak pernah lepas dari dirinya. Jantungny seakan terbelah oleh penglihatan Agatha yang sangat tajam itu.“Mah,” panggil Alex yang berusaha ingin mengalihkan pandangan mamahnya yang sedari tadi tidak beralih menatap Alice.Alex tidak ingin Alice ketahuan berpura-pura menjadi pacarnya. Namun belum sempat Alex melanjutkan kata-katanya, perkataanya sudah terlebih dahulu dipotong oleh sang mamah.“Alice, kamu mau
2 minggu setelah malam perkenalan itu, telah berlalu. Pagi itu, Jam dinding di kamar Alex menunjukan pukul 9 pagi. Dering telfon terdengar sangat kencang hingga berkali-kali sehingga membangunkan tidur Alex. “Ya hallo,” ucap Alex tanpa melihat siapa yang menelfon dirinya. “Astaga kamu baru bangun sayang? Padahal mama udah ada di butik dari 10 menit yang lalu. kamu malahan masih asik tidur, cepetan kamu ke butik tante mirna ajak Alice sekalian. Enak sekali kamu ini ya mau menikah tapi masih santai-santai begitu.” Omel sang Mama. “Apaan sih mah. Alex juga udah mau berangkat kali. Tinggal nunggu Alice aja yang masih dandan. Tungguin aja, sebentar lagi juga Alex sama Alice jalan mah,” kilah Alex. “Ya udah hati-hati. Cepetan ya,” ucap Agatha. “ Iya mamah.” Alex langsung mematikan sambungan telfonnya dan bersiap-siap untuk menyusul sang mamah ke butik. Alex melihat pantulan dirinya di dalam cermin. Setelah dirasa rapi dirinya keluar dari kamarnya. Ia melihat pintu kamar Alice yang m
Setelah mereka selesai fitting baju pengantin Alex pamit kepada sang mamah. "Mah, Alex ke kantor dulu ya. Ada urusan mendadak tadi Rafa telfon. Alice biar nanti dijemput sama Niko aja,” ucap Alex. “Ehh jangan. Menantu mamah biar nanti mamah yang anter. Mamah mau shoping sama Alice sekalian mau makan siang sama papah mu,” kata Agatha. “Ya udah mama titip Alice dulu ya. mamah mau ambil mobil,” lanjut Agatha “Kamu jaga sikap sama mamah ya. Inget jangan sampai mamah atau papah tau kalau hubungan kita hanya sandiwara. Apalagi kalau sampai mereka tau kamu menikah dengan aku karena terpaksa,” bisik Alex. Melihat mobil sang mamah yang sudah didepan mata, Agatha langsung mengitari mobil tersebut dan masuk kedalam mobil. “Hati-hati ya ma,” ujar Alex. Dengan perlahan Alex mengemudikan mobilnya ke kantor. Agatha dan Alice pergi ke pusat perbelanjaan. Di sana mereka berbelanja. Agatha tidak segan-segan membeli beberapa baju yang cocok untuk Alice tentunya dengan brand yang terkenal dan harg
Setelah Alex hilang dari pandangan matanya. Alice berlari meninggalkan dapur tersebut sambil menangis. Ia berlari menuju taman. “Aaaaaaaa.” Teriak Alice. Alice mejatuhkan dirinya di rerumputan hijau yang ada di taman itu. “Tuhan apa salahku? Sehingga aku yang harus menerima ini semua. Kau tau tuhan bukan aku yang menabrak mereka. Tapi kenapa aku di sini yang masih saja disalahkan. Bahkan sekarang aku justru menjadi tameng hubungan antara manusia sombong itu dengan kekasihnya. Kenapa semua ini terjadi pada ku, Tuhan? Apakah aku tak pantas untuk bahagia?” ucap Alice sambil setengah berteriak. Ia menangis memegangi dadanya yang terasa nyeri. “Bahkan aku selalu mengalah dengan kakakku. Aku selalu menuruti apa yang kedua orang tuaku inginkan tapi kenapa justru aku yang merasakan sakit seperti ini, Tuhan.” Lagi-lagi Alice hanya bisa menangis meratapi nasibnya yang sangat tragis ini. Suasana malam ini menjadi semakin menambah mellow tatkala terdengar gemuruh petir yang sudah mulai kelu
Sesampainya dikantor. “Hay Lex, Aku dengar dari tente Agatha kalau kamu bentar lagi mau menikahi Alice. Benar begitu?” tanya Askara. “Hemmm,” singkat Alex. “Wah wah wah sayang sekali, padahal tadinya aku yang akan menikahi Alice, ehh taunya malah udah keduluan. Alice yang cantik, imut, pinter masak, tinggi, putih, behh idaman baget pokoknya. Sebenernya sayang si, kenapa dia harus sama kamu,” ujar Askara Alex yang mendengar ucapan Askara hanya menatap sahabatnya tajam. “Santai Bro.. lagian kan kamu udah punya Meli. Jadi lebih baik Alice buat aku aja. Aku janji kalo aku bakal mencintai Alice dengan segenap jiwa raga aku." “Brisik kau Al. Sampai lo berani nyentuh Alice, habis lo di tangan gue!” Alex mencoba memperingati Alex. “Hahahahah.. kalem Lex, aku cuma pengen ngerti hati kamu yang sekarang aja. Ternyata bener kamu udah mulai cinta sama Alice,” kata Askara sambil tersenyum miring. “Diem gak kau! Brisik tau! Bagaimana pun hati aku itu bukan urusan kamu! Yang jelas aku masih ci
Di tempat lain. Di dalam kamarnya Ferdi menatap foto Alice sang putri sambil meneteskan air matanya. Dirinya sangat rindu dan sangat mengkhawatirkan keadaan Alice karena sampai detik ini komunikasi diantara dirinya dengan Alice terputus atas permintaan dari Alex. Ferdi selalu merasa tak berguna, karena tak bisa berbuat apa pun untuk Alice. Dirinya gagal untuk membuat Alice Bahagia. “Pah, cukup pah sudah. Biarkan Alice disana. Harusnya papah lega karena Denira tidak kenapa-kenapa.” Ujar Febri menghampiri Ferdi “Kau memang orang tua yang tak punya hati! Kau fikir aku bisa tenang saat anakku ada di dalam sana? Dia ada Bersama orang yang terkenal kejam!” ucap Ferdi. “Tapi buktinya kita tidak mendengar kabar kematian Alice kan, Pah. Jadi ya berarti Alice masih hidup dan baik-baik aja disana,” ucap Febri dengan rasa tak bersalahnya. “Astaga Febri! Apa yang sesungguhnya ada di otak kamu itu!” bentak Ferdi. “Sudahlah Pah. Aku tak mau berdebat. Percuma aku ngomong. Toh kau akan tetap memb
Mendengar tangisan dari Alice yang membuat aksi Alex berhenti dan kemudian tersadar atas apa yang dia lakukan saat ini. Alex pun segera bangkit dan pergi dari mansion itu. Pagi hari dimeja makan. “Kau gadis bodoh! Makanlah Bersamaku!” ujar Alex yang melihat Alice sedang menyiapkan sarapannya. “Tap..tapi tuan di dalam surat per jan….” “Aku yang membuatnya dan aku pula yang menyuruhmu untuk melanggarnya sebentar. Maka duduklah sebelum aku marah,” ucap Alex yang memotong perkataan Alice. Mau tak mau Alice pun langsung duduk di kursi yang ada depan samping Alex. “Besok adalah pernikahan kita, kau harus jaga sikap, mengerti gadis bodoh!” tukas Alex. “Iya Tuan, saya mengerti.” Jawab Alice singkat. “Oke kalau kau mengerti, disana kau harus memanggilku dengan sebutan Alex,” ujar Alex kembali “Iya Tuan,” kata Alice. “Huh kan aku sudah bilang panggil aku Alex. Apa kau tak mengerti Bahasa manusia?” tanya Alex sedikit kesal. “Astaga Tuan, kau yang mengatakan pada aku kalau disana aku h