Ayana tersenyum lebar saat berdiri di balkon kabin yang menampakkan pemandangan kota Paris dan memperlihatkan menara Eiffel disana. Ya, Adira menyiapkan liburan untuk mereka berdua. Adira merasa bersalah karena membuat Ayana menderita selama bersama dengannya. Pastinya juga sesuai perintah Rajendra yang terus memaksa Adira untuk mengajak Ayana pergi berlibur. Mereka memutuskan untuk pergi ke Paris karena Ayana sangat ingin kembali ke kota ini. Dimana ia memiliki banyak kenangan kecil yang manis bersama sang Mama. Tangan Ayana ia ulurkan untuk mengusap perutnya yang kini semakin terlihat membesar meskipun baru berumur 4 bulan. Mungkin karena ia sedang mengandung anak kembar, jadi perutnya dua kali terlihat lebih besar. “Apa kalian senang Nak?” tanya Ayana pada dua buah hatinya dengan senyum yang tiada lekang sepanjang waktu. Mereka sudah sampai sejak Sore hari, waktu di Paris. Kini Adira sedang mandi dan membiarkan Ayana yang sudah membersihkan di
Ayana duduk menghadap Menara Eiffel yang sangat ramai. Adira memutuskan untuk tidak mendekat kesana untuk menjaga keamanan istri dan kedua anaknya. Ia takut jika Ayana nanti akan berdesakan dengan banyak orang yang sedang melihat keindahan menara tersebut. “Na, aku boleh tanya sesuatu?” tanya Adira dengan menatap wajah istrinya dari samping. Ayana mengernyit kearah Adira, memberitahu bahwa ia menyilahkan Adira untuk bertanya. “Kamu dulu sering nangis di taman rumahnya Arsen ya waktu kecil?” tanya Adira perlahan. Sejak beberapa kejadian yang telah berlalu, Adira tidak mempunyai kesempatan untuk menanyakan apa yang ia simpan didalam pikiran dan lubuk hatinya. Ia tidak ingin menganggu pikiran Ayana. “Kalau Arsen suka gangguin aku, pasti aku nangisnya di taman,” jawab Ayana dengan senyuman. “Tapi kok kamu tahu?” tanya Ayana kemudian. Adira diam. Apa Ayana tidak mengingatnya? “Kamu ingat ngga sama anak laki-laki yang datang menghampiri kamu di ta
Adira pun mengajak Ayana untuk kembali ke hotel yang mereka sewa selama di Paris. Waktu semakin larut, dan cuaca pun semakin dingin. Adira sangat mengkhawatirkan keadaan kedua bayinya dan Ayana jika terlalu lama terpapar cuaca malam yang dingin. Setelah sampai di hotel, Ayana memutuskan untuk berbaring diatas ranjang. Perutnya semakin besar, dan itu membuatnya semakin cepat merasakan lelah jika harus beraktifitas lama diluar ruangan. Sedangkan Adira berjalan menuju dapur untuk membuatkan Ayana susu seperti biasa. Adira melakukan ini sejak tiga bulan yang lalu, dan ini sudah menjadi kebiasaan untuk Adira.“Na, susunya diminum dulu,” ucap Adira yang tampak memberikan segelas susu pada Ayana. Ayana menggeleng seraya membelakangi Adira. Adira pun menghela, sepertinya Ayana masih marah padanya karena kejadian sepuluh tahun silam. Adira pun akhirnya duduk disamping Ayana yang membelakanginya. Ia menaruh segela susu diatas nakas yang tidak jauh
Ayana berdiri terpaku setelah ia melihat pemandangan Disney dihadapannya. Hari ini adalah hari terakhir mereka di Perancis, sebelum mereka akan kembali ke Seoul. Adira pun dengan senang hati mengabulkan keinginan istrinya sebelum mereka kembali ke Seoul. Ayana sangat ingin pergi ke Disneyland untuk mengingat masa kecilnya. Maka dari itu Adira yang telah kehilangan moment masa kecil dengan Ayana, kini ia berniat untuk mengulanginya lagi. Ayana tersenyum senang setelah ia berhasil masuk karena mengantri beberapa saat. Senyumnya tidak lekang dari wajahnya yang cantik, yang tidak berubah meskipun hormonnya mudah berubah karena sedang hamil.“Tapi ngga boleh lama – lama ya main disini, nanti kamu capek.” Ucap Adira dengan tangannya yang selalu menggenggam tangan Ayana hangat. Ayana tampak mengerucutkan bibirnya, “Baru aja masuk, masa udah ngomong keluar Disneyland sih,” ucap Ayana kesal. Adira tertawa kecil, ia gemas melihat tingkah Ayana yan
Sudah satu minggu mereka di Paris, kini mereka memutuskan untuk kembali ke Seoul karena pekerjaan Adira yang sudah tidak bisa ditinggalkan lagi. Ayana memutuskan untuk kembali ke Apartement milik Adira untuk menghabiskan waktunya hanya berdua dengan Adira di sisa pernikahannya. Ayana melangkah masuk kedalam Apartement milik Adira. Ia melangkah perlahan sembari sorot matanya yang mengitari rumah kosong ini selama dua bulan. Ayana pun terus melangkah hingga sampai di depan kamarnya. Ia membuka pintu lalu masuk kedalamnya. Suasana dingin masih sama. Ayana pun masuk dan menaruh barang – barangnya yang ia bawa dari Paris. Saat ini Adira langsung berangkat ke kantor setelah mengantarkan Ayana untuk pulang di Apartement.- Adira melangkahkan kakinya dengan tegas masuk kedalam Kantor Raja’S Companny, kantor yang sudah ia jalankan selama delapan tahun dibawah kendalinya.“Selama siang Bapak Adira,” sapa beberapa karyawan saat melihat Adira melint
Aku mengeliat nyaman saat ada tangan yang mengusik wajah ku beberapa kali. Perlahan aku membuka mataku, dan aku sedikit terkejut melihat pemandangan yang bahkan sudah empat bulan ku lihat selama aku bangun tidur. Adira tersenyum lebar kearahku dengan wajah bare facenya yang membuatnya terlihat lebih tampan dan lucu. Saat di rumah dan bersama ku, sosok wibawa Adira menghilang entaha kemana. Ia menjadi lebih manja, manis, lembut, dan humoris. Tapi aku suka.“Selamat pagi sayang,” ucapnya dengan suara serak khas bangun tidurnya. Aku tersenyum seraya mengangguk. Aku terkejut saat Adira dengan tiba – tiba mendekat kearahku. Ia memeluk tubuhku dengan hangat dibawah selimut tebal yang membungkus ku.“Aku ngga bisa tidur semalam. Dan seharusnya kamu tahu alasan dibaliknya,” ucapnya dengan nada yang terdengar sedang menggoda ku. Aku menggeleng alih – alih mengalihkan tatapanku darinya. Namun ia menggagalkannya dengan menangkup wajahku dengan tangannya.Cupp.
Adira POV April menuntun Ayana untuk ikut bersamanya. Ia menyuruh Ayana untuk berbaring diatas brankar rapi yang sudah ia bersihkan tadi. Hatiku seolah berdetak kencang sembari menunggu April yang berusaha untuk memperlihatkan wajah kedua anak ku.“Lama banget sih lo,” celetuk ku tak sabar. Aku gemas dengan April yang sangat lelet dalam melakukan pemeriksaan. Sebenarnya bukan lelet sih, hanya saja ia melakukan prosedurnya dengan benar.“Lo bacot banget sih. Keluar dari ruangan gue sekarang.” Ucap April dengan nada ngegasnya.“Gue bayar dua kali lipat ya, kalau lo lupa.” Tegasku pada April. Terdengar suara hembusan kesal darinya. Kini April menatap ku tajam. “Apa sih yang ngga bisa lo dapatin tanpa uang? Bikin gue kesal aja.” Cercahnya.“Udah deh Mas, kenapa bikin Dokter April kesal terus sih,” sahut Ayana dengan suaranya yang lembut. Dengan cepat aku mengalihkan wajahku untuk menatap wajahnya yang cantik. Aku menggeleng, “Aku sama dia u
Sudah seharian aku mengajak Ayana untuk menghabiskan waktu di luar rumah. Melihat wajahnya yang sangat senang, membuat ku lega karena bisa membuatnya merasa bahagia hari ini. Aku melajukan mobil ku dengan kecepatan biasa, karena tidak ingin membangunkan tidurnya. Aku tersenyum melihatnya tidur pulas karena merasa lelah. Tanganku terulur untuk mengusap pelan kepalanya lembut. Aku menghentikan mobilku masuk kedalam sebuah gedung. Perlahan tanganku mulai mengusik wajahnya yang tenang, hingga ia perlahan membuka matanya yang sayu.“Sayang, bangun yuk.” Lirihku tepat ditelinganya. Ayana tampak merenggangkan tubuhnya, ia menatapku dalam diam. Terlihat karena ia masih berusaha untuk mengumpulkan nyawanya.“Kita dimana mas? Kok bukan di Apartement kamu?” tanyanya dengan suara seraknya. Aku hanya tersenyum tanpa menjawab. “Kita keluar yuk,” ajak ku. Ayana mengangguk tanpa menjawab. Wajahnya tampak penasaran dengan semua ini. Mulai dar