Bab 8 Jujurlah Mas
Le sepahit apapun kejujuran itu lebih baik dari sebuah kebohongan Le, kasihan Ane, sudah terlalu lama kamu bohongin dia. Ibu takut kalau nanti malah Dia tahu dari orang lain, tentu itu lebih sakit rasanya Le," ujar Ibu.
Aku sudah lama memejamkan mata, mencoba melupakan semua kata-kata Ibu Mas Farel tadi. Namun, kata-kata terus terngiang ditelingaku.
kamu menyimpan rahasia apa Mas?
Kenapa begitu banyak rahasia yang kau sembunyikan padaku?Sepertinya pernikahanku yang sudah hampir 2 tahun ini tidak cukup untuk mengenali pribadi Mas Farel, siapa dia, seperti apa masa lalunya?
Ya Allah kenapa begitu berat cobaan ini?
Aku semakin mempererat menutup mataku menahan segala rasa sakit dan cemas yang gini sudah seperti luka yang menganga dihatiku.
Beberapa saat kemudian.
Aku terkejut saat sebuah tangan melingkar dipinggangku, tangan besar yang selalu memberiku ketenangan selama ini. Tak perlu lagi akuBab 9. CurigaSetelah berkata demikian aku turun menuju meja makan di mana Ibu Mertuaku sudah menungguku dari tadi."Kalian ini gak lapar ya?" tanya ibu Mas Farel menatap kami bergantian."Lapar Bu, ni nunggu mantu Ibu bangun, lama bangunya. Ibu tahulah mantu Ibu ini kalau tidur kek mana," ujar Mas Farel.Mas Farel sepertinya berusaha mencairkan suasana telihat dari candaan-candaan kecilnya yang di tujukan padaku. Namun, kali ini aku yang enggan menanggapinya.Di dalam hatiku ini masih ingin menuntut penjelasan Mas Farel, dia harus menceritakan semua tentang apa yang disembunyikan selama ini dariku.***"Sekarang kamu gak bisa menghindar lagi, Mas," ujarku pada Mas Farel.Saat ini kita sudah sampai di rumah kami sendiri, setelah sarapan pagi kami memutuskan pulang karena sore aku harus mengajar dan Mas Farel mendadak ada tugas di luar kota selama dua hari.Mas Farel menarik napas berat mendengar ucapank
Bab 10 Coklat siapa?Panggilanpun kami akir. Namun, sejenak kemudian aku menyadari sesuatu."Mas Farel ada di lobi hotel tapi kok sepi gak ada orang bising atau suara-suara orang banyak, hanya ada suara anak kecil dan satu perempuan dewasa," gumamku.Perasaan curiga mulai kembali menyelimuti hati ini kembali menyadari keganjilan-keganjilan tadi.Ya Tuhan berilah petunjukmu agar aku tak tersiksa begini!***Sore harinya aku mengajar seperti biasa di bimba.Aku baru saja sampai bimba saat kulihat Tasya datang. Anak kecil berlari kecil ke arahku, ada senyum mengembang di bibir kecilnya."Tasya jangan lari, nanti jatuh,"ujarku memperingatkan Tasya."Bu Guru kemana kok dua hari gak ngajar?" tanya Tasya padaku. Bocah itu kemudian bergelayut manja di lenganku."Bu Guru ada perlu sayang. Kamu tadi diantar siapa?" tanyaku saat aku tak melihat sosok Mbak Riana, biasanya Mbak Riana akan menemui aku dulu jika mengantar
Bab 11Eh itu sendal siapa?" gumamku.Aku melihat sendal anak kecil dan bekas bungkus coklat dan permen.Gak mungkin itu bekas makanan Mas Farel, Mas Farel tak suka coklat apalagi permen, lalu itu semua milik siapa?Aku harus menyelidiki semua mulai sekarang, foto diruang tamu, Tasya yang keceplosan panggil Papa, suara anak kecil di telepon, sendal anak kecil di mobil tak mungkin ini kebetulan.Setelah sekian detik termenung dan mencoba berpiikir jernih tanpa emosi agar tak salah dalam menyingkapi masalah ini, akupun memutuskan keluar dari mobil Mas Farel.Membuka pintu mobil dan tak lupa menguncinya dengan remot agar keamanan mobil terjaga. Akhir-akhir ini banyak sekali kes pencurian motor dan mobil di sekitar sini.Entahlah sepertinya sejak adanya pandemi ini kes kejahatan makin meningkat, pencurian, penodongan, perampokan yang semua karena demi memenuhi desakan kebutuhan perut.Jika lapar orang akan n
.Bab 12Ouh maksudku itu, keponakannya sayang bukan anak," jawab Mas Farel sambil mengusap tengkuknya.Aku hanya menjawab pernyataan Mas Farel dengan kata 'O'."Kita makan di luar yok Yang!" ajak Mas Farel karena kebetulan kamu belum makan."Aku masak saja lah Mas, lagi mager aku.""Ok, Mas bantuin ya."Aku biarkan saja Mas Farel membantuku memasak dan berusaha bersikap biasa saja seolah tak ada apapun di antara kami tapi bukan berati aku akan diam saja, aku pasti akan selediki semuanya sampai tuntas."Eh Mas, kok aku penasaran ya sama kembaran kamu," ucapku sambil tetap fokus mengiris bawang.Mas Farel memandangku heran ," kembaran?" lanjut Mas Farel bertanya."Itu lo Mas, ayahnya Tasya," jawabku sambil tetap fokus menyelesaikan kerjaku."Aduh.""Kenapa Mas?" tanyaku saat mendengar teriakan mengaduh Mas Farel."Ini tanganku kena pisau."Aku se
Bab 13PrakTiba-tiba Mas Farel menggebrak meja dengan keras."Diam! Kamu gak tahu masalah mereka, jadi lebih baik kamu jangan menghakimi suaminya seperti itu," ujar Mas Farel dengan suara yang melengking tinggi.Terlihat jelas kilat kemarahan dari nada bicaranya."Kok jadi kamu yang emosi Mas, aku kan ngomongin suami Mbak Riana bukan kamu. Lagian kok Mas belain banget suami Mbak Riana, Mas emang kenal sama dia?" ujarku.Senyap, Mas Farel kini tampak kebingungan, jelas sekali terlihat dia sedang berusaha menyembunyikan sesuatu dariku."Kok diam Mas, beneran kamu kenal suami Mbak Riana, atau dia beneran kembaranmu," ujarku sambil senyum untuk mencairkan suasana.Tak apa aku mengalah kali ini, tapi aku akan terus diam-diam mencari kebenaranya, aku gak akan sudi dibohongi dan dipermainkan seperti ini.Tiba- tiba terlintas nama Ali di benakkku, sepertinya dia tahu sesuatu."Mm, maaf sayang aku tadi terlalu baper
Bab 14Mas besok antar aku ke rumah sakit ya, jadwalku kontrol besok."Mataku terbelalak membaca pesan dari kontak yang diberi nama 'A'.Siapa pemilik nama dengan insial 'A' itu, apa mungkin itu Mbak Riana yang mengirim pesan? Tapi, menggunakan nomor lain.Pertanyaan-pertanyaan itu terus memenuhi kepalaku."Temanmu siapa yang sakit Mas?" tanyaku saat Mas Farel keluar dari toilet.Mas Farel segera menoleh ke arahku saat mendengar pertanyaan dariku itu, ekspresinya datar."Enggak ada sayang, memang kenapa?" tanya Mas Farel tanpa ada gugup sedikitpun dari nadanya."Ini ada chat minta ditemani kontrol?"kataku.Mas Farel meraih ponsel yang aku berikan lalu membuka layar ponselnya.Sekian detik kemudian"Oh ini anu sayang, karyawan kantor," jawab Mas Farel sambil mengusap tengkuknya.Tampaknya sudah mulai sedikit gugup dengan pertanyaanku."Kenapa kamu yang antar,
Bab 15"Rumah Sakit," gumamku.Apakah ini kebetulan?Segera kubalas voice note dari Tasya itu."Mau ngapain sayang, terapi?"tanyaku karena setahuku memang Mbak Riana punya jadwal terapi tiap sebulan sekali."Enggak Tante, control aja. Besok pagi Papa mau anterin. Katanya Papa tugas disini,"jawab Tasya.Dari nadanya bocah itu begitu gembira jika menyebut Papanya membuat aku kadang merasa kasihan. Terlihat jelas dia begitu merindukan Papanya."Wah tidur sama Papa dong?"godaku."Enggak," jawab Tasya pendek."Kok enggak?"tanyaku sedikit heran."Papa kalau malam tidur di rumahnya. Kata Papa kalau malam ada kerja Bu Guru.""Loh kok aneh, emang Papa Tasya kerja apa?"tanyaku penuh selidik."Gak tahu Bu Guru."Ku akiri voice note dengan Tasya dengan pesan selayaknya seorang guru dengan muridnya.Hatiku mendadak gelisah set
Bab 16ku sengaja menunggu Mas Farel didepan Rumah Sakit tempat Mas Farel akan mengantar orang misterius itu kontrol.Siapa orang berinisial' A' itu, apakah Mbak Riana atau ada perempuan lain?Lalu siapa, apa mantan Mas Farel?Ada siapa wanita yang berhubungan denganmu Mas?Pertanyaan demi pertanyaan itu terus melintas di benakku. Harusnya dulu aku tak menerima Mas Farel begitu saja sebelum aku mengenalinya dan masa lalunya.Namun,beruntunglah tadi malam aku diam-diam mencatat alamat Rumah Sakit yang dikirim ke kontak Mas Farel oleh wanita misteri itu.Aku juga sengaja sedikit mengubah penampilan dengan memakai kaca mata hitam dan juga topi yang bisa menutupi wajahku agar tak mudah dikenali oleh orang lain."Lama amat sih mereka?"gumamku.Mobil sengaja aku titipkan di tempat penitipan di luar Rumah Sakit dan aku kesini naik motor yang aku sewa disebuah rental agar tak mudah dikenali.