"Arsen, apa kita akan tidur satu ranjang?" tanya Airina. "Iya, apa kamu merasa tidak nyaman?" Arsen berbalik tanya, karena Airina ia gagal melahap wanita di hadapannya. "Tidak, asalkan taruh guling di tengah. Jadikan itu pembatas antara aku dan kamu," ujarnya. 'Bagaiamana aku bisa tidur nyenyak, detak jantungku saja tidak karuan!' batin Airina. "Airina, tidurlah dulu. Oh iya, apa kamu masih ada pekerjaan yang harus dikerjakan?" tanya Arsen. Airina seperti berpikir, ia sudah menyerahkan semua pada Tiwi. Sore tadi laporan harian Tiwi sudah lengkap. "Tidak ada, sepertinya aku akan tidur lebih cepat malam ini," pungkas Airina. Dengan guling yang sengaja ia letakkan di tengah, Airina hanya mengulas senyum tipis. "Selamat tidur, Arsen. Aku duluan," pamitnya. Airina membalikkan badannya membelakangi Arsen, detak jantungnya tidak normal. "Sialnya aku tidak bisa tidur meskipun sudah berusaha sangat keras!" gerutunya. "Kalau kesulitan tidur, coba peluk aku dulu," ucap Arsen. Airina
"Arsen, maksudmu?" tanya Airina melongo. Ia menatap lelaki di sampingnya dengan intens, jawaban yang ia dapatkan itu terasa sangat kurang. "Apa alasan utama kamu mencariku, ya pasti karena aku teman lamamu. Mana mungkin ada alasan lain yang lebih spesifik dari itu," simpul Airina. 'Jika kamu tahu aku memang mencarimu karena aku mencintaimu! Ah sialnya aku takut dia hanya kasihan,' batin Arsen. "Ya, kamu tahu sendiri kalau aku teman lamamu. Pasti aku mencarimu, Airina. Ingin melihat perkembanganmu setelah lulus ESMOD," jawabnya. "Sialnya aku membuat kesalahan saat bertemu denganmu, hahaha," ucap Airina terkekeh. Arsen tertawa mendengar lelucon tidak lucu itu. Akan tetapi, itu adalah kebetulan yang sangat ia tunggu. "Dari kebetulan itu kita bertemu, Airina. Anehnya kamu asal menerima tawaran dariku," ujar Arsen dengan tersenyum tipis. "Ya, karena aku pengangguran dan rasanya aku menjadi teman yang jahat jika menolak," jelas Airina. "Oh, jadi kamu hanya kasihan padaku ya?" tanya
"Airina, kamu sudah datang!" ujar Arsen. Mata Airina masih menatap dada bidang yang kotak-kotak itu. "Ah, maaf aku tidak mengetuk pintu terlebih dahulu!" ucap Airina lirih. "Kamu datang lebih cepat dari perkiraan, aku tadi masih sibuk melihat berkas-berkas ini sampai gerah," keluhnya. "Bagaimana pertemuanmu dengan Madame Gala?" tanya Arsen intens. Airina kini berusaha menetralkan pikirannya, otaknya melayang ke arah lain. "Berjalan lancar, terima kasih, Arsen. Lagi-lagi kamu yang menyelesaikan masalahku," tutur Airina."Ya, itu sudah tugasku sebagai suamimu," ucap Arsen lirih. Airina yang kini duduk di sofa menatap lekat lelaki yang duduk di kursi kerjanya. "Ingatlah, Airina. Dia mengatakan itu karena kalian memang sepasang suami istri, kontrak!" lirihnya. "Benar juga, apa pekerjaanmu masih banyak, Arsen?" tanya Airina. Arsen menggelengkan kepalanya, ia terlihat tidak bersemangat sama sekali. "Ada apa? Apa terjadi sebuah masalah dalam hidupmu?" tanya Airina intens. Airina
"Apa itu akan menjadi masalah yang besar, Arsen?" tanya Airina. "Tidak, Jorge hanyalah benalu di perusahaan. Jangan dipikirkan," peringat Arsen. Lelaki itu terlihat sangat tenang meski pun melawan seorang keluarga Dassault. "Dengan adanya Aiden, kamu pasti akan lebih aman. Sebagai istri tuan muda Pinault, kamu pasti menjadi sasaran banyak orang jahat," jelas Arsen. Airina hanya mengangguk, "Tetapi aku belum terbiasa dengan adanya Aiden. Biasanya hanya Aron yang datang tiba-tiba atas perintahmu." Usap Arsen pada kepala Airina, "Dengarkan aku, sekarang Aron dan Aiden akan menjadi bodyguard dan sopir pribadimu. Aku ingin kamu aman, jika keluar tanpa aku," ucap Arsen lirih. Tatapan mata yang intens itu membuat Airina merasa diratukan. Bodyguard dan sopir pribadi, Apa boleh ia bermimpi akan menjadi istri sungguhan untuk Arsen? "Terima kasih, Arsen. Sebenarnya tidak perlu berlebihan, aku hanya membutuhkan Aron. Jika suatu saat aku ingin pergi," tutur Airina. "Hust, biarkan. Ini tida
"Arsen ... kamu?" Airina mendongak dengan mata yang sudah berkaca-kaca. "Maaf aku kembali ke mobil saja," pamit Airina. "Airina, sebentar. Maafkan aku, tadi aku tidak sengaja membentakmu. aku-" Tanpa mendengar penjelasan Arsen sampai selesai, Airina berjalan meninggalkan lelaki itu. "Arghh! bodoh!" pekik Arsen. "Semua ini gara-gara laki-laki sialan itu!" umpatnya. Arsen berlari mengejar Airina, sedangkan wanita itu terlihat mengusap air matanya sepanjang langkah. "Airina, maafkan aku!" ucap Arsen berulang. "Airina, tolong berhenti dulu!" ujar Arsen. Airina masih tetap berjalan dengan terburu-buru, tanpa melihat sedikit ke belakang. "Airin, dengarkan aku sebentar!" Arsen menarik lengan Airina terpaksa, membuat wanita itu berbalik memeluk tubuhnya. Airina mendongakkan kepalanya, tangannya memukul dada bidang Arsen. "Kamu kira aku siapa asal dibentak, hah!" gerutu Airina. "Apa kamu lupa?!" tanya Airina kesal. Lelaki itu menyentuh ujung hidung Airina dengan jari telunjuknya
"I-iya, Anda siapa?" tanya Airina. "Aku teman Gemma Dassault," jawabnya. Airina terhenyak mendengar jawaban itu, ia tidak lagi ingin bicara. Rasa takutnya akan di sekap di ruangan gelap masih tersisa. "Eh, Nona. Jangan menjauh seperti itu, aku tidak akan melakukan apa pun padamu," ucapnya. "Tidak, aku memang kurang nyaman duduk tanpa jarak dengan orang asing," ujar Airina. Matanya menelisik ke atas sampai bawah, melihat wanita itu hanya tersenyum tipis. "Dih!" pekik Airina. "Ada urusan apa?" tanya Airina. "Tidak ada, aku hanya ingin tahu siapa sebenarnya yang mengambil Arsen dari Gemma," jelas wanita itu. "Ternyata Gemma memang kalah cantik, kamu juga terlihat lebih pandai. Apa tebakanku benar?" tanya wanita itu menebak. "Siapa kau?!" teriak Arsen. Lelaki itu berjalan dengan cepat, dua tangannya membawa cone ice cream. Tatapannya tajam menatap wanita yang kini berbicara dengan Airina. "Ada urusan apa, Anda?" tanya Arsen dengan mengangkat dagunya. "Saya hanya mengajaknya m
"Ini?" tanya Airina. Arsen menunjuk tepat pada jantungnya. Dengan ibu jari dan jari telunjuk seperti sarangheo versi korea, Arsen mengulas senyum tipis di wajahnya. Airina hanya diam dan terpaku, salah tingkah! Matanya membelalak lebar, dengan senyum yang sempat ia tahan. "Kenapa? kok diam," tanya Arsen. "Memangnya kamu tidak bisa membuat jantungku berdebar?" Lelaki itu tidak segan melempar pertanyaan yang membuat Airina semakin salah tingkah. "Diam, Arsen! Aku tidak suka kamu bertingkah seperti ini," gerutu Airina. Wanita itu hanya menarik selimutnya sampai batas kepala, menelangkup ke dalam selimut dengan senyum yang masih menghiasi wajahnya. 'Aku bisa gila!' batinnya. "Arsen, apa kamu tidak ingin keluar dari kamarku?" tanya Airina. Ditariknya selimut yang kini membungkus istrinya dengan satu tangan. Menampakkan wajah Airina yang memerah layaknya kepiting rebus. "Lihatlah, apa kamu sadar kalau ini kamarku?" todong Arsen. "Loh, baiklah aku akan pergi ke kamarku!" Tanpa r
"Sejak kamu memelukku semalam," jawab Arsen bohong. "Hah?" beo Airina. Saat ini Airina hanya bisa diam menahan malu, memeluk Arsen lebih dulu saat tertidur. "Tidak perlu kaget, aku bisa memaklumi itu dan aku senang," jelas Arsen. "Iya, maaf. Sepertinya aku saat tidur suka melakukan hal-hal di luar nalar," jelas Airina. "Hahaha, tidak apa-apa, Airina. Apa agendamu hari ini?" tanya Arsen. Airina hanya diam, seperti sedang berpikir dengan jadwal pekerjaannya. "Aku ada pekerjaan, jadi aku harus ke butik hari ini," jawab Airina. Ia beranjak dari ranjang Arsen, melangkah ke luar kamar tanpa pamit. Arsen hanya menggelengkan kepalanya pelan. "Dasar wanita!" gumamnya. **** "Arsen," panggil Airina."Ada apa?" tanya Arsen. Airina hanya menggeleng, kini keduanya berjalan beriringan menuju mobil. "Pagi ini kamu sangat cantik," bisik Arsen. "Hahaha, biasa aja," elak Airina. Arsen menarik beberapa helai rambut Airina ke belakang telinga, "Sempurna!" ucapnya. Deg! Jantungnya berdetak