“Tentu saja aku mau kau suapi, Fir. Mungkin, bawaan bayi mintanya begitu,” jawab Mutia sambil mengelus perutnya dan tersenyum senang. Akhirnya, keinginannya segera terkabulkan. Akan tetapi Firheith tak memberi respon apapun. Mutia heran, lalu menatap suaminya itu yang duduk di sisinya. Di matanya, Firheith seperti melihat sesuatu dengan serius. Lalu Mutia coba mengikuti arah matanya ke depan. Dan begitu Mutia tahu, kedua netranya pun terbeliak. “Bukanya… Itu Celine, ya?”Firheith langsung menoleh pada Mutia, kepalanya mengangguk tapi cenderung masih diam. “Lantas, pria yang bersama Celine itu juga… Kalau dilihat dari belakang, sepertinya aku kenal,” gumam Mutia sambil mengetuk-ngetuk telunjuk di dagu. Firheith juga tahu siapa sosok yang bertemu Celine. Hanya saja ia tak mengatakannya. Namun dalam hatinya membatin, mengapa Adam sampai membuat adiknya menangis?Sejak kapan mereka berdua saling mengenal? Celine masih SMA, sedangkan Adam Janssen berkepala empat. Dilihat dari perbandin
Firheith mengangguk, karena ia telah mendengar sendiri betapa marahnya Gabriel kali ini pada Celine. Namun, perhatiannya tersita ketika ia merasakan sebuah usapan lembut di bahu. “Ya, Baby?”“Sebaiknya, kita jangan masuk ke dalam rumah dulu, ya. Aku tidak enak pada papa dan mama, jika melihat kita lewat. Lagi pula, kita juga tidak tahu apa yang terjadi di dalam, bukan?” usul Mutia berbisik, “Mereka pasti canggung.”“Kau benar, Mutia.”“Apa kita pergi lagi saja? Aku tak enak takut dianggap lancang ketahuan menguping, Fir,” kata Mutia yang tak suka ikut campur urusan orang lain. “Tidak akan ada yang berani mengatakan itu, Baby.” Firheith menenangkan Mutia, dengan menarik bahunya ke dalam dekapan. Puncak kepala Mutia dikecupnya dengan lembut, kehangatan pelukan Firheith sekejap saja memberi rasa nyaman bagi Mutia di dada Firheith. Namun, pelukan mereka berdua tak berlangsung lama. Kedekatan Firheith dan Mutia terkacaukan bunyi tamparan yang sangat keras. “Fir…,” sebut Mutia dengan
Panas! Gairah di tubuh Firheith menyala berkat lidah Mutia yang meliuk di dada. Firheith tak menyangka Mutia bisa melakukan ini, setelah beberapa kali pergulatannya di atas ranjang hanya Firheith yang mendominasi. Seolah tak mau kalah dengan tingkah nakal istrinya. Tangan Firheith mulai menjelajah ke dalam dress Mutia dan mendapatkan yang ia mau. "Kau sudah basah, Baby?" Firheith bertanya dengan suara parau tanpa berhenti membelai permukaan lembut itu."Nghhh...," lenguh Mutia semakin liar, mencumbu kulit dada Firheith sampai ke leher.Firheith mengerang pelan, menikmati sentuhan Mutia yang provokatif. "Ohh! Baby... Maukah kau mengisap yang lain?" tanyanya ketika ia mendambakan itu menjadi nyata. Ia ingin merasakan hangatnya mulut Mutia menyandera hal yang paling istimewa dalam dirinya. Mendengar itu, Mutia segera menghentikan aktivitasnya. Dengan wajah sayu ia memandangi suaminya yang tampan. Tak luput melalui senyumannya yang begitu manis, selegit gula jawa itu pula. Mampu menje
Rupanya mengejar kenikmatan itu masih berlanjut di kamar mandi. Setelah alibi Firheith yang masih ketagihan ingin mengulang, mengatasnamakan mandi bersama di dalam bathub. Nyatanya bukan sekadar gosokan sabun biasa, tatkala sentuhan Firheith merambah ke mana-mana. Terutama di bagian sensitif Mutia yang dengan cepat tersulut gairah. Di kesunyian kamar mandi, tepukan kulit beradu keras. Menyaingi desahan keduanya yang bertukar peluh deras saat klimaks itu akan datang. “Honey… Ahhhh!”“Aku mencintaimu, Baby,” bisik Firheith sambil memeluk erat dada Mutia di kala entakannya yang terakhir.Napas mereka berdua kencang berderu. Hingga tetes terakhir, Firheith barulah melepas Mutia dan memandikannya dalam artian sesungguhnya. Berjanji tak akan memintanya lagi, mengingat Mutia yang sedang hamil. “Terima kasih untuk segala cintamu yang luar biasa hari ini,” kata Firheith setelah itu menciumi kening Mutia dan menariknya ke dalam pelukan. Berharap kalimat cintanya juga terbalas saat ini. Nam
Sudah tak bisa di deskripsikan lagi betapa bahagianya Firheith mendengar harapan yang selama ini ia pupuk pada Mutia, akhirnya dapat terwujud. Firheith memandangi Mutia penuh arti dan lebih dalam, dengan senyuman lepas hingga kedua lesung pipinya terlihat. Begitupun juga Mutia yang tak merasakan dilema lagi di hatinya. Setelah belakangan ia kerap menyimpan dan meyakinkan perasaannya yang abu-abu.Cup!Bibir Mutia dikecup dengan tiba-tiba oleh Firheith secara tiba-tiba dan sensasi kejutan itu membuat Mutia tertegun dalam sesaat.“Aku juga sangat mencintaimu, Baby,” kata Firheith Lander yang kemudian mendaratkan kecupan di kening Mutia.Mutia mengerjap, Firheith pun menciumi pipi kanan dan kirinya hingga Mutia memejamkan mata. Desir di hatinya membuat Mutia kini memasrahkan diri, sehingga Firheith kemudian memberi ciuman intens di bibir sensual Mutia yang lezat.Ciuman luar biasa ketika lama kelamaan dapat menggugurkan seluruh pakaian keduanya. Lantaran Firheith yang mudah terbakar gair
Firheith langsung mengikuti telunjuk Mutia yang menuding dibalik pohon palem. Adam terlihat hanya berdua dengan Celine tanpa Niel, meskipun Firheith merasa aneh jika Adam mau diajak bertemu Celine di tempat ramai seperti ini. Apalagi adiknya itu yang tidak biasa bangun pagi jika weekend. “Dengarkan baik-baik apa yang mereka ributkan,” ujar Mutia dengan setengah berbisik pada Firheith yang ia tatap serius. Firheith mengangguk sambil merengkuh pinggang Mutia. Terlihat diam namun menguping semua pembicaraan adik dan pria yang dianggapnya tak tahu malu itu. “Aku tidak mencintaimu Celine! Kau terlalu muda untukku!” Adam bersikeras menolak, kepala Celine terus-menerus menggeleng.“Tapi aku mencintaimu, Adam…,” rengek Celine dengan mengejar pria itu walau berjalan menjauh. “Dasar brengsek! Keras kepala sekali kau ini!” Adam terpaksa berbalik badan dengan emosi yang mati-matian ia tahan. “Bisa kau tidak mengikuti terus, huh?!”Sebenarnya Adam juga merasa sial tak sengaja bertemu Celine di
Teriakan Niel membuat panik Mutia dan Celine. Seketika menoleh pada Adam yang sudah terkulai lemah tak sadarkan diri di atas rerumputan dengan Neil yang menangis histeris. Bukan hanya itu, teriakan Niel tadi pun lantas membuat orang di sekitar berkerumun menolong Adam. Dikarenakan pengasuh Neil juga meminta bantuan pada mereka. Celine tidak bisa tinggal diam, lalu ia pun memaksa tangannya terlepas dari Firheith kemudian berlari menyongsong Adam. "Permisi, saya keluarganya!" Celine menyibak kerumunan orang-orang dengan wajah panik. Mendengar itu, mereka memberi celah. Celine akhirnya bisa memapah kepala Adam di pangkuan, sambil menepuk pipi pria itu yang terlihat lemah dengan terisak-isak. "Bangun, Adam! Bangun!" panggil Celine penuh khawatir. Air matanya berderaian jatuh sehingga Neil yang sedang ditenangkan oleh pengasuhnya pun mengarahkan tatapan bingung pada Celine. "Kau siapa?" Pertanyaan itu membuat Celine mengangkat pandangannya ke depan Neil yang terlihat begitu sedih.
Kelopak mata Mutia mengerjap haru memerhatikan keseriusan ekspresi Firheith saat berusaha meyakinkannya. Hati Mutia bergetar, secara refleks Mutia melingkarkan tangannya di lengan Firheith dan menimpakan kepala dengan manja. Bahkan setelah itu seraya menaikkan pandangannya ke wajah tampan Firheith, Mutia lalu berkata dengan tatapan imut yang membuat Firheith gemas. "Umm… Aku mencintaimu, Fir." "Aku malah lebih mencintaimu, Baby…,” balas Firheith seraya mencubit dagu Mutia. “Sangat dan menggilaimu.” Mutia tersipu. Cup! Bibir merah delima Mutia yang tampak segar itu dikecup Firheith. Mutia pun memejamkan matanya saat merasakan bibirnya dipagut lembut, sehingga Firheith memperdalam ciumannya. “Rasa sayangku bahkan tak bisa diukur dengan apapun. Terlebih rasa takutku bila kehilangan dirimu, Baby," balas Firheith kemudian melumat bibir Mutia lagi yang sudah membuatnya ketagihan. Mutia pasrah-pasrah saja menikmatinya, tapi juga membalas setiap hisapan Firheith di bibirnya ya