Share

BAB 3 Perjodohan Sepihak

Perjodohan Sepihak

Pak Herman terlihat masih bingung, juga heran sembari menebak nebak.

"Iya, ceritakan dulu mengenai dia, Ayra, saya ingin tahu banyak tentang dia," perintah presdir Herlambang.

"I-iya pak, Ayra adalah salah satu mahasiswa yang mendapat beasiswa penuh di salah satu universitas ternama di Jakarta, beasiswa yang merupakan proyek kerjasama Abadi Group dengan perguruan tinggi lokal."

"Dia berasal dari kota Yogyakarta, dari keluarga sederhana, dan merupakan anak tunggal. Selama masa pendidikan dia mengambil pekerjaan paruh waktu di beberapa tempat, seperti yang saya sampaikan tadi. Di restoran, rumah sakit kita, binatu, panti jompo dan beberapa toko. Hasil dari kerja paruh waktunya dia gunakan untuk membiayai kehidupannya dan sebagian lagi dia kirimkan kepada orang tuanya di kampung. Ya, memang tidak besar, Karna pekerjaan itu hanya dilakukannya di waktu senggang dan hanya beberapa jam."

"Dia anak yang baik, jujur dan santun. Ayra adalah dokter yang banyak disukai pasien, dia pandai memasak dan bisa diandalkan dalam segala hal, serba bisa," penjelasan pak Herman yang cukup panjang dan lebar.

Presdir Herlambang hanya mengangguk angguk kecil setelah mendengar penjelasan dari pak Herman.

"Ma-maaf pak, apa bapak menyukai Ayra? A-apa bapak mau menjadikan Ayra istri kedua?" tanya pak Herman dengan begitu hati hati. Mendengar itu, presdir Herlambang tertawa sejadi jadinya.

"Jadi kamu berpikir aku menyukai Ayra? Tidak Herman, aku ingin menjodohkan dia dengan putraku, Ardian," Penjelasan presdir Herlambang.

"A-apa pak, menjodohkan Ayra dengan pak Ardian?" tanya pak Herman seolah tidak percaya dengan apa yang didengarnya.

"Iya, dia adalah gadis yang aku cari, aku akan banyak mengobrol dengannya, aku harap kamu juga membantu," ucap presdir Herlambang.

"Ba-baik pak, senang sekali jika saya bisa membantu," ucap pak Herman.

Ternyata sedari tadi presdir Herlambang terlihat begitu tertarik dan seolah terpikat dengan Ayra, memiliki niat untuk menjodohkan Ayra dengan putranya, yaitu Ardian Herlambang.

Pak Herman merasa sedikit heran, bagaimana bisa keluarga sekaya Herlambang Mahendra pemilik Abadi Group ingin menjodohkan anaknya yang merupakan calon presdir, dengan gadis biasa yang berasal dari keluarga biasa bahkan sederhana, memilih Ayra untuk menjadi seorang menantu. Cukup tidak masuk akal, namun itulah yang terjadi. Ya, walaupun Ayra adalah seorang dokter yang baik, namun mereka seperti bumi dan langit.

Pak Herman memiliki tugas untuk memberi tahu Ayra dan menawarinya mengenai perjodohan ini. Dengan menjadi istri anak dari pemilik Abadi Group, bisa dijamin kehidupan Ayra akan berubah, dia akan berada di jajaran istri orang orang yang sukses di usia muda.

Apa yang pantas ditolak, seharusnya Ayra dengan mudah akan menerimanya, ini adalah pekerjaan yang cukup mudah bagi pak Herman, itu yang pak Hermanbang pikir.

Pak Herman berjalan menuju ke arah timnya, bersiap kembali ke rumah sakit.

"Ayra, setelah ini ikut saya ke kantin rumah sakit, saya ingin membicarakan sesuatu yang cukup penting," ucap pak Herman pada Ayra.

"Baik pak," ucap Ayra singkat.

Mereka semua berjalan ke arah mobil, kembali ke rumah sakit. Selama perjalanan pak Herman terlihat lebih banyak diam, kadang kala dia mencuri pandang ke arah Ayra. Dia sedang berpikir keras bagaimana cara membicarakan masalah ini dengan Ayra.

Ini adalah pertemuan pertama Ayra dengan presdir Herlambang. Agak kurang masuk akal, pertemuan yang sungguh singkat itu akan menimbulkan kesan yang mendalam, yang akhirnya memutuskan untuk menjadikan Ayra sebagai menantu dari seorang miliarder kaya raya.

Pak Herman berusaha menepis keraguan itu, ini adalah perintah dari bos besarnya, dia harus menjalankan semuanya dengan baik, dia harus bisa membujuk Ayra supaya mau berkenalan dengan pak Ardian, lalu selanjutnya setuju untuk menjadi istrinya.

Pak Herman dan Ayra sudah berada di dalam kantin rumah sakit. Pak Herman beralasan ingin membahas mengenai masalah pekerjaan penting.

Mereka duduk di meja yang letaknya berada di ujung, menghadap ke arah jendela kaca depan.

"Ayra, ada sesuatu yang ingin saya bicarakan denganmu, namun sebelumnya, ada yang ingin saya tanyakan," ucap pak Herman dengan sangat hati hati.

"Iya pak, ada masalah apa? sepertinya cukup penting sampai kita harus bicara berdua di sini," tanya Ayra penasaran.

"Iya itu karena saya tidak ingin orang kantor mendengar apa yang kita bicarakan. Apalagi kalau kita bicara di UGD, karyawan lain bisa mendengarnya," ucap pak Herman serius.

"Baiklah pak Herman," ucap Ayra yang juga serius.

“Oh iya, kamu akan langsung pulang setelah ini?” Tanya pak Herman.

“I-iya pak, saya sudah menyelesaikan tugas jaga saya,” ucap Ayra.

"Ya, baguslah. Ayra, saya ingin menanyakan sesuatu, apa kamu sudah memiliki kekasih? Atau calon suami?" tanya pak Herman secara jelas dan lugas.

Mendengar pertanyaan yang menjurus itu, Ayra hanya mengernyitkan dahi, ini bukanlah masalah penting mengenai pekerjaan, melainkan masalah pribadinya.

"Ma-maaf pak, kenapa menanyakan masalah pribadi saya?" tanya Ayra hati hati. Dari wajahnya mulai tersirat kebingungan dan sedikit rasa takut.

Di hadapannya duduk pak Herman yang merupakan bosnya. Pria paruh baya berusia sekitar empat puluh tahun bahkan lebih, lulusan management rumah sakit dari salah satu universitas ternama di luar negeri.

Berperawakan kecil, tidak terlalu tinggi dengan tubuh sedikit tambun. Matanya bulat dan hidungnya tidak terlalu mancung. Kulitnya sedikit hitam dengan rambut agak keriting, karena orang tua pak Herman berasal dari Indonesia bagian Timur, hanya saja sudah tinggal dan menetap di Jakarta sejak pak Herman masih berada di dalam kandungan ibunya.

Apa mungkin pak Herman diam diam menaruh hati padanya? pertanyaan ini sempat terlintas di dalam benaknya. Pak Herman sudah memiliki istri bahkan istrinya sangat cantik, berwajah bule karena ayahnya adalah orang Amerika.

Pak Herman menangkap kekhawatiran di wajah Ayra.

"A-Ayra, jangan berpikir yang tidak tidak, saya menanyakan ini bukan karena saya menaruh hati kepadamu, sama sekali tidak, saya hanya ingin mengenalkan kamu dengan seseorang, bibit unggul yang pastinya akan membuat kehidupanmu lebih baik," penjelasan pak Herman.

Mendengar itu terlihat Ayra menghela nafas panjang. Lega rasanya, apa yang dia takutkan tidak terjadi, hanya sebuah prasangka dan kekhawatiran tanpa dasar.

"Saya belum memiliki kekasih pak dan sepertinya masih cukup lama untuk memikirkannya, saya hanya ingin fokus pada pekerjaan saya dan mengangkat derajat keluarga saya, apalagi saya baru menyelesaikan program co-as, saya masih harus berjuang," ucap Ayra yakin.

"Ayra, tadi kamu sudah bertemu dengan presdir Herlambang bukan, nah itu dia, presdir Herlambang tertarik kepadamu," ucap pak Herman.

"Apa? Presdir Herlambang tertarik pada saya?" tanya Ayra kaget.

"Bu-bukan begitu maksud saya Ayra, presdir Herlambang ingin menjadikanmu menantunya. Dia memiliki seorang anak laki laki yang tahun ini akan menggantikannya sebagai presdir, namanya Ardian. Dia sangat tampan dan yang terpenting adalah mapan, berasal dari keluarga yang bukan keluarga biasa," penjelasan pak Herman.

"Presdir Herlambang? Pak Herman tidak bercanda? kami baru saja bertemu dan itu adalah pertemuan singkat," tanya Ayra penasaran dan juga heran luar biasa.

"Saya juga tidak mengerti Ayra, presdir Herlambang memang seperti itu, sering mengambil keputusan dengan mendadak. Mungkin beliau ada pertimbangan khusus," penjelasan pak Herman.

"Ayra, semoga kamu menyetujui ini, ini bukan permintaan melainkan sebuah harapan. Banyak wanita di luar sana bahkan dari keluarga yang sebanding dengan keluarga presdir Herlambang, mereka ingin menjadi menantu di keluarga pemilik Abadi Grup, tapi presdir memilihmu. Mereka adalah keluarga kaya raya, kamu akan mendapatkan kehidupan bak cinderella," ucap pak Herman.

"Ta-tapi pak Herman, saya dan yang bernama Ardian putra presdir Herlambang belum pernah bertemu, dan itu sepertinya sulit, lagi pula saya tidak pernah memandang seseorang dari segi kekayaan, yang terpenting dia memiliki sifat yang baik, setia dan pekerja keras," ucap Ayra seolah menjabarkan tipe calon suami idamannya.

"Ayra, ini kesempatan emas, kamu akan menjadi nyonya muda, hidup tanpa harus bekerja keras, saya harap kamu mempertimbangkannya. Kamu tahu bukan, perjalanan untuk menjadi dokter sangat panjang, apalagi kamu baru menjadi dokter magang, ini kesempatan emas, mereka pemilik rumah sakit," ucap pak Herman yang sekali lagi berusaha keras untuk meyakinkan Ayra.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status